Ketergantungan pada Asing Sudah Mengorbankan Harga Diri

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

ORANG tua selalu mengajarkan kepada anak-anaknya hal-hal yang bijaksana. Salah satu adalah kalau mau hidupmu mulia, maka berusahalah menjadi orang yang mandiri. Jangan bergantung pada orang lain. Dan karena itu, belajarlah yang baik supaya menjadi orang yang pintar, cerdas, habis itu carilah rezki yang halal. Bantu orang-orang yang lagi kesusahan dan muliakan pula mereka.

Fatwa itu mengajarkan prinsip kemandirian,dan kemandirian itu harus terus berproses untuk diwujudkan agar hidup seseorang tidak menjadi seperti benalu. Bung Karno sebagai Presiden RI pertama mengobarkan semangat berdikari. Dengan tegas Bung Karno melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan migas yang semula dikuasai asing. Pak Harto, dengan segala kelemahannya, juga berupaya untuk mewujudkan kemandirian bangsa dengan menetapkan kebijakan bahwa pada dasarnya peran asing tetap dibutuhkan, tetapi sifatnya hanya sebagai pelengkap.

Sampai saat ini, isu kebijakan untuk membangun kemandirian tetap ada, tetapi hanya ada dalam dokumen perencanaan saja. Ada progamnya dan tersedia alokasi anggaran setiap tahun di APBN. Tapi, output belum menjawab kebutuhan itu. Ketergantungan pada impor dan kertegantungan terhadap modal asing tetap tinggi.

Ekonomi Indonesia dilihat dari kedua perspektif tersebut, jelas masih jauh dari cita-cita untuk mewujudkan kemandirian. Ekonomi Indonesia telah menjadi “benalu” dan tingkat ketergantungan pada unsur luar sangat dominan. Ketergantungan dari luar, kata orang Jawa, sudah ndakik (sudah sangat bergantung dan ketumanan). Pengobatannya butuh waktu panjang dan proses rehabilitasi fisik dan mental tidak mudah. Bahkan di dalamnya butuh pertobatan.

Tekanan dari Luar

Sejak tunduk pada liberalisme dan perdagangan bebas, Indonesia makin bergantung pada asing, bukan tambah kuat membangun kemandirian meskipun semangatnya tetap ada. Sikapnya sudah sangat pragmatis dan asing dipandang sebagai dewa penyelamat. Tidaklah salah kalau kemudian negara ini rentan mengalami tekanan dari luar. Akibatnya, antara lain, posisi neraca pembayaran rawan mengalami defisit, cadangan devisa terkuras, utang luar negeri bertambah, impor lebih besar dari ekspor. Fasilitas atau kemudahan untuk kepentingan asing yang akan mengais rezeki di Indonesia dipermudah.

Sementara itu, fasilitas dan kemudahan bagi anak bangsa yang hendak mengembangkan karya-karya inovatifnya tidak terlayani. Pengambil kebijakan ekonomi di negeri ini akan berorasi lantang jika mereka merasa berhasil mendatangkan investor asing. Semangat dan tindakannya yang penting adalah investasi masuk. Tapi, tidak ada yang bersemangat melakukan orasi kebijakan bahwa bagi putra-putri anak bangsa yang akan mengembangkan sektor prouduktif, pemerintah menyediakan fasilitas pajak, kredit murah, dan kemudahan yang lain. Tidak patut pemerintah mengajak masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri, tetapi kebijakannya justru mempermudah barang dan bahan impor masuk ke pasar dalam negeri dengan berbagai kemudahan.

Sepertinya negeri ini hanya mampu menjadi gudang raksasa bagi produk dari luar. Gudang Bulog, isinya kedelai impor dan beras impor. Gudang-gudang milik industri isinya bahan baku/penolong, suku cadang dan komponen asal impor. Bahan baku batik, kain tenun lurik saja sebagian masih harus diimpor.

Paradoks sekali antarsemangat membangun kemandirian dengan realitas kebijakan dan tindakan. Lebih takut dibentak oleh para komparador yang bercokol di IMF, World Bank, dan WTO daripada takut dibentak oleh rakyatnya sendiri.

Ketergantungan terhadap luar negeri memang sudah parah dan para pengambil kebijakan ekonomi di negeri ini tampaknya sudah masuk dalam lingkaran kooptasi asing, yang sudah terlalu berat untuk berucap tentang kepentingan nasional. Tidak tahu ditutup pakai apa mulutnya sehingga sulit mengucapkan demi kepentingan nasional, maka seluruh kontrak kerja sama di bidang migas seluruhnya akan ditinjau kembali.

Faktanya sudah sedemikian posisinya. Semoga bangsa ini masih punya kesempatan untuk membangun keseimbangan baru untuk membangun masa depan tanpa harus bergantung kepada pihak asing. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS