Kebijakan Pemerintah Hak Prerogatif Presiden

Loading

parpol-o

Oleh: Fauzi Aziz

 

PESAN ini sudah beberapa kali ditegaskan Presiden kepada para menteri/kepala lembaga bahwa Kebijakan Pemerintah adalah hak prerogatif Presiden. Para menteri/kepala lembaga sebagai pembantu Presiden hakekatnya menjadi pelaksana kebijakan di bidangnya masing-masing.

Hirarki semacam ini tepat dan jika tata urutannya mengikuti alur, maka  para menteri/kepala lembaga menjadi penanggungjawab program dan kegiatan di bidangnya masing-masing.

Dengan demikian, Kebi jakan Pemerintah menjadi tanggungjawab “sentral’ Presiden sebagai kepala pemerintahan. Dan ini menjadi bentuk pengejewantahan visi dan misi Presiden selama memimpin negeri ini.

Posisi sentral ini tidak berarti peran Presiden menjadi powerfull atau bersifat one man show karena dibatasi rambu-rambu konstitusi dan undang-undang.Yang penting untuk dicermati adalah apakah seluruh menteri/kepala lembaga sudah terbekali kebijakan Presiden selaku kepala pemerintahan.

Jawabnya bisa sudah atau boleh jadi belum. Kalau sudah ada, tentu sebaiknya kebijakan tersebut harus dituangkan ke dalam bentuk Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden karena kedudukan Presiden sebagai pejabat publik.

Kalau kebijakannya tidak dituangkan dalam keputusan dan hanya dinyatakan secara lisan, apa yang disampaikan tidak lebih dari bentuk arahan Presiden. Kebijakan pemerintah sebagai kebijakan publik harus bersifat transpar an dan akuntabel karena setiap bentuk kebijakan yang dibuat pemerintah harus tunduk pada kaidah good governance.

Kita belum melihat pendekatan yang dilakukan Presiden, apakah dilakukan pendekatan sektoral atau yang bersifat holistik. Yang idial tentu harus bersifat holistik, dimana secara substantif para menteri/kepala lembaga yang terkait harus memberikan kontribusi melalui progam dan kegiatan sesuai dengan tupoksinya.

Supaya kebijakannya menjadi clear, setiap kebijakan semestinya harus ada Inpresnya kepada siapa saja diserahkan tanggungjawab pelaksanaan kebijakan Presiden tersebut di lapangan. Keberadaan Inpres ini penting sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi APBN dari masing-masing kementrian/lembaga.

Pendekatan money follow progam menjadi relevan untuk makin mengefisienkan dan mengefektifkan pelaksanaan kebijakan fiskal yang lebih disiplin agar pelaksanaan program dan kegiatan dapat dikendalikan dengan baik oleh Presiden.

Pendekatan Satu Progam Nasional dengan sejumlah kegiatan yang di- share oleh sejumlah kementrian/lembaga menjadi penting. Misal, Progam Peningkatan Daya Saing Nasional. Program ini ditentukan langsung dalam Inpres dan kementrian/lembaga mana yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatannya juga sudah ditentukan dalam Inpres tersebut.

Begitu pula berlaku bagi Progam Nasional yang lain dapat mengikuti pola yang sama. Sekarang di republik ini ribuan program dan puluhan ribu kegiatan yang tersebar di berbagai kementrian/lembaga baik di pusat dan daerah yang juntrungannya satu sama lain tidak jelas.

Semua berlindung atas nama tupoksi dan peraturan perundangan yang berlaku di sektornya. Fungsi alokasi dan fungsi distribusi dari APBN menjadi terjadi bias yang luar biasa sehingga kini kebijaksanaan fiskal belum pernah berhasil mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran, serta isu kesenjangan karena APBN disusun dengan pendekatan money fo llow function.

Perubahan arah baru dalam penyusunan kebijakan menjadi penting, dimana pendekatan sektor harus digeser ke arah bentuknya yang lebih holistik. Artinya satu isu kebijakan ditetapkan dalam satu kerangka kebijakan yang pendekatannya holistik, bisa lintas sektor dan lintas wilayah, maupun dilakukan pendekatan lain.

Misal Kebijakan Industri Nasional adalah menjadi tanggungjawab Presiden. Pelaksanaannya dilakukan Menteri Perindustrian dan menteri terkait, termasuk gubernur/bupati/walikota. Beberapa Program Nasionalnya yang bersifat prioritas dinyatakan dalam Inpres, yang pelaksanaan kegiatannya dapat dilakukan oleh sejumlah institusi, baik di pusat maupun daerah.

Koordinasi dan sinergi harus diikat dalam satu tatanan yang bersifat legal dan binding. Yang dilegalkan saja masih sering diabaikan, apa lagi hanya dilakukan berdasar petunjuk dan arahan Presiden saja. Ter kait dengan semuanya itu, penulis menyarankan agar Presiden memberikan penegasan kebijakan yang akan menjadi perhatian Presiden yang harus dilakukan para pembantunya.

Tentu akan terkait dengan empat bidang utama, yakni kebijakan politik, hukum dan keamanan, ekonomi, kemaritiman dan pembangunan manusia dan kebudayaan. Keempatnya dituangkan dalam Perpres atau Kepres sebagai wujud konkret yang bersifat legal-binding bagi para pembantu Presiden.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS