Minta Ditunda, Tidak Punya Biaya bayar Pengacara

Loading

pajak

SURAKARTA, (tubasmedia.com) – Polah tingkah Ariandi (31) yang dihadapkan sebagai terdakwa kasus pembobolan pajak senilai Rp 1,6 miliar sempat mengagetkan hakim, jaksa dan pengunjung sidang Pengadilan Negeri Surakarta, Kamis (5/2/15).

Masalahnya, sesaat sebelum Jaksa Penutut Umum, Ariandi membacakan surat dakwaan di hadapan ketua majelis hakim Polin Tampubolon, tiba-tiba terdakwa mengajukan interupsi.

“Bapak hakim yang mulia, saya mohon agar sidang ditunda dulu,” pinta terdakwa seraya mengacungkan tangannya ke atas.

Lho…., apa alasan saudara terdakwa minta sidang ditunda,” tanya ketua majelis hakim.

Dijelaskan terdakwa alasannya, karena belum punya pembela, tidak punya biaya untuk membayar seorang pengacara. “Saya mohon agar pengadilan ini mau menyediakan bantuan pengacara negara untuk mendampingi saya,” ujar terdakwa.

Dalam sidang perdana ini terdakwa langsung memberikan surat keterangan tidak mampu yang dia dapat dari Pemerintah Kota Semarang. Surat keterangan tidak mampu itu langsung diserahkan kepada majelis hakim.

Akhirnya, permintaan terdakwa atas penundaan sidang sekaligus mendapatkan bantuan pengacara negara, oleh majelis hakim dikabulkan. Selanjutnya sidang ditunda sepekan tahap pembacaan surat dakwaan JPU.

Menanggapi kerumunan pers seusai sidang, terdakwa Ariandi mengungkapkan bahwa dirinya sudah bangkrut dan jatuh miskin sehingga tidak mempunyai uang untuk menyewa pengacara untuk mendampingi dirinya.

“Saya hanya korban karena nama dan perusahaan saya dipinjam seseorang untuk memanipulasi pajak. Saya bangkrut dan jatuh miskin, sampai tidak bisa sewa pengacara,” keluh pemilik perusahaan farmasi PT. IF ini menanggapi kerumunan pers.

Terdakwa Ariandi terancam hukuman maksimal enam tahun penjara. Dia terjerat hukum karena disinyalir melakukan kejahatan sektor pajak dengan modus penyalahgunaan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pengusaha Kena Pajak yakni membuat faktur fiktif pada tahun 2008.

Faktur fiktif yang dibuatnya, seolah-olah terdakwa Ariandi membayar lebih besar dari pajak yang seharusnya dia bayar ke negara. Setelah itu, dia terbitkan permohonan restitusi ke kantor pajak agar memperoleh pengembalian kelebihan pajak yang dia buat dalam faktur fiktif tersebut. Akibatnya negara dirugikan hingga mencapai Rp Rp 1,6 miliar. (marto tobing)

CATEGORIES
TAGS