Hukum Berat Hakim Anwar Usman dengan Pemberhentian Tidak dengan Hormat

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Perekat Nusantara menuntut Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) agar menjatuhkan sanksi berat dengan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Hakim Anwar Usman, demi mencegah pemakzulan.

Hal itu dikatakan Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) & Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) kepada pers di Jakarta, Rabu.

Menjatuhkan sanksi berata kepada ipar Presiden Jokowi tersebut kata Petrus bukannya tidak beralasan. Katanya, dari enam butir fakta-fakta peristiwa pelanggaran yang diduga dilakukan Anwar Usman yang diungkap dalam persidangan, Perekat Nusantara dan TPDI meminta agar pelanggaran etika Anwar Usman dikategorikan sebagai pelanggaran berat, karena didukung bukti-bukti autentik.

‘’Berdasarkan fakta-fakta persidangan itu, kami beralasan agar Anwar Usman diberi sanksi berat yaitu Pemberhentian Tidak Dengan Hormat”, jelas Petrus.

MKMK menurut dia, dalam persidangan Pemeriksaan Pendahuluan, Perkara No. 2/MKMK/L/ ARLTP/10/2023, tanggal 1 November 2023, pukul 09.00 WIB di Gedug 2 Mahkamah Konstitusi, telah mendengar keterangan dan menerima surat bukti dari Perekat Nusantara dan TPDI sebagai pelapor.

Dalam keterangan itu kata Petrus, dijelaskan esensi laporannya terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim terlapor Anwar Usman, sbb:

Pertama, terdapat fakta yang notoire feiten bahwa hakim terlapor Anwar Usman ketika memimpin persidangan hingga memutus perkara uji materiil pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017, tentang pemilu berada dalam conflict of interest, karena terdapat hubungan keluarga semenda sebagai ipar dari Jokowi.

Kedua, dalam Perkara No.90/PUU-XXI/ 2023, Presiden Jokowi adalah pihak pemberi keterangan dalam perkara uji undang-undang dimaksud dan Gibran Rakabuming Raka selaku putra sulung Jokowi, kepentingannya diperjuangkan dalam proses uji materiil perkara No.90/PUU-XXI/2023 dan Perkara No.91/PUU-XXI/2023.

Ketiga, baik Presiden Jokowi maupun pemohon tidak menyatakan keberatan dan meminta Hakim Konstitusi Anwar Usman untuk mundur dari persidangan Perkara No.90-91/PUU-XXI/2023. Begitu juga Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak pernah menyatakan mengundurkan diri dari persidangan perkara itu atas alasan berkepentingan.

Keempat, Perkara No.90-91/PUU-XXI/2023, sebelumnya pernah dicabut, namun dua hari kemudian dibatalkan pencabutannya dan didaftar kembali. Padahal menurut hukum acara MK, perkara yang sudah dicabut tidak dapat didaftarkan lagi.

Kelima, Putusan Perkara No.29-51-55/PUU-XXI/2023, mayoritas hakim menolak permohonan uji materil pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017. Dengan alasan itu merupakan kewenangan open legal policy dari DPR dan pemerintah, sementara itu terhadap perkara No. 90/PUU-XXI/2023 yang obyeknya sama dan diproses dalam waktu yang bersamaan ko putusannya berbeda 180 derajat.

‘’Ini sikap inkonsistensi,’’ tegas Petrus.

Pengamanan Gibran di Pilpres

Keenam, ada perbedaan sikap hakim Anwar Usman yaitu dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) perkara No. 29-51-55/PUU-XXI/2023 tidak pernah hadir dengan alasan menghindari conflict of interest. Namun dalam RPH perkara No. 90/ PUU-XXI/2023, Anwar Usman ikut aktif sidang dan melobby hakim-hakim lain serta membantah ketidak hadirannya pada RPH Perkara No. 29-51-55/PUU-XXI/ 2023 karena sakit bukan karena menghindari conflict of interest (berbohong).

Dari enam bukti fakta-fakta tersebutlah kata Petrus sanksi berat ini merupakan sanksi yang setimpal karena masyarakat bahkan DPR sudah mengancam akan memakzulkan Presiden Jokowi karena memperalat MK untuk kepentingan dinasti politiknya yaitu pengamanan Gibran jadi cawapres adalah di MK. Artinya, jika sekiranya hasil pilpres di bawa ke MK,  di sana sudah ada Anwar Usman, yang Om-nya Gibran dan iparnya Jokowi.

Petrus Selestinus, juga meminta Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie mengklarifikasi alasan mempercepat proses persidangan dan akan memutus semua laporan pelapor  7 November 2023, apakah karena 8 November KPU akan menetapkan Pasangan Calon dan sebagainya.

Jika demikian, Perekat Nusantara dan TPDI keberatan, karena itu berarti MKMK bekerja tidak independen dan di bawah kendali proses politik di KPU demi kepentingan Gibran dan Istana.

Atas permintaan itu, Jimly Asshiddiqie menjel askan,percepatan proses dan agenda putus menjadi 7 November 2023, karena untuk segera menjawab tuntutan publik. Juga MKMK sudah memiliki bukti cukup dan keyakinan untuk segera memutus perkara pelanggaran Etik Hakim Konstitusi Anwar Usman. (sabar)

 

 

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS