Semprul

Loading

Oleh : Edi Siswoyo

ilustrasi

ilustrasi

ORANG Indonesia jago membuat singkatan. Apa saja disingkat. Tidak hanya kata dan kalimat yang panjang dan sulit dimengerti, tapi juga urusan di dalam kehidupan masyarakat. Saking jagonya, banyak urusan negara yang ruwet dan rumit pun disulap menjadi gampang. Satu diantaranya, urusan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Dalam urusan singkat menyingkat, berkembang istilah baru dari bantuan dampak kenaikkan harga BBM bersubsidi bagi masyarakat miskin. Bantuan uang tunai secara langsung dan sifatnya sementara disingkat BLSM. Masih panjang dan sulit dipahami, maka disingkat lagi menjadi “Balsem”. Ketentuan membuat singkaan kata dalam bahasa Indonesia diabaikan.

Pengabaian tidak hanya terkait singkaan kata dan kalimat. Suara-suara yang menolak kenaikan harga BBM jenis bensin dan solar pun diabaikan melalui voting (pemungutan suara) di dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Musyawarah untuk mufakat tidak lagi menjadi semangat dalam mengambil keputusan. Pengabaian nilai-nilai musyawarah tidak hanya terjadi lapisan elite tapi sudah meluas di semua lapisan masyarakat.

Tampaknya, elite bangsa ini lebih suka melewati jalan pintas yang singkat dan cepat. Kesulitan keuangan negara diselesaikan lewat pinjaman alias utang. Persoalan ruwet dan rumit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dijawab melalui pengurangan subsidi BBM dan manaikkan harga jual eceran bensin dan solar. Rakyat menjadi sempoyongan oleh hantaman berbagai kenaikkan harga sembilan kebutuhan pokok (sembako).

Sejumlah warga masyarakat miskin yang lunglai oleh kenaikan harga sembako dipapah dengan bantuan langsung uang tunai sementara yang disingkat BLSM –tanpa UT (uang tunai) atau yang lebih populer disebut “Balsem” sebanyak Rp 150.000 per bulan selama empat bulan. Banyak kalangan menilai pemberian “Balsem” tidak mendidik rakyat dan ada yang menuding sebagai money politic menjelang Pemilu 2014.

Bagaimana setelah empat bulan ? “Balsem” yang diberikan pemerintah tidak banyak membawa perubahan bagi masyarakat miskin. Warga masyarakat miskin tetap menggosokan Balsem sebagai obat untuk sakit kepala. Dan, “Balsem” dari pemerinah terbukti bukan obat gosok Bantuan Langsung Sembuh tapi Bantuan Langsung Semprul, karena kepala masyarakat miskin masih tetap cenat- cenut. Pusing! ***

CATEGORIES
TAGS