The Great Warehouse

Loading

Oleh : Fauzi Azis

Fauzi Azis

Fauzi Azis

DILIHAT dari aspek demografi, pertumbuhan ekonomi yang dalam 10 tahun terakhir terus menerus dihela oleh belanja konsumsi rumah tangga dan tingkat daya belinya makin membaik, bisa jadi sejumlah investor lokal atau asing pasti sangat berminat untuk menjadikan negeri ini menjadi the great warehouse yang terbesar di dunia.

Tapi kalau dilihat dari peta politiknya di dalam negeri dengan semangat nasionalismenya yang menggelora, sepertinya tidak semuanya setuju untuk menempatkan negeri ini sebagai the great warehouse. Alasannya secara politis cukup jelas, yaitu kita ingin menjadi bangsa yang mandiri secara ekonomi.

Cukup masuk akal alasan tersebut karena kita kaya sumber daya alam. Jangan buru-buru menolak dengan judul opini tersebut dan jangan salah persepsi apa maunya dan arah pemikirannya. Indonesia memang layak mendapat julukan sebagai the great warehouse, betapa tidak? Kita jadi lumbung pangan dunia, sampai-sampai waktu dijajah Belanda, semua yang kita miliki dibawanya keluar. Kita hanya dijadikan kambing congek, buruh kasar dan lain-lain.

Era Orde Baru pernah swa sembada beras. Kita menjadi paru-paru dunia karena kita memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Berarti kita juga menjadi lumbung kayu, karet, rotan, sawit, damar, the dan kopi dunia. Indonesia kini juga lumbungya orang-orang pintar, memiliki para peneliti yang tidak sedikit di berbagai bidang keilmuan dan para ahli di bidang yang lain.

Lumbung energi (mineral, tambang , gas dll) pastilah kita salah satu yang diperhitungkan di dunia. Tapi jangan sampai kita mendapat julukan sebagai the great warehouse-nya tukang ngomong doank alias gudang omdo, tukang tipu, tukang suap, tukang korupsi, tukang ngamuk dan tukang bohong. Kita harus tolak mentah-mentah kalau sampai ada yang memberi julukan itu.

Kita ini kan bangsa yang bermartabat yang suka dengan kehebatan sebuah peradaban. Kita ini bangsa yang baik, ramah dan mempunyai cita-cita yang luhur untuk membangun negerinya. Jadi diluar yang disebut terakhir, betul kita itu benar-benar the great warehouse. Oleh karena itu, si gudang raksasa tersebut harus terus-menerus dirawat, diruwat dan dikelola dengan baik dan benar.

Kalau tidak, tentu bisa rusak, bisa roboh dan rata dengan tanah, tanpa ada sedikitpun petilasan yang dapat kita lihat kasat mata. Tidak ada yang bisa dikenang sebagai sejarah peradaban. Pertanyaan besarnya maukah kita semua mengubahnya menjadi aset yang bernilai tambah tinggi bagi bangsa ini agar the great warehouse benar-benar menjadi milik kita dan segala keputusan strategis dan taktisnya kita sendiri yang memutuskan dan mengendalikannya.

Sesudah merdeka, Bung Karno dengan sangat berani manasionalisasi perusahaan minyak Belanda dan perkebunan besar milik Belanda menjadi milik Indonesia. Dengan segala kelebihan dan kekurangan sebagai bangsa, maka sekarang kita harus menentukan sikap yang tulus dan jujur bahwa pilihannya hanya satu, tidak dua tidak tiga atau banyak pilihan.

Pilihan yang satu itu adalah kita rawat, kita ruwat, kita kelola perusahaan raksasa dunia milik bangsa ini yang bernama “Indonesia The Great Warehouse”. Segala bentuk nilai tambah yang dihasilkannya adalah milik bangsa ini untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Baik nilai tambah yang bersifat materiil maupun yang imateriil.

Jangan sampai kita ini susah dan miskin selalu bergantung pada pihak lain, padahal kita pintar, cerdas dan berakal budi. Tinggalkan mimpi buruk untuk mencoba menguasai Indonesia the great warehouse untuk kepentingan sendiri atau kelompoknya. Apalagi membiarkan diakuisisi pihak asing dengan seenaknya atau dengan cara menggadaikannya.

Jangan sampai gagal kita membangun dan mengelola Indonesia The Great Warhouse. Kalau gagal berarti kita kembali terjajah lagi dan Indonesia The Great Warehouse sebagai pemegang saham mayoritasnya menjadi dikuasai asing dan namanya pasti akan berubah menjadi foreign the great warehouse di Indonesia.

Isinya pangan dan energi yang bermerek asing, sandal, sepatu, tas, pakaian bermerek asing. Semua serba asing, budayanya berbau asing, pemain olah raganya semua asing, pemain musiknya serba asing dan akhirnya wes ewes ewes, bablas…. semuanya.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS