Akibat Suku Bunga Tinggi, Daya Saing Produk Indonesia Lemah

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

ilustrasi

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Anggota DPR Komisi VI dari Fraksi Golkar Lili Asdjudiredja mermpertanyakan persiapan apa yang sudah dan akan dilakukan pemerintah dalam menyongsong Pasar Tunggal Asean 2015. Sudah ada belum sosialisasi kepada dunia usaha. Kalau sudah ada dalam bentuk apa?

‘’Saya lihat pemerintah biasa-biasa saja tuh, slow-slow saja’’ kata Lili dalam obrolan dengan tubasmedia.com di ruang kerjanya pekan silam.

Sebagaimana diketahui Pasar Tungal Asean akan mulai diberlakukan per 31 Desember 2015 yang artinya, perdagangan produk dan jasa antara negara anggota Asean sudah terbuka lebar. Siapa yang daya tahannya serta daya saingnya tinggi, dialah yang bisa bertahan dan siapa yang lemah, dia akan digilas oleh pasar bebas itu sendiri.

‘’Namanya saja pasar bebas, yang menentukan nantinya adalah pasar dan tidak aka nada lagi intervensi pemerintah. Maka itu daya saing produk Indonesia harus segera ditingkatkan. Kalau tidak, kita hanya menjadi penoton saja dan negeri ini menjadi tujuan produk Negara lain,’’ jelas Lili.

Menurutnya, saat ini ada beberapa kebijakan dan pembangunan di Indonesia yang membuat daya saing produk kita menjadi sangat lemah terhadap produk negara tetangga. Sebut saja misalnya suku bunga perbankan yang posisinya jauh di atas suku bunga yang berlaku di negara-negara Asean.

‘’Hanya dari satu sisi kebijakan saja, produk kita sudah tidak mampu lagi menyaingi produk negara tetangga. Mana mungkin garmen kita bisa mengalahkan garmen buatan Myanmar dan Malaysia, wong suku bunga bank mereka sangat rendah sementara Indonesia cukup tinggi,’’ jelasnya.

Biaya produksi produk Indonesia sulit ditekan karena bunga banknya sangat menkekik leher dunia usaha. ‘’Apakah pemerintah menaruh kepedulian terhadap masalah bunga bank ini? Saya lihat pemerintah tidak peduli, tidak berusaha menciptakan kebijakan baru menekan bunga bank agar produk kita ini bisa ditekan biaya produksinya sehingga dia bisa memenangkan pertrungan nanti di pasar bebas,’’ ucapnya lagi.

Menurut Lili, bohong kalau dikatakan biaya produksi industri Indonesia berada di bawah negara tetangga. Itu baru sisi tingkat suku bunga bank. Belum lagi bisacara kondisi infrastruktur yang amat memprihatinkan serta system perdagangan yang kita anut.

Misalnya saja produk-produk pertanian, bawang atau cabai rawit. Kenapa India bisa mengekspor kedua komoditi itu ke Indonesia dan harganya bisa lebih murah dibanding hasil tani di Indonesia.

Lili menjelaskan dari hasil kunjungannya ke Pasar Induk Sayur-mayur Kramatjati diperoleh data bahwa pemerintah India member insentif kepada eksportir mereka yang melakukan kegiatan ekspor sehingga produk mereka jauh lebih unggul di negara tujuan.

Karena itu lanjut Lili, mumpung masih ada waktu bebenah diri, pemerintah Indonesia sudah bekerja keras membenahi system perdagangan, memperbaiki infrastruktur dan kemudian meninjau kembali kebijakan perbankan sekitar penetapan tingkat suku bunga.

‘’Saya yakin betul, jika infrastruktur kita dibenahi dan tingkat suku bunga bank diturunkan paling tidak menyamai negara tetangga, daya saing produk Indonesia akan jauh lebih unggul. Pesaing-pesaing kita akan dapat dengan mudah kita kalahkan. Tapai kalau kondisi sekarang dipertahankan dan tidak dibenahi, kita ke laut, hancur berantakan,’’ tegasnya. (sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS