Mengelola Kebijakan Pertaruhkan Kredibilitas Pemimpin Pemerintahan

Loading

ilustrasi-kebijakan2

Oleh: Fauzi Aziz

 

INDONESIA sedang berupaya membenahi perekonomian nasionalnya agar lebih mampu merespon pasar yang secara umum kondisinya tidak terlalu baik. Negeri ini, barangkali yang paling banyak mengalami distorsi ekonomi di dalam negerinya.

Mekanisme pasar cenderung tidak berfungsi maksimal sehingga membuat segan investor menanamkan modalnya di Indonesia. Banyak yang berminat untuk masuk ke Indonesia berinvestasi, tapi mereka lebih banyak melihat- lihat saja. Sikap yang demikian tentu wajar karena mereka berfikir tentang return, profit dan resiko, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Presiden Jokowi selalu mengundang para pemain bisnis global berinvestasi ke Indonesia dan selalu mengatakan welcome invest in Indonesia.

Kampanye itu lumrah saja dilakukan para pemimpin negara. Tetapi yang diajak masuk selalu melihat perkembangan peta geopolitik nasional maupun bagaimana pengaruh pemimpin nasionalnya di kawasan. Dalam hal di Asean, posisi Indonesia adalah paling besar dan sedang tidak ada masalah terkait dengan Laut Tiongkok Selatan (LTS) sehingga hampir semua ahli hubungan internasional memandang kepemimpinan Indonesia di Asean sangat diperlukan.

Dalam peta geopolitik Asean-Tiongkok dan Asean-AS, posisi Indonesia dinilai positif karena bisa menjaga hubungan baik secara seimbang dengan Tiongkok dan AS. Bagaimana dengan peta geopolitik nasional? Secara umum tidak ada masalah, tetapi perilaku politik para pemimpinnya seringkali membuat calon investor bertanya, apakah perilaku semacam itu dapat menjamin stabilitas politik dan ekonomi.

Catatan ini perlu diperhatikan karena kita sedang berbangsa, bernegara dan berekonomi dalam spektrum yang luas berskala nasional, regional dan global. Di dalam catatan ini pula, faktor kredibilitas kepemimpinan selalu dibaca dan diperhitungkan oleh pasar dan para pelaku pasar.

Catatan yang paling sering menjadi perhatian adalah apakah kebijakan yang dilakukan para pemimpin negara/pemerintahan memberikan jalan atau malah sebaliknya, mengganggu aktivitas bisnis sejak awal masuk hingga saat memulai produksi komersial.

Para pemimpin dan elit pengambil kebijakan strategis di bidang ekonomi atau di bidang yang lain tidak boleh ceroboh, main getok, main buldozer karena bukan cara ini yang mereka tunggu, tetapi mereka memerlukan jaminan kepastian agar return, profit terkelola dan resikonya juga minmal.

Oleh sebab itu, mengelola kebijakan tidak boleh “ugal-ugalan”. Kebijakan adalah ibarat fatwa para pemimpin yang akan menjadi pegangan bagi pasar dan pelaku pasar dalam mengelola aset yang dikelolanya. Jika fatwanya mencla-mencle reaksi mereka pasti negatif.

Namun bila terbaca dapat menjamin kepastian, mereka akan merespon positif atas kebijakan yang dibuat pemerintah.Setiap produk kebijakan yang dianggap kredibel adalah yang dihasilkan para pemimpin yang kredibel. Oleh sebab itu, mengelola kebijakan selalu terkait langsung dengan kredibilitas pembuatnya. Kredibilitas benar-benar dipertaruhkan dalam pengelolaan kebijakan.

Yang perlu disadari pihak yang menjadi obyek kebijakan adalah dampaknya tidak ada yang bersifat instan. Selalu ada jeda waktu yang harus ditunggu, misal enam bulan atau setahun. Obyek kebijakan ekonomi umumnya adalah para pelaku pasar dan masyarakat dan dewasa ini dengan semakin berkembangnya konsep green economy, setiap produk kebijakan yang dibuat harus memperhitungkan dampak lingkungan sosialdan lingkungan hidup.

Sehingga paling realitis bilamana PDB sudah memperhitungkan faktor kerusakan sosial dan lingkungan yang merupakan benefit bersih bagi pentingan bangsa dan negara. Nisbah antara biaya kerusakan lingkungan sosial dan lingkungan hidup terhadap PDB, semakin penting untuk dideklarasikan kepada publik agar baik pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan para pelaku pasar dan masyarakat, sama-sama memahami seluruh dampak kebijakan yang ditimbulkan.

Kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas tentu menghadapi kompleksitas dalam perumusannya karena banyak kepentingan yang harus semaksimal mungkin dapat diakomodasi dan mengurangi semaksimal mungkin dampak negatif yang ditimbulkan. Karena itu mengelola kebijakan yang bersifat strategis harus disiapkan dengan matang dan faktor wisdom harus selalu masuk dalam setiap prosesnya.

Sebab kalau faktor kebijaksanaan (wisdom) diabaikan, cara-cara bulozer boleh jadi akan mewarnai setiap produk kebijakan.

Faktor kemanusiaan, keadaban dan keadilan harus diperhitungkan dalam setiap pembuatan kebijakan strategis yang berdampak luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi, inilah nilai-nilai dasar yang harus difahami para pembuat kebijakan di pusat dan di daerah. Pengelolaan kebijakan harus dilakukan dengan baik dan benar karena sangat bersinggungan langsung dengan kredibilitas para pemimpin formal di negeri ini.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS