Gibran Anak Muda Salah Didik, Jokowi Merusak Etika

Loading

Oleh: Petrus Selestinus

 

BERKAS persyaratan Gibran Rakabuming Raka (GRR), kader PDIP, Walikota Surakarta, sebagai Cawapres Pendamping Capres Prabowo Subianto (PS), Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra disebut-sebut sudah lengkap dan siap untuk diserahkan ke Partai Koalisi Indonesia Maju (KIM), guna dibawa ke pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Meskipun GRR disebut-sebut akan maju sebagai bakal Cawapres mendampingi Capres PS, diputuskan dalam Rapimnas Partai Golkar pada 21/10/ 2023, akan tetapi lompatnya GRR ke Partai Golkar dilakukan secara tidak elok, tidak tahu diri, tidak tahu adat dan tidak punya adab, sebagai gambaran dari watak Jokowi yang tidak lagi peduli dengan pentingnya menjaga persatuan bangsa.

Padahal Jokowi maupun GRR adalah kader PDIP yang dibesarkan hingga menduduki jabatan publik yang strategis, mulai dari jadi Walikota Surakarta, Gubernur DKI, hingga dua periode jadi Presiden RI, sementara GRR jadi Walikota secara instan tanpa keringat dan jelas prestasinya, namun sekarang lompat pagar, tanpa jaga etika, abaikan adat dan budaya ketimuran serta ingkar terhadap etika dalam hidup bernegara.

Karena itu sudah waktunya partai politik peserta pemilu membuat kode etik antar parpol untuk mengatur tata cara dan perilaku kader partai dan pimpinan partai dalam soal pindah partai oleh kader partai yang berkeinginan menjadi pimpinan nasional atau daerah, sebagai bagian dari menjaga etika bernegara dan pendidikan politik bagi generasi muda.

Jokowi Tidak Disiplin

Apa yang dilakukan oleh GRR dalam menepis pertanyaan media bahkan pimpinan PDIP tentang apakah dirinya akan maju sebagai cawapres mendampingi Capres PS, dilakonkan oleh GRR dengan jawaban datar tanpa dosa, bahwa dirinya akan tetap loyal pada PDIP dan Ibu Megawati.

Begitu juga pernyataan Jokowi bahwa urusan capres-cawapres adalah urusannya partai politik. Namun faktanya ada interaksi yang aktif dan secara tidak etis dilakukan oleh Jokowi dengan beberapa partai politk dalam koalisi di luar PDIP, bahkan ikut cawe-cawe bicara soal capres-cawapres di Musyawarah Rakyat (Musra) Relawan Projo hingga deklarasi dukung PS Capres 2024.

Peristiwa skandal di MK dalam perkara PUU No. 90/PUU-XXI/2023, yang diungkap oleh Hakim Salsi Isra, bahwa Anwar Usman sekelebat itu mengubah batas usia minimum capres-cawapres demi keponakan GRR menuju cawapres. Ini memperlihatkan betapa Jokowi sedang menggunting dalam lipatan, tidak disiplin dalam berpartai dan dalam etika bernegara, sehingga Jokowi yang dulu berbeda 180 derajat dengan Jokowi sekarang.

Karena itu pertanyaannya, kapan kita hentikan langkah Jokowi dan Anwar Usman guna menyelamatkan bangsa ini.

Tidak Fokus Urus Negara

Akhir-akhir ini Presiden Jokowi, dipastikan makin sibuk cawe-cawe, baik secara diam-diam atau tertutup maupun secara terbuka soal capres-cawapres. Juga baik dilakukan di istana maupun di tempat-tempat lain, terutama dengan kelompok relawan yang masih setia tegak lurus menunggu aba-aba dari Jokowi kemana atau pada capres mana dukungan diberikan.

Namun di forum-forum terbuka, Presiden Jokowi tanpa rasa malu dan bersalah membantah tidak mengutak-atik urusan capres-cawapres dengan alasan, itu urusannya partai politik, urusannya koalisi partai politik karena dirinya bukanketua umum partai politik. Dirinya bukanlLurah tetapi Presiden RI. Namun kenyataannya, Jokowi hadiri Musyawarah Rakyat (Musra) bersama Projo menjaring capres-cawapres.

Jokowi memang bukan ketua umum partai politik, tapi Jokowi adalah kader PDIP yang menjadi Presiden RI. Mestinya cawe-cawe-nya dengan PDIP bukan dengan parpol lain atau kelompok relawan lainnya.

Jokowi Berbohong

Inilah yang namanya berdusta dan berbohong dari seorang presiden dan putranya, bakal dicontoh pula oleh generasi muda dalam perpolitikan kita hari hari ini.

Memproduksi kebohongan, mendaur ulang kebohongan yang satu untuk menutupi kebohongan lain terus menerus, dilakukan anak dan bapak, jelas merupakan sikap tidak terpuji karena dapat merusak pendidikan politik, merusak adat dan adab ketimuran Indonesia dan bahkan merusak etika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saat ini Presiden Jokowi dipastikan tidak fokus lagi urus negara, sedikit banyak waktunya terbagi untuk memperkuat dinasti politik yang sudah dibangun lewat keluarga dan kroninya di MK, hingga MK dijuluki sebagai Mahkamah Keluarga, karena ipar Jokowi yaitu Anwar Usman adalah Hakim Konstitusi merangkap Ketua MK yang berandil membuka jalan bagi GRR menuju kursi Cawapres 2024.

Fakta-Fakta Nepotisme

Di dalam hukum positif kita, nepotisme adalah perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, memperlihatkan betapa nepotisme Jokowi dengan iparnya Anwar Usman sudah memakan korban dimana MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tidak lagi merdeka. Hakim-Hakim Konstitusi tidak lagi independen dan ini jelas meruntuhkan prinsip negara hukum RI.

Padahal nepotisme sebagai tindak pidana di samping korupsi dan kolusi atau yang sering disebut dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), adalah musuh rakyat yang diamanatkan oleh TAP MPR No. XI/MPR/1999 dan UU No. 28 Tahun 1999, wajib diberantas secara tegas terhadap siapapun juga.

Pecat Ipar Jokowi

Fakta yang tak terbantahkan dimana Presiden Jokowi tidak fokus lagi urus negara dan mulai terbagi fokusnya kepada persiapan  lengser, sembari menyiapkan penerusnya lewat nepotisme bersama iparnya Anwar Usman sebagai Ketua MK, dengan menunggangi partai politik dalam koalisi sebagai jembatan emas bagi GRR dan KP, dalam memperkuat “dinasti” politk.

Ini sangat berbahaya bagi perjalanan bangsa ini ke depan, karena berdampak merusak etika kehidupan berbangsa dan bernegara di kalangan anak muda, terutama yang mengidolakan GRR, sementara GRR saat ini nampak seperti anak muda korban salah didik orang tua.

Dengan demikian cara berpolitik ala Jokowi dan GRR harus dihentikan, dengan cara, pecat Anwar Usman, ipar Presiden Jokowi dari jabatan Hakim Konstitusi dan jabatan Ketua MK; Uji konstitusionalitas Nepotisme Presiden Jokowi dan Anwar Usman, melalui uji pendapat DPR di MK; dan tarik GRR dari usahanya untuk jadi cawapres saat ini, untuk menempa diri agar lebih matang menuju tujuan ke depan secara genuin dan bermartabat.(Penulis Koordinator TPDI & Advokat Perekat Nusantara).

CATEGORIES
TAGS