Prudential Policy Versus Kebangkitan Ekonomi Nasional
Oleh: Fauzi Aziz
JUDUL ini penting kita dalami secara bijaksana karena dua kondisi seperti itu kita butuhkan dalam mengelola ekonomi Indonesia. Prudent Policy penting dan kebangkitan ekonomi juga sama pentingnya. Prudent Policy biasanya terkait dengan pengelolaan kebijakan pada sisi makro ekonomi yang pijakan utamanya adalah kebijakan moneter dan fiskal.
Prudent Policy bukan soal pengetatan kebijakan, tapi kita fahami sebagai best practise dalam pengelolaan kebijakan di kedua sektor tersebut sebagai penjaga stabilitas ekonomi nasional. Dan kondisi ini kita perlukan agar kegiatan ekonomi di berbagai sektor dapat tumbuh dan berkembang.
Kita memerlukan stabilitas dan keberlanjutan kebijakan ekonomi makro, yang mampu men-deliver energi bagi bekerjanya sektor mikro. Di sini ada persoalan terkait masalah industri, investasi dan perdagangan internasional. Disini pula akan ada masalah yang terkait dengan pengembangan produk dan layanan, pengembangan model bisnis, pengembangan pasar.
Berarti, kebangkitan ekonomi Indonesia secara internal sangat ditentukan oleh bagaimana kebijakan makro dikelola dan kebijakan mikronya juga harus dijalankan dengan baik agar kegiatan dan proses ekonomi berjalan.
Fungsi utama kebijakan makro adalah penjaga stabilitas, ekonomi, melakukan contra cyclical tatkala ekonomi memanas atau lesu, serta menangkal pengaruh eksternal bila terjadi krisis seperti terjadi tahun 1998 dan 2008.
Sektor mikro diharapkan menjadi sumber pasokan barang dan jasa yang diperlukan masyarakat di dalam negeri dan luar negeri. Sebab itu, kebijakan investasi, industri dan perdagangan harus dibuat dalam satu policy frameworks. Ini belum pernah terjadi, sehingga jangan heran kalau Indonesia menghadapi persoalan koordinasi kebijakan yang lemah di sisi mikro.
Indonesia selalu mendapatkan rapor baik dalam hal pengelolaan *kebijakan makro ekonomi yang dikenal prudent. Namun dalam hal pengelolaan kebijakan mikro dengan basis utama di sektor investasi, industri,dan perdagangan rapornya belum baik, sehingga meskipun Indonesia menjadi salah satu negara tujuan investasi, para investor masih memerlukan jaminan kepastian hukum. Polemik soal Freeport sebagai contoh berada di ranah ini.
Indonesia sedang menuju dan berderap untuk menjadi negara di Asia yang sedang bergegas membuat ekonominya bisa bangkit. Bicara soal kebangkitan ekonomi di era keterbukaan akan selalu diukur berdasarkan indikator besarnya PDB. Dan bagaimana kita bisa melangkah, tentu ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian.
Pertama, pemerintah bekerja menjalankan reformasi ekonomi untuk menyediakan seperangkat institusi pasar dan infrastruktur sosial dan ekonomi untuk menumbuh kembangkan pelaku usaha, baik pelaku usaha kecil, menengah dan besar.
Kedua. institusi pasar dibangun agar sistemnya mampu bekerja sesuai hukum pasar. Di Indonesia masih terlalu banyak distorsi. Celakanya, pemerintah belum sepenuhnya berhasil melakukan intervensi mengatasi gejolak pasar.
Rent seeking behaviour masih marak terjadi di perdagangan bahan pangan dan komoditas, sehingga pasar rentan terdistorsi. Dalam fenomena ini berarti sektor mikro mengintervensi sektor makro dalam bentuknya menaikkan angka inflasi. Ini yang terjadi di institusi pasar barang dan jasa.
Kita juga ada institusi pasar uang dan pasar modal dan institusi pasar ini tumbuh pesat sejak pasca krisis likuiditas Asia tahun 1998. Ketiga, Indonesia sebagai negara hukum harus memiliki institusi hukum yang kuat. Institusi hukum ekonomi dan bisnis perlu ditegakkan sehingga jika terjadi sengketa di dalam negeri tidak perlu diselesaikan melalui mahkamah internasional maupun lembaga arbitrase internasional.
Investasi selalu memerlukan kepastian hukum. Hubungan industrial juga membutuhkan kepastian hukum jika terjadi sengketa perburuhan. Sengketa dagang tidak perlu dibawa ke WTO, cukup diselesaikan di dalam negeri karena para pihaknya bukan pemerintah, tapi para pelaku usaha.
Kita harus mulai berani mengatakan kepada WTO bahwa kebijakan pemerintah pada dasarnya tidak dapat diadili karena kebijakan selalu dibuat untuk memberikan stimulasi ekonomi, melindungi kepentingan ekonomi nasional masing-masing negara.
Keempat, masalah ketenagakerjaan, dimana para pekerja harus dipandang sebagai bagian dari sumber daya manusia sehingga mereka harus diberikan kesempatan untuk dididik dan dilatih agar produktifitasnya meningkat.
Hubungan industrial semestinya berjalan harmonis untuk meningkatkan portofolio bisnis. Perusahaan industri nasional secara bertahap harus melakukan penyesuaian, dimana pekerja yang terlibat dalam pekerjaan bernilai tambah rendah berkurang, sementara yang semakin berketerampilan dan berkeahlian jumlahnya makin bertambah.
Sebab itu, sistem subsidi bagi industri diperbolehkan oleh aturan WTO untuk membantu perusahaan yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawannya melalui pemotongan pajak.
Kebangkitan ekonomi Indonesia adalah hanya soal waktu dan kesiapan. Tiongkok, India dan Indonesia diharapkan dapat menjadi pengerek pertum buhan ekonomi kawasan Asia.
Kebangkitan ekonomi bisa ditukangi atau bisa direkayasa. Karena itu, Indonesia harus banyak belajar dari keberhasilan negara lain seperti Taiwan, Jepang, Korsel, Tiongkok dan India dalam mengembangkan perekonomiannya. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).