Ekspor Sayur dan Buah Sumut
Oleh Apul D Maharadja
BERAGAM potensi daerah dapat digali untuk bersaing di pasar ekspor, atau pasar global. Potensi perikanan dan hasil laut dari Indonesia bagian timur bukan rahasia lagi untuk dapat ditingkatkan sehingga memajukan perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demikian seterusnya dengan berbagai potensi daerah, seperti batu bara di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, atau timah di Bangka Belitung, dan lain-lain.
Demikian juga salah satu potensi Sumatera Utara, selain sawit, karet, teh, ada juga hortikultura, terutama dari daerah dataran tinggi, seperti Kabupaten Karo dan beberapa kabupaten di daerah sekitar Danau Toba pada ketinggian 1.000 meter lebih di atas permukaan laut. Daerah Kabupaten Karo sudah dikenal sejak dulu sebagai penghasil sayuran dan buah-buahan.
Hal yang sama berlaku untuk beberapa kabupaten lain di dataran tinggi sekitar Danau Toba, seperti Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir. Beberapa kabupaten tersebut sangat potensial untuk mengembangkan berbagai produk pertanian.
Namun, daerah yang paling menonjol memanfaatkan potensinya selama ini memang adalah Dataran Tinggi Karo di Sumatera Utara. Sudah sejak tahun 1960-an daerah itu terkenal sebagai penghasil sayur-mayur dan buah-buahan yang juga sudah mengekspornya ke Singapura dan Malaysia tahun-tahun itu. Tapi kemudian, ekspornya tersendat-sendat, maju mundur, dan begitu seterusnya.
Selama ini para petani di Tanah Karo berkali-kali merasa berjuang sendiri, tanpa bantuan dari pemerintah entah itu dalam bentuk pembinaan pasar, atau dalam bentuk insentif lain. Beberapa kali juga mereka melakukan protes karena harga hasil bumi mereka tidak bisa diatur oleh pemerintah. Sekitar lima tahun lalu, para petani pada suatu musim panen, membiarkan hasil hortikultura dan buah-buahan mereka di ladang, tidak dipetik.
Alasan mereka, lebih baik dibiarkan busuk di pohon atau di ladang, daripada dipetik, karena ongkos petik dan ongkos angkut dari ladang ke pasar lokal, sudah tekor. Hasil panen yang dibiarkan membusuk di ladang masih untung untuk pupuk kompos. Begitu jalan pikirannya.
Hal itu dilakukan oleh para petani dalam sikap setengah putus asa karena mereka merasa diabaikan dan tidak pihak yang membantu. Beberapa tahun lalu juga jalan keluar dicoba dicari atas kerja sama pemerintah daerah. Di daerah Merek, perbatasan Kabupaten Karo dan Simalungun dibangun suatu pusat pendingin hasil-hasil pertanian, atau semacam cool storage tempat penyimpanan sementara. Sampai saat ini tidak diketahui fungsinya masih berjalan atau tidak yang tadinya dimaksudkan untuk mejaga harga dan membantu para petani.
Kini peluang ekspor sayur dan buah Indonesia terbuka lebar ke Singapura. Pemerintah Indonesia dan Singapura sepakat, tahun 2014 ekspor sayur dan buah Indonesia ke Singapura akan mencapai 30 persen sementara saat ini baru 10 persen. Tahun 2008, misalnya, kebutuhan sayur dan buah Singapura mencapai 400.000 ton sementara ekspor Indonesia tahun 2009 baru 32.000 ton atau 6,5 persen. Sementara itu, target ekspor tahun 2014 adalah 30 persen atau setara 135.000 ton. Peluang besar! ***