PDIP Berani Kepada Budiman, Tidak Kepada Gibran

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Kader PDIP, Sutrisno Pangaribuan mempertanyakan sikap para elit PDIP yang tidak berani menjatuhkan sanksi kepada putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka (Gibran) yang sudah jelas membelot jadi Cawapres Prabowo Subianto.

Pertanyaan itu diutarakan Sutrisno dalam obrolan singkat dengan tubasmedia.com di Jakarya Jumat malam.

Menurut Sutrisno, hingga kini masyarakat bingung kenapa PDIP belum memecat Walikota Solo yang sudah secara terbuka melakukan “perlawanan” terhadap garis ketentuan PDIP.

‘’Heran, semua elit PDIP tidak satupun yang membuka suara tentang tindakan apa yang patut dikenakan kepada Gibran yang dengan entengnya meninggalkan PDIP lalu segera menjadi Cawapres Prabowo dari kubu yang berseberangan dengan PDIP,’’ katanya.

Suara yang terdengar  menurut dia hanya berbau klise dengan menyebut bahwa keputusan Gibran dengan menjadi Cawapres Prabowo telah keluar dari garis partai untuk tegak lurus pada arahan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Sebagai catatan, kata Sutrisno, perlakuan istimewa semula sudah diberikan kepada Jokowi sejak dipromosikan PDIP dari Solo ke Jakarta. Meski belum selesai tugasnya di Solo, PDIP “tunduk” saat Jokowi meminta maju sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Begitu juga saat Jokowi yang belum genap dua tahun memimpin Jakarta, minta naik kelas sebagai Capres. Jokowi dibantu relawannya “menekan” PDIP, hingga kemudian “patuh” mencalonkannya sebagai Capres.

Setelah menjadi presiden dua periode, di tahun 2020, Jokowi kembali meminta dukungan kepada PDIP untuk mencalonkan putra sulung dan menantunya sebagai calon walikota. PDIP kembali “pasrah dan rela” mengusung putra mahkota dan menantu Jokowi di Pilkada dan kini menjadi Walikota Solo dan Medan.

Anggaran Meningkat

‘’Untuk dan demi Jokowi bersama anak dan menantunya, banyak kader yang akhirnya terpaksa dan dipaksa mengubur mimpinya dalam karir politik. Banyak kader yang keluar atau dikeluarkan, dipecat dan diberi label penghianat partai,’’ jelasnya.

Jokowi bersama putra dan menantunya menjadi pejabat negara dan daerah, mendapat fasilitas dan proteksi dan perlindungan negara selama 24 jam setiap hari.

PDIP membuka jalan dan peluang mereka menikmati semua fasilitas tersebut. Bahkan sepanjang sejarah Indonesia, hanya Gibran dan Bobby-lah walikota yang dikawal pasukan pengaman presiden (Paspampres).

Akibat dari fasilitas tersebut kata Suitrisno, terjadi peningkatan anggaran Paspampers dibanding periode sebelumnya, karena harus ada tim yang melekat di Solo dan Medan.

Beda dengan kader PDIP yang berjuang untuk Jokowi dan keluarganya, pengurus anak ranting, ranting, pengurus anak cabang, pengurus cabang, pengurus daerah, badan dan sayap partai hanya dapat kaos bergambar wajah Jokowi dan keluarganya dan sesekali dapat program BLT, KIS, KIP, PKH sama dengan warga miskin lainnya.

PDIP sungguh mengantarkan Jokowi dan keluarganya meraih segalanya, termasuk keadilan, sementara kader lain diperlakukan tidak adil hanya demi Jokowi dan keluarganya.

“Lalu hanya karena disebut petugas partai, Jokowi membiarkan pengikutnya membully, menghina Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri?” katanya.

Sementara Jokowi selalu memiliki waktu untuk bertemu dengan relawannya di semua daerah yang dikunjunginya. Jokowi selalu berlindung di balik jabatannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, milik rakyat Indonesia untuk menghindari identitas sebagai kader PDIP.

PDIP  menurut Sutrisno, melakukan kesalahan besar dengan memberi peluang dan kesempatan kepada Jokowi, anak dan menantunya. PDIP melakukan diskriminasi dengan harapan ketiganya loyal dan setia. Hingga putra sulung Jokowi, Gibran maju sebagai Cawapres Prabowo dan menantu Jokowi, Bobby menyatakan dukungan terbuka mendukung pasangan lawan  PDIP, Ganjar- Mahfud.

‘’Kendati demikian, PDIP masih saja memperlakukan Gibran dan Bobby istimewa dengan hanya menyarankan keduanya memiliki “etika politik” dengan harapan keduanya mengundurkan diri.  Bagaimana mungkin kader yang tidak memiliki etika politik (maju sebagai calon dari partai lain), beretika?”, tanya Sutrisno.

Untuk itu katanya, keduanya harus segera dipecat. “Masa PDIP hanya berani memecat Budiman Sudjatmiko, kader biasa, yang telah berjuang dan masuk penjara karena mendukung Mega melawan penguasa orde baru, mantan mertua Prabowo, Presiden Soeharto?”, ucapnya.

Demi menjaga solidaritas, soliditas PDIP, lanjutnya, semua penghianat partai harus segera dipecat oleh DPP PDIP. Jangan sampai DPP PDIP membiarkan kader- kader PDIP marah akibat aturan partai tajam ke bawah, tumpul ke atas hanya karena menyangkut anak dan menantu presiden.

‘’PDIP adalah rumah bagi para kader yang setia dan taat pada konstitusi partai, bukan tempat para penghianat,’’ tambahnya.(sabar)

 

 

 

CATEGORIES
TAGS