G-20 Keberatan RI Ubah Rezim Devisa Bebas Menjadi Rezim Kontrol Devisa.

Loading

eksportir-rez2

Oleh: Fauzi Aziz

 

DUNIA kekurangan dana membiayai pembangunan, utamanya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. APBN tidak pernah akan cukup membiayai pembangunan karena memang terbatas. Apalagi jika sumber-sumber penerimaannya berasal dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak menurun.

Internal saving baik yang berasal dari cadangan fiskal maupun cadangan devisa dan dalam bentuknya yang lain, misal cadangan sumber daya alam makin sulit dihimpun. Disadari atau tidak, internal saving ini semakin sulit dimaksimalkan karena sistem devisa bebas dianut negeri ini.

Internal saving yang terbatas menyebabkan terjadinya kondisi invesment saving gap, dimana tabungan tak cukup membiaya kebutuhan dana pembangunan sehingga kekurangannya harus ditutup dengan mengundang investasi asing masuk dan sebagian lagi ditutup dengan menerbitkan surat utang.

Tingginya pengangguran di negeri ini antara lain disebabkan  terbatasnya investasi produk tif yang jumlah maupun persentasenya terhadap PDB sulit meningkat. Saat ini rata-rata hanya sekitar 30% dari PDB dan ini sudah berlangsung satu dasawarsa lebih sejak krisis likuiditas Asia menimpa Indonesia pada tahun 1998.

Membangun kemandirian ekonomi dengan bersandar pada peran modal asing, inilah fakta lain yang bisa kita rasakan. Indonesia dilibatkan dalam kelompok G-20 bukan hanya karena volume ekonomi Indonesia besar, tetapi G-20 juga melihat Indonesia tempat menarik memutar dana untuk “menguras” sumber daya alam karena negeri ini dipandang sebagai sumber komoditas penting di dunia.

Kita tahu, jumlah penduduk Indonesia kini sekitar 50% telah masuk dalam kategori kelas menengah. Indonesia sudah dikrangkeng modal asing dan semakin tergantung dari modal asing karena mereka tahu Indonesia memiliki keterbatasan modal dan teknologi.

Paket kebijakan ekonomi yang memberikan kemudahan bagi investasi asing secara umum disambut baik oleh investor global. Dan yang tidak boleh diubah adalah tentang kebijakan devisa bebas. Negara G-20 pasti keberatan jika Indonesia mengubah rezim devisanya dari devisa bebas menjadi rezim kontrol devisa.

Mengapa keberatan? Alasan paling klasik adalah bertentangan dengan prinsip globalisasi dan perdagangan bebas. Alasan lain kita tahu bahwa rezim devisa bebas adalah menjadi alat ampuh melindungi kepentingan sistem kapitalisme dan liberalisme.

Sudah bisa dipredeksi jika Indonesia menjalankan rezim kontrol devisa, lembaga multilateral seperti IMF, Bank Dunia dan WTO akan protes keras karena kita juga tahu ketiga lembaga tersebut selama ini bekerja untuk kepentingan kapitalisme global yang sebagian besar negaranya saat ini mengendalikan forum G-20.

Hasil kerja mereka, umumnya akan menjadi referensi utama bagi pengambilan keputusan penting dan strategis atau paling tidak akan menjadi agenda setting IMF, Bank Dunia dan WTO. Karena itu, setiap ada upaya negara tertentu, misalnya Indone sia hendak mengubah kebijakan rezim devisanya pasti mereka tolak karena merugikan kepentingan kapitalisme global yang memandang negeri ini surga bagi kepentingan negara maju.

Dalih lain adalah jika rezim kontrol devisa dijalankan oleh Indonesia, modal asing akan terganggu kebebasannya untuk keluar masuk atas modal yang sudah dikapitalisasi di Indonesia. Mereka takut pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi seperti pernah dilakukan di zaman Bung Karno.

Mereka juga merasa tidak nyaman kalau keuntungan yang diperoleh di Indonesia tidak boleh direpatriasi ke negara asalnya. Lantas langkah apa yang perlu dilakukan Indonesia untuk mengurus ekonomi domestik dan mengamankan aset nasionalnya.

Pertama pengelolaan sumber daya alam di dalam negeri sebaiknya dilaksanakan sesuai amanat konstitusi. Kedua, rezim devisa bebas harus dikoreksi untuk mengamankan kepentingan nasional. Modal asing patut dikontrol operasinya karena kalau untung mereka mau bertahan, tetapi keuntungannya dibawa ke negara asalnya.

Dan kalau rugi mereka kabur. Sejak pasar uang dan pasar modal dileberalisasi, dana-dana asing yang parkir mendadak saja terbang ke tempat lain. Dan ini merugikan. Negara bisa mengalami kesulitan likuiditas dan kredibilitas yang bisa menjadi ancaman keberlangsungan pembangunan.

Saat ini Indonesia mengalami problem ini sehingga kebijakan tax amnesty digulirkan yang diikuti oleh tindakan konsolidasi kebijakan fiskal.

Sementara itu, BI mengeluarkan kebijakan baru repo seven day pengganti sistem suku bunga acuan agar tingkat suku bunga pinjaman perbankan dapat turun sehingga pembiayaan di dalam negeri menjadi semakin kompetiif untuk keperluan pendanaan investasi di sektor produktif.

Satu lagi perlu dipertimbangkan oleh pemerintah agar memberlakukan sistem kontrol devisa secara terbatas. Indonesia telah menjadi “korban” pemberlakuan kebijakan devisa bebas sehingga ketergantungannya terhadap modal asing semakin tinggi.

Rezim lalu lintas devisa bebas adalah instrumen paling ampuh bagi kapitalisme global agar sistem ini tetap bisa bercokol di emerging economy untuk “menjarah” sumber daya ekonomi yang mereka perlukan seperti gas, batubara, tembaga, nikel, bauxit, CP0, karet, kakao, ikan, rumput laut dsb. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS