Nasihat yang baik Menemukan Telinga yang Benar

Loading

Oleh : Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

DI setiap organisasi pemerintah, organisasi bisnis atau organisasi politik maupun ormas, struktur organisasinya umumnya memliki staf yang biasa disebut prominence person semacam penasihat ahli. Diminta atau tidak diminta oleh bos yang mengangkatnya, mereka biasanya akan selalu memberikan nasihat dan berbagai pertimbangan tentang berbagai keputusan penting yang harus diambilnya.

Pada zaman Pak Harto, di bidang ekonomi beliau punya tim ahli yang biasa disebut “mafia Berkeley”. Merekalah yang mendapat tugas dari presiden langsung untuk melakukan berbagai terobosan pembangunan di bidang ekonomi dalam rangka pelaksaanaan program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi yang kondisinya karut-marut sampai dengan tahun 60-an.

Pada era sekarang di bawah kepemimpinan SBY, selain ada para pembantu beliau yang diangkat resmi sebagai menteri negara, beliau juga mengangkat anggota Watimpres, Staf Khusus Presiden, KEN (Komite Ekonomi Nasional), dan KIN (Komite Inovasi Nasional), serta UKP4. Pasti, semuanya dibentuk dengan maksud dan tujuannya. Yang pasti mereka akan selalu diminta nasihat dan pandangannya sesuai bidang masing-masing.

Asumsinya mereka adalah para prominence person di bidangnya. Ada ahli ekonomi, hukum, politik, dan lainnya. Diminta atau tidak diminta mestinya mereka aktif memberikan nasihat dan pertimbangan tentang berbagai isu penting dan strategis yang perlu diambil keputusannya oleh presiden guna mengatasi berbagai masalah yang timbul di masyarakat.

Seperti judul opini ini, pertanyaannya apakah “nasihat yang baik itu menerima telinga yang benar?” Tentu harusnya demikian. Kalau tidak, apa manfaatnya mengangkat tim ahli atau tim penasihat kalau kehadirannya hanya dibiarkan “menganggur” atau tidak dioptimalisasikan keahliannya sebagai pembisik profesional dan kompeten. Sayang kalau demikian keadaannya. Sudah dibayar mahal, tenaga, pikiran, dan nasihatnya hanya dipakai sebagai formalitas.

Sambung Rasa

Opini ini tidak berniat mengulas apa yang kita lihat saat ini di lingkungan pemerintah, karena seperti tadi sudah disampaikan, kehadiran seorang penasihat itu bisa ada di mana-mana. Bahkan ada penasihat spiritual yang di negeri ini juga jamak dihadirkan.

Lepas dari itu, memang betul bahwa sebaiknya nasihat yang baik harus menemukan telinga yang benar. Maksudnya adalah agar ada sambung rasa. Mau mendengar lebih banyak kata orang bijak adalah jauh lebih baik daripada sulit menerima pendapat orang lain. Mendengar lebih banyak berarti yang bersangkutan akan makin kaya informasi yang diterima tentang berbagai masalah yang patut diselesaikannya.

Kata orang bijak pula, kita tidak boleh merasa terganggu jika para penasihat memberikan nasihatnya. Kita harus menggunakan nalar, kecerdasan dan nurani untuk selalu menjalin hubungan baik dengan para penasihat kita. Kita tentu sebelumnya sudah mempunyai daftar panjang tentang berbagai isu yang dianggap sebagai masalah. Dan para prominence person itu kita butuhkan untuk bisa memberikan nasihat dan petuah-petitihnya untuk mengatasi masalah. Itulah gunanya menjadi pendengar yang baik. Pada suatu titik, sebagai seorang bos, harus mengambil keputusan penting yang bersifat strategis, apakah di lingkungan pemerintah, dunia usaha, organisasi politik, ormas atau di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Yang diharapkan adalah pak bos dengan kemampuan intelektual, pengalaman, pergaulan, dan kreativitasnya dapat melaksanakan tugas manajerial, yaitu mengambil keputusan pada saat yang tepat. Pak Harto meskipun bukan seorang ekonom, adalah sosok pemimpin yang mau mendengar dengan baik. Bertemu dengan kelompencapir, beliau menjadi pendengar yang baik bukan banyak bicara.

Hasil dari sebuah proses take and give dalam berkomunikasi antara pemimpin dengan yang dipimpin dan kemampuan menyerap nasihat baik dengan telinga yang benar, maka Indonesia antara tahun 1972 dan 80-an punya PDB riil bisa mencapai 7% lebih dan pada akhir tahun 60-an inflasi yang sebelumnya mencapai hyper, lamban-laun bisa diturunkan. Itulah salah satu contoh keberhasilan program stabilisasi dan rehabiitasi yang dilaksanakan pada awal Orba berkuasa.

Sekali lagi soal yang hendak diangkat dalam opini ini adalah kita menginginkan agar ke depan kita mendapatkan sosok pemimpin nasional yang sabar mendengarkan nasihat baik dari para pembantunya dan rajin mendengar keluhan dan jeritan hati rakyatnya. Bukan hanya direkam, dicatat dan habis itu dibuang di tempat sampah. Nasihat baik yang diterima dan yang tidak baik dibuang di tempat sampah. Indonesia akan lebih maju jika nasihat yang baik menemukan telinga yang benar. ***

CATEGORIES
NEWER POST
OLDER POST

COMMENTS