Man For Making Money

Loading

Make-Internet2

Oleh: Fauzi Aziz

 

PERTUMBUHAN ekonomi di mata para kapitalis adalah mencetak profit dan mengusai aset sebesar-besarnya untuk kemakmuran dirinya sendiri.

Doktrin kapitalisme memberikan sebuah pembelajaran bahwa hidup itu adalah making money. Manusia diciptakan untuk menciptakan uang karena dengan semakin memiliki uang, akan bisa menguasai dunia, bisa ikut mempengaruhi pengambilan keputusan penting di tingkat negara demi kepentingan para kapitalis.

Kemanapun dan dimanapun yang menyandang gelar Man for Making Money kerjaannya hanya berburu uang. Di matanya uang adalah segala-galanya. Iman seseorang goyang karena uang. Bahkan Andrew Hitchcock, penulis bestseller The Synagogue of Satan membuat sebuah judul tagline berbunyi “Membongkar kejahatan Zionis Menjajah Dunia Melalui Manipulasi Uang” dalam bukunya berjudul History Money.

Pada prakata di buku tersebut alinea pertama dituliskan bahwa para ekonom senantiasa membohongi publik bahwa resesi dan depresi adalah bagian alami dari siklus bisnis. Namun kenyataannya tidaklah seperti itu.

Resesi dan depresi selalu terjadi bila Bank Sentral memanipulasi jumlah uang beredar, yang tujuan akhirnya memastikan semakin banyak kekayaan yang ditransfer dari masyarakat ke tangan mereka. Bank Sentral sendiri merupakan metaporposis dari pedagang uang di zaman dulu.

Hal yang disampaikan diatas sekedar pengantar dari tulisan ini agar kita dapat memahami betapa jika manusia sudah terperangkap dalam sistem ekonomi kapitalisme yang mendarah daging, uang akan menjadi buruan utama di sepanjang hidupnya.

Sedemikian pentingnya uang, manusia tega melakukan manipulasi uang, merampok uang negara, menyukai sogok/suap, berdagang narkoba demi menghimpun uang sebanyak- banyaknya. Tidak jadi soal apakah kucing itu berwarna putih atau hitam, yang penting dapat menangkap tikus.

Dalam konotasi negatif berarti demi menghimpun uang sebanyak- banyaknya, segala cara dapat ditempuh. Prinsip menghalalkan segala cara berlaku pada pandangan pragmatis semacam itu. Kekuasaan yang korup nampaknya terjebak pada cara pandang semacam itu.

Di negeri ini sudah terjadi ketika para politisi dan penguasa terperangkap dalam stigma politik pragmatisme transaksional. Jika kita hanya berfikiran pragmatis bahwa man for making money, maka nilai kemanusian dan keadaban yang melekat pada diri setiap manusia bisa rontok akibat making money dijadikan satu-satunya doktrin  atau panduan hidup.

Man for making money sebuah ungkapan yang tidak serta merta salah jika dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena uang adalah alat pembayaran yang sah dalam setiap transaksi yang dilakukan. Sepanjang perjalanan sejarah ekonomi liberal yang kapitalis, uang telah berkembang menjadi instrumen investasi, spekulasi dan perdagangan yang difasilitasi pasar uang dan pasar modal.

Dalam hubungan ini uang telah berfungsi sebagai mata dagangan. Realitas ini yang telah membuat manusia di belahan dunia manapun berusaha untuk selalu memerankan dirinya sebagai making money.

Karena uang, manusia terperangkap pada persoalan hutang-piutang sehingga hubungan sosial antar manusia berkembang menjadi hubungan yang bersifat material, bukan hanya bersifat emosional semata. Hutang piutang yang berkembang hingga dewasa ini telah menjadi isu perdata dan pidana, tatkala terjadi wanprestasi dan gagal bayar.

Soal hutang piutang ini tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga dialami oleh perusahaan dan negara. Tidak ada satu negarapun di dunia yang bebas dari beban hutang.

Tahun 2008 terjadi krisis hutang di Eropa dan AS. Mereka menanggung beban hutang begitu besar sampai tak terkendali sehingga kaidah kepatutan dilanggar. Beban hutang negara-negara Uni Eropa rata-rata melanggar batas maksimal hutang,yaitu 60% terhadap PDB. Akibatnya,Yunani terancam bangkrut karena tidak mampu bayar hutang yang jatuh tempo sehingga perlu di baillout sebagai tindakan penyelamatan. Indonesia juga memiliki hutang yang kini mencapai sekitar 35% dari PDB. Masih jauh di bawah batas maksimal yang ditolelir, yakni 60% dari PDB. Hutang pemerintah dipakai untuk nambal defisit APBN.

Kepada siapapun berhutang, saat jatuh tempo negara wajib melunasinya. Karena itu, penggunaan dana APBN tidak boleh boros, salah alokasi atau dipakai untuk bancaan.

Pasar barang dan jasa perputaran uangnya jauh di bawah perputaran uang di pasar uang dan pasar modal sedunia. Sebab itu, ikut melakukan aksi profit taking di kedua pasar tersebut sampai dijuluki menjalankan praktek casino capitalism.

Akibat melakukan aksi profit taking lebih mengasikkan di pasar uang dan di pasar modal, manusia atau institusi menjadi tidak terlalu tertarik melakukan investasi di sektor produksi yang menghasilkan barang. Para pemilik modal besar lebih memilih membeli saham di pasar modal dari pada membuat pabrik sendiri.

Atau lebih memilih melakukan akuisi atas perusahaan yang akan dijual daripada mendirikan pabrik baru. Karena itu, trend investasi di sektor portofolio jauh lebih berkembang dibanding trend investasi di sektor riil/sektor produksi.

Inilah dunia kita sekarang,uang telah men jadi mesin ekonomi.Dalam 24 jam semua stasiun TV sedunia selalu memberitakan tentang pergerakan harga saham dan nilai tukar mata uang. IHSG dan nilai tukar selalu menjadi barometer yang memberikan indikasi sepi/ramainya pasar uang dan pasar modal sedunia. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS