Revolusi Mental, Layu Sebelum Berkembang

Loading

fa 2

Oleh; Fauzi Aziz

 

REVOLUSI Mental. Proses revolusinya tidak jelas dan tidak diurus. Bahkan progam ini menjadi layu sebelum berkembang. Revolusi Mental(RM) adalah sangat fondamental. Namun tak kunjung hadir sebagai progam nyata dan pada akhirnya berpotensi “mental” dari blantika budaya politik Indonesia yang tidak bermuatan idiologis lagi karena terbelenggu oleh pragmatism dan efoporio budaya instan.

Almarhum Prof Koentjoroningrat dalam bukunya berjudul “Mentalitet Pembangunan”, menyebut mentalitet bangsa Indonesia paling buruk dan kontra produktif dalam pembangunan adalah sifatnya yang ingin menerabas.

Dalam keseharian kita menyebutnya sebagai budaya instan. Misi pembangunan Indonesia yang paling berat adalah Mengubah Kekuatan Destruktif Menjadi Kekuatan Konstruktif. Ini adalah model pembangunan yang paling hakiki. Prosesnya pasti tidak bersifat instan karena harus melewati jalur yang panjang dan berliku.

Apa itu kekuatan destruktif. Kita sebut saja kekuatan oligarki KKN. Yang lain adalah kekuatan ekonomi underground, dimana disitu kelihatan money laundry dikelola dengan rapi. Negara mau bangkrut karena likuiditasnya mengering tidak masuk dalam radar mereka.

Perusakan moralitas anak bangsa yang berlangsung secara sistemik adalah bentuk kekuatan destruktif yang akan menghancurkan kekuatan anak bangsa para kreator dan inovator.

Sulit keluar dari ide-ide lama yang bercabang- cabang dan kian membesar menyergap ke dalam sudut-sudut kesadaran kita adalah salah satu bentuk kekuatan destruktif yang membelenggu bangsa ini, sehingga memang pantas harus dioverhaul.

Mengubah kekuatan destruktif menjadi kekuatan konstruktif adalah pekerjaan besar yang dipikul oleh seluruh komponen bangsa yang tergabung dalam organisasi public, organisasi bisnis dan organisasi nirlaba.

Dewasa ini kita sedang terus membangun. Namun,di saat yang sama terjadi pertarungan kekuasaan yang sengit di antara partai politik. Isu dis-integrasi bangsa nyaris tak pernah pudar. Konflik sosial juga terjadi dimana-mana akibat kesenja ngan. Kerusakan lingkungan terjadi merata, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Ekonomi berbiaya tinggi, padahal Indonesia sudah bergabung ke dalam kekuatan ekonomi regional dan global dalam suasana kompetisi yang sengit.

Semua masalah tersebut digerakkan kekuatan destruktif. Regulasi diubah seenaknya dalam semangat “menerabas” dan terbelit budaya instan. Yang membuat miris, perubahan itu dilakukan karena ada yang pesan. Regulasi by order, bukan regulasi for all.

Ini kenyataan yang kita harus jujur menyadari dan mengakui bahwa di dalam negeri ada kekuatan destruk tif yang masih bercokol untuk ikut menentukan masa depan bangsa ini. Karena itu, menjadi tanggungjawab bersama untuk membongkar kekuatan destruktif tersebut menjadi kekuatan konstruktif untuk membangun negeri ini.

Transformasi ini harus berjalan di atas landasan konstitusi. Transformasi ini harus berjalan dalam bingkai semangat demokrasi yang edukatif agar kita menjadi bangsa pembelajar yang sukses. Transformasi ini harus dilaksanakan dengan penegakan law and order karena Indonesia adalah negara hukum. Rakyat harus bisa hidup mandiri. Pikiran, ide dan gagasannya harus dikanalisasi untuk memberikan kontribusi dalam membangun kekuatan konstruktif.

Pembebasan pikiran dari model top-down bersifat indoktrinatif harus diubah menjadi pendekatan yang emansipatif dan partisipatif sebagai pilar utama dari model transformasi yang akan dilakukan oleh bangsa ini.

Emansipasi besar dalam pola pikir dan pola tindak adalah pilar yang amat tinggi nilainya karena perubahan paling sulit adalah mengubah mindset. Kekuatan konstruktif harus terjadi semua lini dan disudut-sudut kesadaran kita sebagai satu kesatuan kekuatan bangsa. Berarti, transformasi harus terjadi di tubuh organisasi publik, bisnis dan organisasi nirlaba. Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar nomor 6 di dunia pada tahun 2050.

Proyeksi ini akan tercapai bila bangsa ini berhasil mendobrak kekuatan destruktif berubah menjadi kekuatan konstruktif. Para politisi harus menyadari proses yang sedang berjalan dan kita tahu bahwa Indonesia cukup tertatih-tatih dalam melawan kekuatan destruktif di negeri ini. Emansipasi dan partisipasi pikiran dan tindakan seluruh komponen bangsa diperlukan demi keberhasilan reformasi ekonomi yang bercirikan desentralisasi karena kita tidak hanya bisa membangun Jawa saja, tetapi harus bisa membangun Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Maluku, serta Bali dan Nusatenggara serta yang lainnya.(penulis adalah pemerhati sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS