Ketua PTUN Jakarta Kerdil dan Pengecut, Memihak Kepentingan Dinasti Politik
Petrus Selestinus (kemeja putih) memberi keterangan pers kepada wartawan
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Keputusan PTUN Jakarta yang menyatakan gugatan para penggugat terhadap Presiden Jokowi dkk tidak dapat diterima, sangat disayangkan. Keputusan tersebut sekaligus membuktikan bahwa pengadilan di Indonesia masih diintervensi penguasa dan hakimnya-pun berjiwa kerdil dan pengecut.
Hal itu diucapkan Koordinator Advokat TPDI dan Perekat Nusantara, Petrus Selestinus kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Seperti diketahui, Hakim Oenoen Pratiwi, SH, MHM, Ketua PTUN Jakarta yang diwakili Hakim Joko Setyono, SH, MH, Wakil Ketua PTUN Jakarta, Rabu 13/2/2024, pkl. 13.00 WIB telah membacakan penetapan atas Gugatan PMH No. 11/G/TF/2023/PTUN.JKT, terhadap pejabat pemerintah cq. Ir Joko Widodo (Presiden RI), Anwar Usman (Hakim Konstitusi) dkk dengan penetapan yang amarnya “Menyatakan Gugatan Para Penggugat Tidak Dapat Diterima”.
Alasan Hakim PTUN Jakarta menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima adalah karena para penggugat hanya menggugat Ir Joko Widodo, Anwar Usman dkk sebagai pribadi, sementara kewenangan absolut PTUN adalah mengadili obyek gugatan berupa Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Tindakan Faktual Pejabat Pemerintahan, sehingga gugatan para penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.
Mengada-ada
Alasan tersebut kata Petrus mengada-ada sebab dalam Gugatan PMH tersebut jelas disebutkan bahwa yang digugat adalah Ir Joko Widodo dalam kapasitas baik sebagai pribadi maupun sebagai Presiden Republik Indonesia.
Begitu juga terhadap Anwar Usman, baik sebagai pribadi maupun sebagai Hakim Konstitusi, juga terhadap Gibran Rakabuming Raka, baik sebagai Pribadi maupun sebagai Walikota Surakarta.
Dalam Gugatan PMH dari Advokat TPDI & Perekat Nusantara adalah meminta kepada PTUN Jakarta agar menyatakan Ir Joko Widodo, Anwar Usman dkk. telah melakukan perbuatan melanggar hukum dalam jabatan masing-masing.
Menyatakan pula tidak sah dan batal dengan segala akibat hukumnya tindakan faktual pejabat pemerintah Cq. tergugat I (Ir Joko Widodo), tergugat II (Anwar Usman), tergugat III (Gibran R. Raka) membangun dinasti politik untuk nepotisme dalam pemerintahan dan menyatakan tidak sah dan batal dengan segala akibat hukumnya dinasti politik yang dibangun oleh tergugat I untuk nepotisme di dalam pemerintahan.
‘’Mengapa pribadi dan jabatannya tidak dipisahkan karena memang tidak boleh dipisahkan mengingat tindakan PMH di dalam jabatan pemerintahan tidak bisa dilepaskan dari faktor pribadi pejabat tersebut, apalagi ini menyangkut perbuatan melanggar hukum terkait dinasti politik dan nepotisme,’’ kata Petrus.
Dasar hukumnya adalah pada UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, di mana wewenang PTUN telah diperluas hingga berwenang mengadili tindakan faktual pejabat pemerintahan di samping mengadili mengenai Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat konkrit, individual, final dan serta menimbulkan akibat hukum.
Memihak Dinasti Politik
Dengan perluasan kewenangan Hakim PTUN sebagaimana dimaksud dalam UU No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, mestinya Hakim Oenoen Pratiwi, SH, MH tidak boleh bermental kerdil dan pengecut ketika menghadapi Gugayan PMH Pejabat Pemerintahan yang mengandung aspek politik dan kekuasaan.
Karena itu, lanjut Petrus, sangat disayangkan sikap Ketua PTUN Jakarta, Oenoen Pratiwi yang seharusnya memimpin persidangan Gugatan PMH, namun dalam tiga kali persidangan selalu absen dan diwakilkan kepada hakim lainnya.
‘’Ini bukti sikap Oenoen Pratiwi yang kerdil dan pengecut lalu memihak kepentingan dinasti politik, sehingga lari dari tanggungjawab profesinya,’’ kata Petrus.
Sikap Oenoen Pratiwi selaku Ketua PTUN Jakarta, menunjukkan bahwa Pengadilan PTUN Jakarta ketika mengadili perkara ini tidak steril dari intervensi kekuasaan.
Apa yang terjadi dengan MK dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023, juga terjadi dengan Pengadilan PTUN Jakarta (sama dan sebangun) yaitu tidak netral dan memihak kekuasaan atau tergugat.
Dengan Putusan Hakim PTUN Jakarta yang demikian, maka TPDI dan Perekat Nusantara akan mendaftarkan kembali gugatan PMH Pejabat Pemerintahan Presiden Jokowi dkk. tentang dinasti politik dan nepotisme sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana harus dihentikan karena sangat merugikan bangsa dan negara.(sabar)