Berbekal Efisiensi dan Kualitas

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

DUA tahun lagi, persisnya 31 Desember 2015, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan mulai berjalan. Rasanya tidak ada satupun dari 10 anggota MEA yang tidak bersiap diri untuk bisa mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari pelaksanaan FTA. Begitu pula negara mitra dialognya yang telah melakukan kerjasama FTA dengan Asean, seperti China, Jepang, Korsel, Australia, Selandia Baru dan India.

Negara mitra kerja pasti tidak akan memandang Asean dengan mata sebelah karena dengan jumlah penduduk Asean yang mencapai setengah milyar lebih adalah lahan yang subur untuk investasi dan pasar yang prospektif. Negara yang bekal efisiensi dan kualitas perekonomiannya memadai termasuk efisiensi dan kualitas pelayanan birokrasinya secara relatif posisinya akan lebih diuntungkan dibandingkan dengan negara lain.

Indonesia salah satu negara di kawasan Asean yang paling punya banyak masalah terkait dengan persoalan efisiensi dan kualitas. High cost sudah banyak diketahui dan dikupas tuntas dengan berbagai musababnya. Kualitas kurang lebih sama, terutama di ranah pelayanan birokrasi di negeri ini juga masih banyak yang perlu dibereskan. Kualitas infrastruktur paling buruk di Asean.

Kualitas produk secara relatif masih bisa diperbandingkan, hanya saja karena faktor rendahnya efisiensi, produk-produk ekspor Indonesia secara relatif tidak lebih kompetitif pada tingkat harga internasional jika dibandingkan dengan negara lain. Akibatnya, neraca perdagangan dan neraca transakasi berjalannya rentan defisit seperti yang terjadi pada tahun 2012 yang lalu.

Apa bisa dibenahi? Pak SBY selalu mengatakan “Harus Bisa”. Yes we can kata pak Obama si anak Menteng. Kalau menggunakan bahasanya para elit bangsa, kita harus bisa melakukan sesuatu di segala bidang demi efisiensi dan perbaikan kualitas. Dan kita harus bisa merebut setiap kesempatan untuk membuat negeri makin maju dan tumbuh dengan kekuatan ekonomi yang menakjubkan sehingga para investor berbondong-bondong masuk tanpa dipaksa-paksa menamkan modalnya di negeri ini.

Dalam bahasa yang lebih provokatif disampaikannya juga bahwa kita harus melakukan akselerasi dan tidak melangkah dengan berlambat-lambat agar bangsa ini tidak tertinggal dengan apa yang sudah dicapai oleh bangsa lain, baik di lingkungan Asean maupun dalam lingkungan global.

Pekerjaan rumahnya hanya ada dua, yakni memperbaiki efisiensi dan memperbaiki kualitas. Jika tidak berhasil, maka resikonya pasti ada, antara lain kesempatan dan peluang itu bisa segera kabur. Perjuangan untuk meningkatkan perekonomian ke level yang kita inginkan akan pudar tak berbekas.

Kita akan kembali pada posisi status quo, yakni tidak efisien dan kualitas buruk di setiap tahun. Rugilah bangsa ini ketika semua peluang yang ada tidak bisa kita raih untuk memperbesar dan memperkuat aset bangsa. Kalau demikian yang terjadi, maka berarti bangsa dan negara ini gagal menjadi pembelajar yang baik dan tekun. Mengutip ucapan almarhum Prof Soedjtamoko, beliau menyatakan bahwa pembangunan adalah proses pembelajaran bagi kita untuk hidup lebih maju. Hidup lebih baik dari pada hari ini dan hari kemarin.

Pembangunan adalah masalah publik dan masalah di masa depan tidak akan lebih mudah dibanding hari ini dan hari kemarin. Karena itu, untuk membangun ekonomi negara agar efisien dan berkualitas, China sebagai negara besar mau belajar dari Singapura dan Singapura mau belajar dari Jepang. India mau belajar dari China karena takut tertinggal dalam membangun ekonomi negaranya.

Karena itu, India pada tahun 1991 mendeklarasikan sistem ekonominya yang lebih terbuka karena krisis yang dihadapinya sampai posisi neraca pembayarannya terancam. Indonesia menganut sistem ekonomi yang terbuka dimulai sejak tahun 1998 pasca reformasi. Tapi hasil dari proses reformasi tersebut belum bisa memperbaiki efisiensi dan kualitas perekonomian Indonesia meskipun pertumbuhannya rata-rata mencapai 6%/tahun.

Oleh sebab itu, opini ini berpendapat bahwa kebijakan dan progam pemerintah disisa waktu dari masa kerja KIB-II dan syukur dapat diteruskan oleh kabinet mendatang adalah perbaikan dan peningkatan efisiensi dan kualitas dalam segala aspeknya. Terkait dengan ekonomi ada tiga hal yang pokok, yakni Reformasi ekonomi, Reformasi peraturan perundangan dan Reformasi birokrasi yang ditunjang oleh progam debirokratisasi.

Progam perbaikan efisiensi dan kualitas semestinya menjadi crash progam KIB-II karena masa kerjanya tinggal setahun meskipun kita tidak bisa berharap banyak hasilnya karena trade off-nya sangat banyak.

Harapan akhirnya harus dibebankan kepada kabinet mendatang untuk membenahi efisiensi dan kualitas sistem perekonomian nasional yang temanya berkaitan langsung dengan masalah efisiensi dan kualitas pelayanan birokrasi dan kualitas peraturan perundangan. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS