Serakah

Loading

Oleh: Edi Siswoyo

Ilustrasi

Ilustrasi

BANYAK orang yang tidak suka dengan perilaku serakah. Tapi, dalam perkembanganya serakah telah menjadi “pujaan” baru dalam masyarakat modern. Sejak reformasi bergulir tahun 1998 di masyarakat Indonesia tidak jarang keserakahan didukung kekuasaan.

Sikap serakah sering memanifestasi diri dalam bentuk konflik dan tindak kekerasan. Maka, tidak berlebihan kalau kita sering menyaksikan konflik di berbagai bidang kehidupan dan aksi kekerasan di banyak tempat di wilayah nusantara. Di lapangan, kekerasan seperti telah menjadi cara baru untuk menyelesaikan soal yang terjadi. Hukum kehilangan kewibawaan menghadapi berbagai bentuk keserakahan.

Sejarah mencatat–untuk pertama kalinya–seorang Kapolsek Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Sumaera Utara, Ajun Komisaris Andar Siahaan tewas dikeroyok massa saat hendak menangkap bandar judi gelap. LP Cebongan dimasuki gerombolan bersenjata dan mengeksekusi empat orang tahanan. Sebelumnya, Markas Polres Ogan Komering Ulu, Sumaera Selatan, diserbu dan dirusak tentara.

Di dalam catatan sejarah juga berderet aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) yang seharusnya menjaga wibawa hukum malah melanggar hukum. Tidak sedikit deretan pejabat dan elite politik yang mati rasa melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara dan mensengsarakan rakyat. Itulah repotnya kalau keserakahan didukung oleh kekuasaan.

Dalam kondisi seperti itu sudah tentu fokus pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono menjadi terganggu dalam mengakhiri etape terakhir pemerintahannya tahun 2014. Perhatian SBY “terpecah” antara urusan negara dan urusan partai setelah dipilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Bali

Di tengah kegalauan itu, keserakahan akan menghiasi perjalanan waku. Kita berharap ada perubahan yang tidak hanya dalam arti fisik sebatas mencegah meruyaknya keserakahan, tetapi juga dalam arti membangun niat, semangat dan tindakan untuk hidup berlandaskan moral dan hukum sehingga menjadi manusia yang bermarabat. Makna perubahan akan terasakan jika dilandasi semangat konstitusional yang dikembangkan dalam kolegialitas masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia! ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS