Petani Tebu Tolak Gagasan Menteri Rini untuk Impor Raw Sugar

Loading

petani-tebu

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) menolak impor raw sugar sebanyak 381 ribu ton. Alasannya, neraca gula 2016 belum menetapkan adanya defisit gula.

“Taksasi produksi gula giling tahun 2016 secara riil baru diketahui sekitar bulan Agustus 2016 pada saat puncak musim giling, sehingga akan diketahui stok gula cukup apa tidak,” kata Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen melalui siaran persnya yang diterima redaksi di Jakarta, kemarin.

Soemitro menegaskan, dalam Sarasehan Persiapan Giling Tebu 2016 yang digelar di Graha Kebon Agung, Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu menyimpulkan bahwa impor raw sugar belum perlu. Hal ini menanggapi surat Menteri BUMN Nomor : S-289/MBU/05/2016 tanggal 12 Mei 2016 perihal Impor Raw Sugar tahun 2016 dimana menugaskan PTPN X untuk melakukan impor raw sugar sebanyak 381.000 ton.

Selain itu, APTRI juga mempertanyakan dasar perhitungan kebutuhan impor raw sugar 381.000 ton yang tidak jelas. “Sehingga kami khawatir stok gula tahun 2016 melebihi kebutuhan dan dampaknya harga gula turun, lebih lebih pada awal tahun 2016 ada impor gula PPI sebanyak 200.000 ton,” katanya.

Kebijakan impor raw sugar dengan dalih sebagai kompensasi agar PTPN dan PT RNI menjamin rendemen minimal 8,5% adalah kebijakan instan dan tidak mendidik. Akar masalah rendemen rendah karena pabrik gula tidak efisien.

Hal ini terbukti pabrik gula yang efisien, rendemennya bisa diatas 8,5%. Sehingga, yang perlu dilakukan adalah memperbaiki kinerja pabrik gula agar efisien,” katanya.

Kebijakan impor raw sugar untuk idle capacity, lanjut Soemitro. mestinya ditempuh ketika produksi gula nasional lebih rendah dibanding konsumsi nasional. Atau pabrik gula kekurangan bahan baku. Persoalannya kemudian pabrik gula yang tidak efisien akan ditinggalkan petani sehingga praktis kekurangan tebu. “Akan lebih baik pabrik gula yang tidak efisien itu direvitalisasi total bukan malah menggiling raw sugar,” kata Soemitro.

Keuntungan dari hasil mengolah raw sugar bagi pabrik gula yang tidak efisien akan habis untuk menjamin rendemen kepada petani. Jadi tidak mungkin dari keuntungan mengolah raw sugar itu untuk merevitalisasi pabrik gula. “Pada prinsipnya kami para petani sangat mendukung jaminan rendemen 8,5 persen tanpa embel-embel kompensasi impor raw sugar,” katanya.

Menurutnya, importasi raw sugar pernah dilakukan oleh pabrik gula BUMN maupun swasta tetapi tidak ada dampak positif terhadap perbaikan kinerja PG. Saat ini, HPP gula tani belum ditetapkan, sehingga petani belum mendapat kepastian dalam menghitung hasil minimal pendapatan pada saat panen, sehingga petani mendesak segera ditetapkan HPP gula tani sebesar Rp. 10.600/kilogram.

Penjualan gula milik petani tetap dilaksanakan oleh petani sendiri seperti pada tahun- tahun sebelumnya. Saat ini harga gula sangat tingggi mencapai 15.000/kilogram sehingga memberatkan konsumen. “Kami berpendapat bahwa harga saat ini adalah skenario yang dibuat untuk mengesankan seakan-akan stok gula tidak ada sehingga ujungnya minta impor” kata Soemitro. (red)

CATEGORIES
TAGS