Pengelolaan Fiskal Negara

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

STANDAR umum yang berlaku sebagai ambang batas maksimal pengelolaan fiskal negara adalah: 1) Defisit anggaran maksimal 3 persen dari total PDB dan 2) jumlah hutang setinggi-tingginya adalah 60 persen dari total PDB.

Indonesia mengakomodasi standar tersebut dan telah dinyatakan dalam Undang-undang no 17/2003 tentang keuangan negara. Negara mana pun di dunia hampir semuanya menggunakan acuan yang sama agar dicapai suatu kondisi pengelolaan fiskal yang aman bagi kepentingan negara bersangkutan.

Indonesia termasuk salah satu negara yang menerapkan disiplin fiskal yang prudent. Defisit anggaran selalu berada pada kisaran yang aman, yakni antara 1,5 – 2 persen dari PDB. Hutang juga masih di bawah 30 persen dari PDB. Dengan posisi ini, Indonesia termasuk salah satu negara yang dinilai berhasil mengelola kebijakan fiskalnya dengan baik.

Manajemen resikonya juga terkelola dengan baik, sebab kalau tidak disiplin, kebijakan fiskalnya bisa bleeding alias berdarah-darah seperti yang dialami Yunani dan Spanyol di zona euro dan di AS. Tahun lalu, AS mengalami defisit anggaran US$ 1 triliun lebih atau 6,7% dari PDB.

Hutangnya telah mencapai sekitar 103,6% terhadap PDB pada tahun yang sama. Apa yang dilakukan Barack Obama saat ini memiilih kebijakan pahit yang harus dilakukan, yaitu dengan memangkas APBN sebesar US$ 85 miliar guna penyelamatan ekonomi nasionalnya. Jepang melakukan pelonggaran moneter dan mengkombinasikan kebijakan fiskal dan moneternya dengan memerintahkan Bank Sentral Jepang membeli obligasi negara untuk membangkitkan ekonomi dalam negerinya.

Catatan bagi kita sebagai orang awam adalah pertama, harus diberikan apresiasi kepada pemerintah yang telah berhasil mengelola kebijakan fiskalnya dengan baik sehingga negeri ini relatif aman terbebas dari ancaman krisis fiskal.

Kedua, tetap harus dikritisi bahwa meskipun secara makro kebijakan fiskalnya prudent, namun di tingkat pelaksanaan, pemerintah belum berhasil menyelenggarakan good governance-nya dengan baik.

Hal ini terbukti kebocoran dalam penggunaan anggaran masih sangat besar, baik terjadi di pusat maupun di daerah. Selanjutnya juga masih disinyalir banyak kegiatan yang bersifat bussines as usual. Berarti, APBN/APBD digunakan dengan boros.

APBN sebagai fungsi pertumbuhan ekonomi belum bisa maksimal karena pos-pos belanja yang ada lebih besar digunakan untuk mendukung kegiatan yang bersifat operasional, dibandingkan dengan untuk mendukung kegiatan investasi/belanja publik.

Inilah tantangan yang harus disikapi di waktu mendatang. Pasti banyak hal yang bisa dilakukan untuk lebih memaksimalkan peran kebijakan fiskal, baik dalam rangka pelaksanaan fungsi alokasi, distribusi dan pelaksanaan fungsi stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi, serta good governance-nya. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS