Defisit APBN, Akibat Kebijakan Impulsif Presiden Prabowo Subianto, Seknas FITRA; Tinjau Kebijakan Efisiensi Anggaran
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai kebijakan impulsif pemerintahan Presiden Prabowo Subianto penyebab defisit APBN pada Januari-Februari 2025.
Peneliti Seknas FITRA, Gulfino Guevarrato mengatakan, Presiden Prabowo tetap bergeming dengan berbagai kebijakan irasional seperti pemangkasan anggaran, Badan Pengelola Investasi Danantara, hingga program populis Makan Bergizi Gratis.
Kebijakan ini justru memicu sinyal negatif dari perekonomian nasional, ditunjukkan dengan penurunan daya beli masyarakat. Sinyal negatif ini diperkuat modal asing yang keluar senilai Rp23 triliun.
Gulfino menilai ambisi berkuasa yang didukung lemahnya peran oposan membuat kekuasaan dikelola secara ugal-ugalan. Tidak ada penyeimbang di luar kekuasaan yang secara tegas menjadi antitesa kebijakan-kebijakan pemerintah.
“Dampaknya terpampang nyata hari ini, kebijakan-kebijakan pemerintah yang seharusnya baik apabila dipersiapkan secara matang, justru terlihat utopis atau hanya khayalan belaka,” kata Gulfino.
Untuk Modali Danantara
Di tengah defisit APBN, Presiden mengeluarkan instruksi efisiensi yang sporadis. Total anggaran yang dihemat mencapai Rp306,7 triliun, tetapi tidak digunakan untuk kebutuhan produktif. Dana yang katanya dihemat, malah dipergunakan sebagai modal Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dan tambahan anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Indonesia sedang menampakkan wajah suramnya. Indonesia gelap begitu relevan di kondisi hari ini. Tak peduli silat lidah dari para pejabat negara untuk menegasikan keadaan tersebut, nyatanya Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” kata Gulfino dari keterangan resmi, dikutip Senin (17/3/2025).
Defisit APBN pada awal tahun 2025 mencapai Rp31,2 triliun atau setara 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor Pajak telah lama menjadi tulang punggung pendapatan negara, namun kinerja pendapatan pajak tahun 2025 begitu buruk.
Rekomendasi Seknas FITRA
Seknas FITRA meminta Presiden Prabowo segera meninjau ulang kebijakan-kebijakan yang berdampak buruk pada pelayanan publik, seperti efesiensi anggaran. Efisiensi anggaran harus dilakukan secara proporsional dan tepat. Tidak bisa serampangan dan sporadis.
Kementerian Keuangan juga diminta untuk segera memperbaiki tata kelola perpajakan nasional. Aplikasi Coretax yang dianggap sebagai pembaharu malah menghambat kinerja pajak. Menteri Keuangan harus segera mengambil sikap tegas kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Selain itu, pendapatan negara jangan hanya bergantung pada penerimaan pajak saja. Pemerintah harus inovatif dalam meningkatkan penerimaan negara yang tidak memberikan dampak negatif pada rakyat, melalui intensifikasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor Sumber Daya Alam (SDA).
Seknas FITRA menilai, selama ini banyak celah kebocoran yang tidak diselesaikan dengan tuntas. Ekstensifikasi pajak dan cukai, termasuk pajak untuk industri yang merusak lingkungan dan berdampak pada kesehatan dan ekologi.
Kepada Kementerian Keuangan dan lembaga teknis lainnya, Seknas FITRA meminta untuk memastikan penggunaan hasil efisiensi anggaran untuk program-program yang produktif dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat menengah ke bawah.
Aparat Penegak Hukum (APH) juga harus mengejar aliran dana korupsi Pertamina setuntas-tuntasnya karena subsidi/kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) seharusnya dapat menghemat belanja negara dan dapat mengurangi defisit anggaran. (sabar)