Warisan Itu Berupa Fondasi Ekonomi yang Rapuh

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

SETIAP akhir periode jabatan presiden selalu diharapkan meninggalkan legacy yang baik. Dalam bidang ekonomi, yang diharapkan bukan sekadar pertumbuhan yang tinggi sebagai bentuk legacy. Lebih dari itu, yang sangat diharapkan adalah terbangunnya fondasi ekonomi yang kuat dan kokoh sebagai dasar untuk melangkah lebih lanjut ke depan. Namun, tanda-tandanya tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu Kedua ini belum akan berhasil meninggalkan legacy seperti yang diharapkan.

Kalau begitu apakah bisa dibilang kepemimpinan presiden SBY selama 10 tahun terakhir ini di bidang ekonomi dianggap tidak berhasil, tentu tidak bijaksana. Selama kepemimpinan beliau up and down ekonomi memang sering terjadi. Tahun 2008 terjadi krisis ekonomi dan Indonesia bersyukur dapat terbebas dari dampak krisis itu, karena pemerintah berhasil memanajemeni dengan baik kebijakan makro ekonomi berbekal pengalaman dari krisis ekonomi tahun 1998.

Tahun ini, 2013, genap setahun jelang pergantian presiden tahun 2014, Indonesia dilanda kesulitan ekonomi baru akibat dari pengaruh eksternal yang mengakibatkan nilai tukar terpuruk. IHSG jeblok dan neraca transaksi berjalan defisit. Mudah-mudahan ini hanya demam sesaat, tapi semua pihak dengan jujur mengakui bahwa secara fondamental ekonomi Indonesia tidak mantap menopang dampak kemunduran kinerja ekonomi ekonomi global. Imbas ini memang bukan hanya Indonesia yang mengalami, negara-negara lain juga ikut merasakan dampaknya, seperti, China, India, Brasil, dan negara-negara lain.

“Obat Mujarab”

Kalau kita sudah tahu bahwa fondasi ekonomi kita tidak kokoh, tentu harus dicari “obat” dan ramuan macam mana dan dalam waktu berapa lama setelah obat diminum postur tubuh ekonomi Indonesia dapat menjadi kokoh dan kuat. Tahun 1998, kita dikasih obat oleh IMF, tapi ternyata penyakitnya tidak sembuh. Sebaliknya, Malaysia tidak meminum obat IMF, tapi meminum obat ramuannya sendiri, sembuhnya malah lebih cepat dan ekonominya kembali sehat.

Publik Indonesia bukan semuanya ahli ekonomi. Presiden kita juga bukan ahli ekonomi. Menko Perekonomian juga bukan ahli ekonomi yang piawai dan jago menyiapkan ramuan obat mujarab untuk memperbaiki kinerja ekonomi di republik ini. Menko Perekonomian adalah politikus yang kalau ada masalah ekonomi intuisi politiknya yang bekerja.

Elektabilitas politiknya yang lebih diutamakan ketimbang elektabilitas dan kredibilitas ekonominya. Memutuskan soal kenaikan harga kedelai saja akhirnya bingung sendiri. Menaikkan harga BBM saja maju-mundur, padahal berdasarkan logika ekonomi, harga BBM semestinya sudah harus dilakukan 1-2 tahun yang lalu. Tetapi, karena logika politik (pencitraan) yang menjadi pertimbangan utama, maka akibatnya baru diputuskan pada 2013, yang akhirnya berdampak pada inflasi yang besar karena terjadi di saat harga bahan pangan mulai bergejolak naik.

Jujur mengatakan, pada tataran kebijakan ekonomi, pemerintah hanya rajin otak-atik kebijakan makro. Pada sisi yang lain, yaitu di level kebijakan mikro/sektor, pemerintah hanya bisa menjadi pemadam kebakaran. Semua masalah yang timbul ditangani kasus per kasus, seperti, soal upah buruh, pangan, gas, dan lain-lain yang menelan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya. Setiap tahun masalah serupa selalu muncul.

Waktu tim ekonomi di kabinet habis terpakai untuk mengurus hal-hal yang tidak akan pernah bisa membangun sektor infrastuktur, pertanian, kelautan, industri, IKM, tambang dan mineral, pariwisata, dan lain-lain. Ke depan, sektor-sektor tersebut tidak boleh diabaikan lagi. Pemerintah yang baru harus punya fokus untuk mengembangkan sektor riil yang pada gilirannya akan bisa membuat fondasi ekonomi kita kuat.

Daya saing ekonomi nasional juga harus dibenahi agar Indonesia tidak lagi menyandang gelar sebagai negara yang ekonominya berbiaya tinggi. Pendek kata, “PR”-nya banyak, karena warisannya adalah fondasi ekonomi yang rapuh. Tim ekonomi ke depan sebaiknya diambil dari para profesional yang andal, jangan lagi memasukkan unsur dari parpol sebagai anggota tim ekonomi kabinet. ***

CATEGORIES

COMMENTS