Anwar Usman tidak Berhak Memilih dalam Pemilihan Ketua MK Baru, Kamis, 9 November 2023

Loading

Oleh: Petrus Selestinus

 

DUA butir amar putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), yang paling penting terkait pemilihan Ketua MK sebagai pengganti Anwar Usmam, adalah amar tentang memberhentikan Anwar Usman dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan menyatakan Anwar Usman tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan sebagai Hakim Konstitusi berakhir.

Untuk menjaga kemurnian pemilihan pimpinan MK dari pengaruh anasir-anasir Anwar Usman dan istana dengan calon pimpinan yang baru, maka Wakil Ketua MK, Saldi Isra selaku yang diberi mandat oleh putusan MKMK untuk menyelenggarakan pemilihan pimpinan MK yang baru, harus membuat tata tertib pemilihan termasuk ketentuan yang menyatakan; ‘’Anwar Usman tidak berhak memilih dan dipilih’’.

Ini adalah tindakan untuk mengisolir Anwar Usman dari aktivitas yang berhubungan proses pemilihan pimpinan MK dan konsekuensi dari amar putusan MKMK yang menyatakan Anwar Usman tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK, sampai masa jabatan sebagai Hakim Konstitusi berakhir.

Isolasi

Pengisolasian Anwar Usman dari aktivitas yustisial dan judisial di MK, termasuk dalam soal proses pemilihan pimpinan MK, merupakan suatu sanksi sosial yang berasal dari kebijakan Pimpinan MK yang baru nanti, agar putusan MKMK ini benar-benar membawa efek jera buat Anwar Usman dan kembalikan marwah MK pada posisi semula.

PEREKAT Nusantara dan TPDI akan hadir di Gedung MK untuk memantau jalannya Sidang Musyawarah pemilihan Ketua MK yang baru dan diharapkan, Ketua MK terpilih nanti bisa benar-benar tidak berafiliasi dengan Anwar Usman, apalagi yang memiliki hubungan keluarga dengan Pak Lurah.

Pernyataan Anwar Usman dalam keterangan pers, Rabu 8/11/2022, bahwa pihaknya merasa difitnah dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK), dimana dia menyebut sebagai fitnah yang tidak berdasar, hal itu tidak benar bahkan ngeyel.

Ini adalah sikap salah sendiri, karena selama Anwar Usman menjabat Ketua MK, organ penting yang disebut MKMK, tidak pernah disiapkan perangkat hukum untuk banding dan tidak dibuatkan peraturan MK khusus untuk MKMK tingkat banding sebagai upaya hukum dan hukum acaranya.

Salah Hitung

Karena itu, kalau sekarang Anwar Usman merasa dirinya difitnah, mengapa tidak menyiapkan perangkat hukum untuk banding. Ini namanya senjata makan tuan alias salah hitung.

Mestinya ketika Anwar Usman membuat Peraturan MK No.1 Tahun 2023 tentang MKMK, pengaturan pada BAB khusus tentang Banding  dan mekanisme banding serta hak pelapor untuk banding, agar semuanya fair dan adil. Namun yang terjadi, justru Anwar Usman bersikap anti kontrol MKMK dan kontrol publik.

Sekarang bagaimana MKMK yang nantinya akan dibentuk pasca Ketua MK baru, akan ada Laporan Pelanggaran Kode Etik jikid II untuk memeriksa dan mengadili Anwar Usman, atas jenis pelanggaran lain, yang kemarin tidak ikut dilaporkan, diperiksa dan diputuskan.

Kekeliruan Jimly

Padahal menurut MKMK, hakim terlapor yakni Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” karena itu pilihan sanksi yang tepat bagi MKMK, seharusnya PDTH terhadap Anwar Usman dari Hakim Konstitusi, bukan dari jabatan Ketua MK.

Inilah yang harus dikoreksi, diluruskan karena ada kekeliruan Jimly Asshiddiqie dkk, Ketua Majelis dan Anggota MKMK ketika memutus, apakah keliru atau ingin melindungi Anwar Usman akibat intervensi, hanya Tuhanlah yang tahu. Masyarakat tidak perlu berkecil hati karena masih ada hari esok. (Penulis, Koordinator Perekat Nusantara & TPDI, tinggal di Jakarta).

CATEGORIES
TAGS