Payung Geulis Terancam Punah

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

TASIKMALAYA, (Tubas) – Perajin payung geulis di Tasikmalaya mengaku kegiatan usaha yang dilakoninya selama ini tidak bisa menjamin kelangsungan hidup ekonomi keluarga. Kegiatannya sebagai perajin payung dilakoni hanya untuk menjaga dan melestarikan kerajinan warisan leluhurnya agar tidak punah ditelan zaman.

“Kalau hanya mengandalkan dari usaha payung, beban produksi yang harus dikeluarkan masih cukup besar, sedangkan Pemda tidak membantu pemasaran maupun permodalan,” kata Asep, seorang perajin payung geulis kepada Tubas, di rumahnya, pekan lalu.

Harga jual payung warisan leluhur itu tidak stabil. Satu unit payung, beban produksinya mulai dari pembuatan rangka hingga upah melukis bisa mencapai Rp 12.500. Kalau sudah jadi hanya laku sekitar Rp 15.000 hingga Rp. 17.000 per unit. “Keuntungannya, Rp 2.500 per unit, kalau ada pesanan secara musiman. Sedangkan harga bahan baku, berupa kertas, cat dan bahan baku lainnya naik dan bandar tetap tak mau menaikkan harga payung,” kata Asep.

Asep yang merupakan cucu H. Sarod (alm) sebagai perintis pembuat kerajinan payung geulis yang berjaya pada era Orba dengan mendapat penghargaan Kalpataru dari pemerintahan. Sebuah kebanggaan bagi Pemkab Tasikmalaya, Jawa Barat.

“Payung Geulis asal Tasikmalaya, kini hanya tinggal nama, ibaratnya seperti pepatah mati enggan hidup tak mau. Pemkab Tasikmalaya bersikap acuh tak acuh saja terhadap nasib perajin payung tradisional itu. Para perajin payung hanya dibutuhkan bila ada pameran dan tamu yang ingin mengetahui proses pembuatan payung geulis saja,” ungkap Asep.

Menurut Asep seharusnya para perajin payung geulis diberi wadah organisasi dan dibina oleh Pemda setempat, sehingga bisa mengatur pemodalan dan mendapatkan pasar. Supaya kerajinan rakyat payung geulis bisa dipasarkan secara lokal, regional maupun internasional.

Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM, H. Tantan Rustandi minta etika bisnis dapat diterapkan dan bergabung dalam sebuah wadah koperasi atau wadah lain dalam kaitan usaha payung geulis di Kota Tasikmalaya.

Persoalan yang terjadi di lingkungan perajin payung sendiri, kata Tantan, merupakan aspek sosial yang sangat mendasar dalam upaya pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. “Mereka kurang memiliki sense of unity sehingga timbul persaingan kurang sehat, saling menjatuhkan harga. Akibatnya, otomatis merugikan mereka sendiri, karena posisi tawarnya menjadi lemah.” kata Tantang. (hakri miko)

CATEGORIES
TAGS