MKMK Temukan Fakta Kebohongan Ketua MK, Anwar Usman
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mendapatkan temuan dugaan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman berbohong soal alasannya tak ikut memutus tiga perkara terkait uji materi usia batas calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang akhirnya ditolak MK.
Hal itu berdasarkan dugaan yang disampaikan salah satu pelapor dan kemudian dikonfirmasi terhadap para hakim konstitusi yang diperiksa. Sejauh ini, MKMK telah memeriksa enam hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih pada 31 Oktober 2023. Kemudian, Saldi Isra, Manahan Sitompul dan Suhartoyo pada Rabu (1/11/2023) hari ini.
“Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan, Rabu.
“Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar,” ujarnya lagi.
Kronologi mengenai mangkirnya Anwar Usman dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) putusan tiga perkara itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Arief Hidayat mengatakan, 19 September 2023 delapan dari sembilan majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29, 51 dan 55/PUU-XXI/2023.
Perkara 29 diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), perkara 51 diajukan Partai Garuda dan perkara 55 dilayangkan sejumlah kepala daerah, yang seluruhnya sama-sama menggugat batas usia minimum capres-cawapres.
Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar keterangan ahli, pihak terkait Gerindra, serta presiden dan DPR, untuk perkara ini.
“RPH dipimpin Wakil Ketua (Saldi Isra) dan saya menanyakan mengapa ketua tidak hadir. Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pendapat berbedanya dalam sidang pada 16 Oktober 2023. “Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, di mana kerabat ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo,” ujarnya lagi.
Tanpa Anwar Usman yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah).
Oleh karenanya, MK secara aklamasi menolak gugatan yang diajukan PSI, Garuda dan para kepala daerah itu.
Namun, dalam RPH berikutnya, menurut Arief, Anwar Usman menjelaskan bahwa ia tak ikut memutus perkara PSI, Garuda dan para kepala daerah, karena alasan kesehatan.
“Bukan untuk menghindari konflik kepentingan (conflict of interest) sebagaimana disampaikan Wakil Ketua pada RPH terdahulu,” kata Arief Hidayat.
Dengan kehadiran Anwar, sikap hakim konstitusi mendadak berbalik 180 derajat, menyatakan bahwa kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Kemudian, atas dasar putusan MK itu diketahui bahwa Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka bisa mengikuti Pilpres 2024 walaupun usianya belum mencapai 40 tahun. (sabar)