Kebijakan yang Tidak Bijak

Loading

index.2

Oleh: Fauzi Aziz

 

AKHIR-akhir ini muncul ungkapan agar pemerintah hadir pada berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Seberapa besar kehadiran itu diperlukan, tentu tergantung dari kondisinya di lapangan. Dalam hal menyangkut masalah yang berdampak luas dan bersifat strategis bagi kepentingan bangsa dan negara, demi menjaga stabilitas dan keadilan, pemerintah perlu hadir untuk memulihkan keadaan.

Di sinilah intervensi pemerintah diperlukan karena ada kondisi obyektif sesuai kebutuhan menjaga ketertiban, stabilitas dan keberlanjutan pembangunan.

Intinya, secara obyektif intervensi pemerintah diperlukan mengatasi masalah, bukan menciptakan masalah. Bagaimana intervensi pemerintah di bidang ekonomi, apakah boleh atau tidak. Jawabnya, ya..boleh. Namun sepanjang tindakan intervensi yang dilakukan jangan  sampai menimbulkan masalah baru karena inti dari tindakan intervensi menyelesaikan masalah.Contoh paling sering kita lihat adalah ketika nilai tukar menguat atau sebaliknya, BI selalu melakukan intervensi moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Contoh lain ketika harga bahan pangan meningkat, demi menjaga stabilitas pasokan dan harga, pemerintah bisa membuka kran impor, melakukan operasi pasar dan bisa saja melakukan kontrol harga, Langkah ini juga ditujukan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Kebijakan tax amnesty juga dapat dipandang sebagai upaya melakukan intervensi fiskal untuk menciptakan tatanan kebijakan fiskal lebih meningkatkan pendapatan dari pajak dan mendorong repatriasi dan investasi.

Jadi, kita tidak boleh bersikap hitam putih dalam melihat fenomena ekonomi. Banyak diantara kita “terkecoh” dengan dalil ekonomi pasar yang jargonnya paling kesohor adalah jangan ganggu kerjanya mekanisme pasar dengan berbagai bentuk intervensi pemerintah karena tindakan ini dapat menghambat pertumbuhan kegiatan ekonomi dan bisnis.

Dalil bisa benar jika persaingan sempurna, tetapi pada dewasa ini persaingan yang sempurna itu tidak pernah ada sehingga berdasarkan pertimbangan obyektif, pemerintah harus melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Yang tidak boleh dilakukan bila tindakan intervensinya mengandung implikasi “ngrecokin” sehingga mendistorsi pasar. Karena itu, intervensi harus tepat sasaran dan momennya. Intervensi adalah hak diskresi pemerintah untuk melakukan tindakan ketika sistem ekonomi tidak mampu bekerja optimal karena di pasar terjadi distorsi dan gangguan.

Ciri pasar yang mengalami distorsi antara lain terhambatnya proses supply chain dari pusat produksi menuju pusat distribusi akibat  monopoli, oligopoli atau kartel.

Hal ini umumnya terjadi pada proyek-proyek bisnis yang membutuhkan pembiayaan besar, mempunyai imbal hasil yang rendah, investasinya berjangka panjang dan/atau berisiko tinggi, namun proyek tersebut memiliki economic outcomes yang tinggi.

Contoh pada proyek pembangunan infrastruktur, industri strategis dan bersifat pionir, serta pembangunan sektor kemaritiman. Oleh sebab itu, jika kebijakan pemerintah lebih mendorong agar BUMN diprivatisasi adalah merupakan kebijakan yang tidak bijaksana dan bisa dikatakan inkonstitusional.

Lalu bagaimana jika intervensi pemerintah dikaitkan dengan kebijakan pemerintah tentang deregulasi? Jawabannya, intervensi pemerintah hakekatnya untuk mengatasi kondisi yang terjadi di masyarakat karena ada persoalan anomali, siklus bisnis yang sangat labil sehingga menimbulkan ketidakpastian berusaha.

Dalam konteks ekonomi pasar, intervensi bersifat sementara sampai kondisi pergerakan ekonomi dan bisnis normal kembali. Artinya intervensi tersebut dilakukan untuk meredam siklus bisnis atau siklus ekonomi atau biasa disebut dengan tindakan yang bersifat contracyclical.

Konsep ini bagi yang bekerja BI dan kementrian keuangan sangat difahami dimana kedua lembaga tersebut sebagai pemegang otoritas/kendali kebijakan makro ekonomi. Namun konsep yang sama tidak selalu difahami oleh mereka yang bekerja di kementrian teknis lainnya di sektor ekonomi karena mereka lebih berorientasi sebagai pemegang otoritas perizinan dan regulasi teknis yang atas pelaksanaan kewenangannya tersebut mereka banyak sekali menerbitkan aturan yang adakalanya tumpang tindih, multi tafsir, baik yang dibuat pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Akibatnya mengganggu kepastian usaha dan high cost economy. Fenomena ini direspon pemerintah dengan menerbitkan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi.

Penjelasan tersebut adalah yang membedakan antara intervensi pemerintah dengan deregulasi dan de birokratisasi. Pemerintah membutuhkan kedua instrumen kebijakan tersebut karena pemerintah memerlukan stabilitas perekonomian dan di sisi lain pemerintah juga butuh iklim berusaha yang kondusif agar kegiatan dan proses ekonomi di dalam negeri tidak banyak mengalami hambatan. (penulis adalah pemerhati masalahsosial ekonomi dan industry).

CATEGORIES
TAGS