PK Tanpa Novum berarti Menegakkan Benang Basah
Oleh: Marto Tobing
KEBERADAAN Advokat atau dikenal dengan sebutan Pengacara ketika dipercaya untuk mendampingi orang yang sedang berhadapan dengan masalah hukum, tentu saja bukan untuk menegakkan benang basah.
Etika moralitas profesinya itu sesungguhnya sangat menuntut kewajiban harus bersama-sama dengan penegak hukum lainnya seperti di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan untuk mengungkapkan apa yang menjadi fakta.
Faktanya, permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana mati Anddrew Chan dan terpidana mati Myuran Sukumaran telah ditolak Mahkamah Agung (MA).
Penolakan PK kedua terpidana mati warga negara Australia ini tinggal menggunakan haknya memohon grasi (pengampunan) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebagaimana komitmen Presiden permohonan grasi kasus narkoba pasti ditolak. Dengan demikian kedua terpidana mati itu hanya tinggal menunggu hari saatnya Jaksa Agung HM.Prasetyo menyiapkan juru tembak dari unsur kepolisian.
Sebagaimana dikemukakan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Krejagung) Tony Spontana menanggapi tubasmedia.com, Kamis (5/2/15) dasar untuk mengajukan PK hanya jika ditemukan novum yaitu bukti baru.
Bukti baru ini harus yang bisa menggugurkan fakta-fakta yang dikemukakan di ruang sidang pengadilan hingga ke tingkat kasasi di MA. Bukti baru juga harus yang belum pernah diungkapkan selama persidangan berjalan.
Namun dalam pengamatan tubasmedia.com, seringkali Pengacara atau atas petunjuk pembela ini terhadap kliennya gagal di tingkat kasasi, lalu mengajukan PK. Tapi umumnya pengajuan PK oleh MA ditolak. Itu artinya dapat tersimpulkan bahwa novum yang dikedepankan Pengacara atas kepentingan kliennya itu cenderung bersifat spekulatif untung-untungan.
Mungkin harapan pemohon PK itu, syukur-syukur hakim PK “tersulap” ngantuk ketika sedang memeriksa materi permohonan PK yang pada akhirnya bisa-bisa dikabulkan dan terpidana mati itu pun terselamatkan darisasaran tembak.
Padahal jika gugatan PK yang diajukan itu tidak relevan dengan novum sesungguhnya pengacara bersangkutan dapat dipersoalkan telah melakukan pelanggaran etika profresi yang sangat fatal. Sebab siapapun yang menangani kasus para terpidana mati itu pasti dengan penuh kesadaran atas kemustahilan novum. Sebab novum harus sesuai fakta baik itu menyangkut tempus delicti mau pun locus delikti termasuk bukti-bukti baru yang diajukan dalam PK.
Jadi jangan heran jika dalam percakapan public, ada kecenderungan sengaja mengajukan PK hanya untuk sekedar “memaksa” Kejagung untuk menunda-nunda pelaksanaan eksekusi bagi terpidana mati.
Jaksa Agung HM.Parsetyo dengan tegas menyatakan kepada tubasmedisa.com, gugatan PK terpidana mati Andrew Chan dan terpidana mati Myuran Sukumarsan, telah ditolak oleh MA.
Pernyataan Jaksa Agung itu menyiratkan bahwa novum yang diajukan tidak relevan dengan materi perkara sebagai fakta hukum sehingga PK ditolak. Upaya menegakkan benang basah yang dilakukan melalui gugatan PK berkadar speklulasi itu akhirnya rontok***