Jokowi-Ahok Menang, Apa Setelah Itu ?

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

DUEL antara pasangan Jokowi-Ahok dengan Foke-Nara berakhir sudah setelah pasangan Jokowi-Ahok berhasil mengungguli lawannya Foke-Nara dengan skor 56 % : 44 %. Itu artinya, pasangan baru ini akan memimpin ibukota Republik Indonesia, Jakarta untuk satu periode.

Masyarakat Jakarta memberi mandat kepercayaan kepada Jokowi-Ahok mengelola Jakarta sekaligus menggantungkan harapan di tangan pemenang, Jakarta tampil lebih baik.

Walau semua pihak tidak secara langsung bersinggungan dengan proses pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta tersebut, namun harus diakui, semua elemen masyarakat Jakarta, bahkan yang ada di luar Jakarta sekali pun, turut serta merasakan capeknya.

Paling tidak, kecapekan itu dirasakan melalui perang syaraf yang timbul akibat berbagai spanduk dan seruan yang sering terbaca dan terdengar. Selama proses menuju Pilkada DKI Jakarta 20 September 2012, tidak jarang warga DKI Jakarta was-was, khawatir apa yang akan terjadi sebab sering “pertarungan” itu diwarnai dengan kalimat-kalimat yang bisa menyerang kepercayaan.

Namun syukur, rasa was-was dan kekhawatiran itu tidak terjadi dan tidak akan pernah terjadi. Pilkada berjalan mulur, tertib dan aman bahkan yang memilih Jokowi-Ahok mencapai 55 persen.

Baik. Kita tinggalkan rasa capek dan mari kita memasuki lembaran baru. Kemenangan pasangan tersebut harus kita yakini bahwa yang menang adalah Jakarta, yang menang adalah Indonesia dan yang menang adalah rakyat. Kalau selama proses kampanye, warga Jakarta seolah “pecah”, kini, seusai kampanye, saatnya kita bersatu lagi.

Pasangan pemenang bersama seluruh elemen harus bekerja keras dan tugas yang paling berat dari gubernur yang baru adalah menjaga kepercayaan yang diserahkan rakyat. Yang berat bagi Jokowi-Ahok adalah menjaga kepercayaan. Janji mereka kepada rakyat Jakarta adalah membuat kota ini berubah. Dan jangan lupa, tidak mudah untuk menunaikan kepercayaan rakyat Jakarta. Kita berharap pula agar pasangan ini harus dan selalu konsisten pada cita-cita perubahan.

Jokowi-Ahok jangan sampai larut dengan kemenangan yang direbut dan jangan sampai terlena dengan kekuasaan sehingga lupa akan janji kepada rakyat.

Ingat pula bahwa kelemahan penguasa adalah, setelah dia memimpin, hubungan dengan masyarakat yang menjadikan dirinya mencapai tampuk kekuasaan adalah, karena melupakan seluruh janji yang pernah diucapkan kepada rakyat.

Calon penguasa, setelah berhasil memenangkan pertarungan lalu duduk di kursi empuk yang penuh dengan fasilitas, umumnya lebih tertarik bergaul dengan orang-orang tertentu, katakanlah mereka yang berkantung tebal sehingga tidak ada lagi waktu untuk rakyat.

Kembali kepada komitmen Jokowi-Ahok untuk membawa Jakarta ke arah yang lebih baik, Jokowi harus segera mewujudnyatakannya. Jangan lukai hati rakyat yang sudah menggantungkan harapannya di pundak Jokowi dan Ahok.

Beragam masalah yang mewarnai kehidupan warga Jakarta dan masalah yang sangat populer adalah macet dan banjir. Hampir tidak ada badan jalan di Jakarta yang tidak dipenuhi dengan kemacetan.

Dan setiap ada pergantian pemimpin di Jakarta, isu macet selalu laris “dijual”. Demikian juga masalah banjir. Dua isu ini (banjir dan macet) merupakan “barang dagangan” yang paling laris dijual saat kampanye dan warga Jakarta sangat tertarik mendengar strategi mengatasi banjir dan macet tersebut.

Hasilnya? Seperti yang kita saksikan bersama-sama. Macet semakin menyesakkan dada pengguna jalan raya. Tapi seiring dengan itu, Jokowi-Foke selama kampanye, sudah membuat statement akan segera memembawa Jakarta ke iklim yang lebih baik. Mampukah ? ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS