Berserah Diri akan Menenteramkan Hati

Loading

Oleh: Sudaryo

ilustrasi

ilustrasi

APABILA kita perhatikan, pada umumnya orang memang sangat terikat pada hal-hal keduniaan, seperti: harta benda, kedudukan, jabatan dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau tidak sedikit orang yang menempuh berbagai cara untuk mendapatkan hal-hal dunia itu.

Keterikatan manusia pada hal-hal yang bersifat keduniawian, pada dasarnya karena manusia dilahirkan ke dunia memang untuk mensejahterakan dunia. Agar manusia dapat membuat dunia sejahtera, Tuhan menganugerahkan berbagai kemampuan kepada hamba-Nya, dengan dibekali bermacam-macam talenta. Ternyata dalam perjalanan kehidupan manusia dari tahun ke tahun, hingga abad ke abad, manusia lupa pada tugasnya diturunkan ke dunia untuk mensejahterakan dunia.

Kini yang disadarinya hanyalah bagaimana dapat mensejahterakan dirinya sendiri, oleh karena ternyata dunia begitu indah untuk dinikmati sendiri. Maka berlomba-lombalah para manusia untuk mengejar kesejahteraan dunianya sendiri atau diri pribadinya. Berbagai cara dilakukan, walau cara itu bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan kepada manusia.

Disinilah hati manusia tertutup oleh gemerlapnya dunia, sehingga ia lupa pada tugas yang sebenarnya untuk mensejahterakan dunia, atau kesejahteraan bersama termasuk menjaga bumi yang ditinggali manusia. Sebenarnya, Tuhan tidak melarang manusianya untuk mensejahterakan dirinya sendiri, tetapi jangan sampai ia lupa bahwa di dunia ini ia tidak hidup untuk dirinya sendiri. Harta benda, kedudukan, jabatan adalah anugerah Tuhan sebagai sarana untuk kesejahteraan hidup bersama, seluruh negeri.

Apabila harta benda, kedudukan, jabatan dianggap miliknya sendiri, berarti hatinya telah tertutup pada keduniawian itu. Hati yang telah lekat pada dunia akan menempatkan kenikmatan dunia pada posisi yang sangat tinggi. Apabila suatu saat semua yang ada pada dirinya rusak, hilang, pergi atau lepas, maka hatinya akan tersiksa, karena ia tidak terbiasa melatih merelakan miliknya untuk orang lain, apalagi diserahkan kembali kepada Tuhan. Jika hal itu terjadi, ketenteraman dan kebahagiaan hati tidak ada lagi.

Jadi, sebenarnya bukan hal keduniawian yang menjadi orang lupa bahwa yang ada pada dirinya adalah pinjaman Tuhan yang bersifat sementara dan pada saatnya telah habis, semua harus dikembalikan kepada-Nya. Akan tetapi lupa karena rasa lekat atau cintanya pada barang-barang dunia itu.

Berserah Diri

Kelekatan hati manusia pada hal-hal keduniawian dapat dihilangkan dengan cara berserah diri pada Tuhan, dengan membangun kesadaran bahwa semua yang ada di dunia adalah milik Sang Maha Pencipta, Tuhan yang Mahakuasa. Termasuk dirinya sendiri, baik jasmani maupun rohani.

Repotya, banyak manusia lupa sehingga semua yang bersifat fana termasuk dirinya (egonya), seringkali menjadi idola yang mengalah keberadaan Sang Khalik.

Jika manusia sadar bahwa sebenarnya semua manusia hidup di dunia mempunyai misinya sendiri-sendiri yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta dan setiap langkah kehidupan dijalankan untuk memenuhi kewajiban hidup yang benar dengan mengelola dunia sesuai Kehendak-Nya, maka berserah diri pada Tuhan bukanlah hal yang sulit dan tidak membuatnya terikat/lekat pada barang-barang keduniawian. Ibaratnya ikan yang hidup di dalam air, tetapi ikan tidak kedinginan karena air, atau ikan yang hidup di laut tidak membuatnya asin.

Manusia hidup di dunia membutuhkan sandang, pangan, papan, uang dan sebagainya, berusaha memperolehnya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang wajar adalah sah. Akan tetapi jangan sampai lekat dengan semua itu. Bukan berarti tidak lekat pada keadaan dunia, kemudian menjauhi dunia dengan cara hidup memisahkan diri dari masyarakat, berdiam diri tanpa mengerjakan apa-apa.

Manusia yang memisahkan diri dari masyarakat dan tidak berbuat demi kehormatan diri dan masyarakatnya termasuk manusia yang picik dan tidak mengerti kehendak Tuhan menciptakan manusia untuk kesejahteraan hidup bersama.

Untuk memiliki watak berserah diri (pasrah) harus dimulai dengan jujur menerima kenyataan yang ada pada dirinya, kemudian jujur menetapi semua kesanggupan sebagai hamba Tuhan dan kesanggupannya kepada sesamanya. Sebab jujur adalah dasar pembentukan watak utama atau berbudi pekerti luhur. Setelah jujur dimiliki, maka rasa tenteram dalam hati akan tumbuh ketika ia harus menerima kenyataan bahwa semua hal di dunia adalah milik Tuhan, dan untuk kepenting semua umat. Tenteramlah hati karena berserah kepada-Nya. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS