Semua Lini Peradilan Rusak

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

ADALAH mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshidiqie mengatakan kalau semua lini peradilan di negeri yang kita cintai ini telah rusak. Bentuk kerusakan dimaksud, yakni sistem yang diterapkan mengarah kepada penegakan peraturan, bukan penegakan keadilan.

Dampak negatif dari kerusakan itu kata Jimly yang juga mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, telah menelan cukup banyak korban, salah satunya, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Antasari dinilai Jimly diadili dengan sistem peradilan sesat.

Tulisan ini terus terang tidak ada maksud untuk membedah kasus Antasari yang disebut sebagai pelaku pembunuhan terhadap Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen beberapa waktu silam. Akan tetapi ingin mengajak pembaca membayangkan keadaan negeri ini, khususnya dari sisi penegakan keadilan, jika peradilan yang dilakonkan para pendekar hukum adalah peradilan sesat.

Sulit memang membayangkannya. Akan tetapi kalaulah benar penilaian Jimly, tonggak pertahanan negeri ini sudah terancam roboh, tidak lagi mempunyai kekuatan, tidak kekar lagi, tapi sudah ambrol.

Yang paling mengerikan lagi, semua lini peradilan telah rusak, apakah itu kepolisian, kejaksaan dan juga hakim. Putusan-putusan hukum yang dilakukan hakim di pengadilan sudah diragukan kemurniannya, sementara saat membacakan vonis, seorang hakim selalu menyebut atas nama Tuhan Yang Maha Esa.

Nah, kalau kepada orang penting di negeri ini saja sudah diberlakukan peradilan sesat, akan bagaimana nanti nasib para rakyat kelas teri yang sedang mencari keadilan. Bisa-bisa yang diterapkan adalah praktik peradilan yang lebih rusak lagi dan yang lebih sesat lagi.

Kasus Antasari ini bisa terungkap kembali, dan semua pemangku kepentingan mau mempersoalkannya, harus kita akui, itu semua karena Antasari adalah warga negara kelas satu, atau di atas kelas masyarakat kelas teri.

Artinya, seandainya Antasari yang kata Jimly diadili dengan peradilan sesat, bukan orang penting, atau adalah rakyat jelata dan miskin, kejanggalan-kejanggalan hukum yang ada selama persidangan, tidak akan muncul ke permukaan.

Untuk itu, peradilan sesat di muka negeri ini harus dihentikan praktiknya. Kepada peradilan sesat tidak ada tawar menawar dan tidak ada kompromi akan tetapi harus dibasmi. Lini-lini yang rusak tadi wajib dibenahi, wajib diperbaiki dan bila perlu figur-figur penemu praktik peradilan sesat berikut yang mempraktikkannya, segera tangkap dan segera pula adili.

Praktik peradilan sesat, jika sudah merambah ke semua tingkat peradilan, akan cukup banyak warga negara ini yang disesatkan. Kalau kita kaji lagi lebih dalam, persoalan hukum di antara warga, khususnya di desa-desa yang jauh dari kota, selalu dan selalu mewarnai kehidupan mereka.

Warga negara yang belum melek hukum akan lebih gampang disesatkan karena tidak punya kemampuan bertanya apalagi menggugat. Nah, di sinilah bahayanya peradilan sesat. Nantinya para pendekar hukum di desa-desa yang jauh di lereng bukit sana, akan seenak perutnya menghukum dan menjatuhkan vonis kepada para pencari keadilan.

Obyektifitas atau keabsahan vonis hukum yang dijatuhkan hakim akan terus kita ragukan sehingga nanti akan lahir rumor yang menyebut, kalau para pendekar hukum sesat, hanya membela yang bayar, bukan membela yang benar. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS