Usul Menkum HAM Soal Narkoba Menyesatkan
Laporan: Redaksi
JAKARTA, (Tubas) – Pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM) Patrialis Akbar yang mengisyaratkan, agar pembawa narkoba di bawah 1 gram tidak perlu dipidana tapi cukup dirawat inap di lembaga rehabilitasi sebagai terapi penyembuhan mental, merupakan penyataan yang sangat kontraproduktif dan bahkan sangat berbahaya. Apalagi dengan alasan rumah tahanan sudah penuh sesak tentu saja alasannya itu sangat menyesatkan.
Ungkapan itu dilontarkan Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane sebagai reaksi atas pernyataan Menhukham Patrialis Akbar yang dia nilai kontraproduktif dan bahkan sangat berbahaya serta menyesatkan.
“Ngawur itu pak menteri asal ngomong tanpa memikirkan dampak psikologinya yang lebih luas,” ujar Neta Pane menanggapi Tubas di ruang kerjanya di Jakarta, Rabu lalu.
Menurut Neta Pane bisa saja pernyataan Menkum dan HAM itu sebagai kabar gembira bagi pengedar atau pemasok narkoba. Sebab sikap toleransi itu akan dimanfaatkan para sindikat narkoba lebih leluasa menyebarkan barang haram tersebut.
Aparat penegak hukum, apakah itu polisi, jaksa atau pun hakim akan diperdaya sindikat narkoba itu dengan modus terselubung. Caranya barang 1 kilogram ganja atau pun shabu-shabu juga pil ekstasy akan dipecah menjadi 1 gram ke tangan setiap pengecer kemudian diedarkan. “Toch kalau ketangkap nggak bakalan dipidana, orang cuma satu gram,” tandas Neta Pane mengkritisi.
Kekhawatiran serupa juga dilontarkan Seto Mulyono saat dihubungi Tubas secara terpisah melalui telepon, pada hari yang sama. Tokoh pendidik yang dikenal dengan panggilan kak Seto ini mengatakan semakin khawatir menjamurnya peredaran narkoba hingga merasuk ke komunitas kalangan siswa.
“Saya juga nggak habis pikir mengapa pak menteri itu melontarkan ke publik apalagi kalau itu bukan hanya sekedar wacana tentu menjadi kontraproduktif,” ujarnya seraya “menggugat” kalau memang alasan rehabilitasi karena rumah tahanan penuh sesak bukankah lebih baik maling sandal, pencuri buah kakao dan kejahatan-kejahatan sejenis lainnya dikenakan saja hukuman wajib lapor daripada dihukum sekian bulan pidana penjara..?
“Berapa banyak rumah tahanan penuh sesak hanya karena dihuni para penjahat kelas “perut lapar”..?” Menurut kak Seto, seharusnya serahkan saja sepenuhnya kepada hakim karena fakta persidangan akan mengungkapkan patut tidaknya terdakwa narkoba direhabilitasi atau sebaiknya dikenakan hukuman pidana. Jadi tidak melihatnya secara hitam putih berapa banyak barang bukti yang diajukan jaksa.
“Hakim tidak semata-mata terikat pada jumlah barang bukti tapi lebih mendalam lagi mengungkap modus operandi kejahatan narkoba yang melibatkan terdakwa itu seperti apa,” jelas kak Seto.
Sikap serupa juga dilontarkan Ketua Gerakan Anti Narkoba dan Obat Terlarang (GRANAT) Henry Yosodiningrat. Henry lebih menekankan agar pemberantasan peredaran narkoba dimulai dari hulu. Alasan Henry karena pemakai atau pengguna narkoba justru yang menjadi korban.
“Sindikat yang merupakan hulu dalam peranannya sebagai produser (memproduksi) itulah yang seharusnya dihukum mati,” ujar Henry. Namun, kata Henry, bukan berarti setiap pengguna narkoba atau yang membawa narkoba di bawah 1 gram otomatis harus direhabilitasi.
“Seharusnya dilihat kasus per kasus dari aspek kausalitasnya. Sehingga hakimlah yang memutuskan berat ringannya hukuman bagi terdakwa atau sebelum direhabilitasi, lebih dulu dikaji lebih dalam dengan melibatkan berbagai unsur. Bila perlu ada baiknya melibatkan kalangan rohaniawan,” ujar Henry. (marto)