Jangan Gunakan Simbol Agama untuk Melakukan Kejahatan

Loading

IMG_7716.jpg2

Oleh: Fauzi Aziz

 

MENARIK mengikuti kasus Kanjeng Dimas yang mengaku mampu  menggandakan uang. Fenomena ini makin mengasikkan manakala uang ternyata sudah benar-benar menjadi dewa dalam kehidupan kebendaan di dunia.

Semua orang di belahan dunia manapun pasti membutuhkan uang dan paling tidak, ada beberapa fungsinya yang kini kita kenali yakni sebagai alat pembayaran yang sah.Tanpa uang, seseorang tak akan mampu melaksanakan transaksi apa-apa.

Fungsi yang lain adalah dapat digunakan sebagai komoditas dan investasi dan karena itu, hampir semua negara di dunia mengembangkan apa yang disebut sebagai pasar uang (financial market) dan pasar modal (capital market).

Uang dalam sisi yang lain menempatkan perannya sebagai standart of life bagi kehidupan seseorang. Memiliki banyak uang berarti seseorang dianggap kaya raya atau tajir. Di pasar uang dan di pasar modal, uang bisa digandakan nilainya karena mendapatkan keuntungan dari setiap transaksi yang dilakukan, meskipun tidak selamanya bisa mendatangkan keuntungan karena sesekali juga dapat merugi.

Kasus penggandaan uang yang diduga dilakukan Kanjeng Dimas secara praktek hakekatnya barangkali dapat disebut juga menjalankan perannya sebagai pasar uang dan pasar modal. Hanya saja dilakukan secara ilegal. Atau bisa disebut melaksanakan pasar uang dan pasar modal secara gelap (black market). Black market ini patut diduga dikelola oleh “yayasan yang dibentuk”.

Cara penghimpunan dananya dilakukan seperti yang informasinya telah beredar di berbagai media, baik cetak, elektronik maupun sosial media. Perlu dicatat praktek semacam itu, di negeri ini kalau mau ditelusuri pasti banyak yang melaksanakan “pasar gelap” yang berlindung di balik penggandaan uang.

Di dunia ini pencinta uang gelap sangat banyak. Koruptor, pedagang narkoba dan penjudi adalah para pencinta uang gelap kelas berat. Saking cintanya dan sudah dibudakin uang, mereka sampai harus melakukan tindakan pencucian uang (money laundry) dan dananya mereka simpan di berbagai tempat di dunia yang dapat melindungi aset mereka.

Khusus terkait dengan masalah penggandaan uang ini, praktek seperti yang diduga dilakukan Kanjeng Dimas, di luar kasusnya yang lain dapat dipandang sebagai “kejahatan” karena telah menjalankan praktek gelap, yakni bisnis penggandaan uang.

Siapa yang menempatkan dananya disitu karena dilakukan atas dasar kepercayaan, maka hampir pasti dan patut diduga praktek tersebut tidak didukung dokumen atau perjanjian transaksi seperti diatur dalam peraturan perundangan.

Barangkali hanya tanda terima saja yang ada dan janji pengembalian yang ternyata raib. Kasus perdata atau pidananya biar saja aparat penegak hukum menanganinya. Pertanyaan juga perlu ditelusuri justru uang yang dihimpun digunakan untuk apa. Apakah dipakai untuk investasi, pengembangan bisnis riil atau untuk apa.

Atau juga menjalankan praktek bank titil (rentenir) dengan alasan membantu usaha yang dikerjakan sektor UMKM, petani dan nelayan. Uang yang diperoleh dengan cara yang halal dan tidak halal, ketika sudah masuk ke dalam sistem finansial yang legal pasti sulit ditelusuri kecuali kasusnya terungkap.

Siapa tahu dananya juga ada yang disimpan di luar negeri dan mungkin tidak ikut progam tax amnesty. Hal-hal semacam itu sebaiknya juga ditelusuri. Uang adalah benda mati yang mendatangkan kenikmatan bagi yang empunya. Uang akan tetap dan terus beredar di masyarakat di seluruh dunia karena peran dan fungsinya sangat sentral untuk menopang kehidupan duniawi. Pernah ada yang mengatakan bahwa ekonomi dunia di masa mendatang akan di drive oleh ekonomi pangan, energi, pariwisata, hiburan dan perjudian.

Kalau perjudian ini dipossikan sebagai mesin pertumbuhan, maka cara memperoleh uang dengan cara halal atau tidak halal tidak penting lagi bagi mereka yang memandang perjudian dianggap sebagai bagian dari praktek ekonomi dan bisnis.

Bahkan bermain uang di pasar uang dan pasar modal dikatakan sebagai praktek casino capitalism yang sudah mengglobal. Jadi fenomena Kanjeng Dimas yang diduga menjalankan praktek penggandaan uang yang dilakukan dengan cara/metodenya sendiri hanya hukum yang bisa membuktikan benar atau tidak. Yang pasti cara penggandaan apapun modusnya jangan sekali-kali menggunakan agama atau simbol-simbol agama sebagai tempat berlindung untuk melakukan kejahatan karena agama selalu mengajarkan kebaikan dan agama manapun itu, tidak pernah mengajarkan permusuhan. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS