Diterbitkan, PP 23/2015 Tentang Pengelolaan Bersama SDA Minyak dan Gas Bumi di Aceh

Loading

ilustrasi
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo, 5 Mei 2015. Peraturan Pemerintah itu juga mengatur kontrak kerja sama pengelolaan kegiatan usaha hulu yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh.

Menurut PP ini, kegiatan usaha hulu dilaksanakan pada suatu wilayah kerja yang direncanakan dan disiapkan oleh menteri, yang berada di darat dan laut wilayah kewenangan Aceh. Kegiatan ini akan ditawarkan kepada kontraktor setelah mendapatkan persetujuan rekomendasi gubernur.

“Kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat persyaratan: a. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; b. Pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA); b. Pengendalian manajemen operasi berada pada BPMA; dan c. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh kontraktor.” Demikian Pasal 37 PP tersebut, seperti dipetik dari laman Setkab.

Berdasarkan PP itu, untuk mendapatkan wilayah kerja, kontraktor harus mengikuti lelang yang dilaksanakan oleh menteri bersama guberntur melalui pengumuman di media cetak, media elektronik, dan media lainnya; dan promosi wilayah kerja. Dalam pelaksanaan lelang, menteri bersama gubernur membentuk Tim Penawaran Wilayah Kerja, yang anggotanya terdiri atas unsur Pemerintah, Pemerintah Aceh, BPMA, dan Perguruan Tinggi.

Tim Penawaran Wilayah Kerja akan menyusun konsep kontrak kerja sama pada setiap wilayah kerja sama yang akan ditawarkan kepada kontraktor, di mana dalam konsep tersebut paling sedikit memuat ketentuan di antaranya: a. Penerimaan negara; b. Wilayah kerja dan pengembaliannya; c. Kewajiban pengeluaran dana; d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi; e. Jangka waktu kondisi perpanjangan kontrak; f. Kewajiban pemasokan Minyak dan Gas Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri; g. Berakhirnya kontrak; h. Kewajiban pasca ekplorasi dan ekploitasi; dan i. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Menurut Pasal 45 PP 23/2015 ini, kontrak kerja Sama sebagaimana dimaksud mempunyai jangka waktu paling lama tiga puluh tahun, yang meliputi jangka waktu eksplorasi dan eksploitasi. “Jangka waktu eksplorasi adalah 6 (enam) tahun dan atas permintaan kontraktor dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) kali paling lama 4 (empat) tahun,” bunyi Pasal 45 Ayat (2) PP tersebut.

Disebutkan, apabila dalam jangka waktu eksplorasi, kontraktor tidak menemukan cadangan minyak bumi dan/atau gas bumi yang dapat diproduksikan secara komersial maka kontraktor wajib mengembalikan seluruh wilayah kerjanya.

“Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun untuk setiap kali perpanjangan,” bunyi Pasal 46 Ayat (1) PP No. 23 Tahun 2015.

Selain itu, dalam PP diatur, sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diprodusi dari suatu wilayah kerja, kontraktor wajib menawarkan hak dan kewajiban atau participating interest paling sedikir 10% kepada Badan Usaha Milik Aceh. Selanjutnya, Badan Usaha Milik Daerah diberi waktu 90 hari untuk menyampaikan kesanggupan untuk mengambil participating interest itu.

Mengenai penjualan minyak bumi dan/atau gas bumi dari pengelolaan bersama itu, menurut PP ini, akan ditunjuk oleh menteri setelah mendapat rekomendasi Kepala BPMA dan persetujuan dari gubernur. Penunjukan kontraktor sebagai penjual minyak bumi dan/atau gas bumi dari pengelolaan bersama itu, ditindaklanjuti dengan perjanjian antara BPMA dengan penjual minyak bumi dan/atau gas bumi.

Ditegaskan dalam Pasal 67 PP, kontraktor bertanggung jawab untuk ikut serta memenuhi kebutuhan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan dalam negeri dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha hulu, menurut PP ini, adalah untuk pemerintah sebesar 70% dan untuk Pemerintah Aceh 30%. persen).

Bonus tanda tangan yang diterima oleh pemerintah akibat penandatanganan Kontrak Bagi Hasil wajib dibagikan kepada Pemerintah Aceh dengan persentase 50% dan Pemerintah 50%. Sedangkan bonus produksi wajib dibagihasilkan kepada Pemerintah Aceh 50%, dan Pemerintah 50%. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 5 Mei 2015. (ril/ender)

CATEGORIES
TAGS