Menuju Indonesia yang Disegani

Loading

amerika-indonesia-696x398

Oleh: Fauzi Aziz

 

WAJAH Indonesia belum berubah menjadi bersih dari berbagai bentuk perilaku upeti, sogok dan korupsi yang umumnya dilakukan oleh petugas negara, baik di lingkungan lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif dan yudikatif. Ini terbukti pungli dijalankan lagi di Kementrian Perhubungan.

Secara umum masih seperti itu dan kesimpulannya Indonesia terjebak pada krisis integritas yang akut dan menular. Virusnya menyebar secara vertikal dan horisontal.

Sadari atau tidak, krisis integritas telah mempersulit proses pembangunan bangsa. Seiring dengan itu, terjadi pula krisis likuiditas untuk mendukung pelaksanaan progam pembangunan, sehingga Indonesia masih tetap berhutang.

Pemerintah belum berhasil menciptakan lingkungan untuk mendukung peningkatan produktifitas, meskipun 13 paket kebijakan ekonomi telah dikeluarkan. Realitasnya sistem ekonomi nasional masih belum efisien dan cirinya yang utama masih berbiaya tinggi (high cost).

Padahal misi utama kebijakan adalah menyelesaikan masalah dan menciptakan keadaan menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan negara lain sekawasan. Secara umum dapat dikatakan fungsi pemerintah belum efektif mengatasi berbagai masalah dalam setiap tahapan pembangunan yang kini terus berproses.

Dan lebih spesifik kebijakan yang dibuat masih belum implementatif, sehingga Indonesia bertubi-tubi mengalami tekanan, baik secara politik, ekonomi dan budaya.

Meski demikian, Indonesia selalu berhasil menyelamatkan diri terhadap berbagai krisis yang terjadi di negeri ini. Ambil contoh, ketika Indonesia terkena imbas krisis likuiditas Asia 1998, Indonesia bisa mengalami “kebangkrutan”. Bayangkan ekonomi mengalami kontraksi hebat sebesar -13%. PDB per kapita mengalami kemorosotan tajam dari sekitar 1.050 dolar AS per kapita turun menjadi hanya 350 dolar AS per kapita.

Kita bersyukur bisa pulih dan kini income per kapita Indonesia sudah bisa mencapai  4.000-an dolar AS. Dengan susah payah ekonomi nasional kembali normal dalam satu dasawarsa lebih, meskipun kini mengalami pertumbuhan lambat karena faktor eksternal dan internal.

Harapannya tentu Indonesia di mata rakyatnya sendiri maupun di mata  dunia harus makin disegani karena pemerintahnya kredibel.

Indonesia yang disegani dalam pemahaman Indonesia dapat menjadi best practice dalam pengembangan sistem demokrasi yang mampu mendorong kemajuan bangsanya. Dalam sistem ekonomi juga disegani karena seluruh pemangku kepentingan dapat membangun kerjasama yang efektif antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam mewujudkan Indonesia incorporated yang solid menghadapi tantangan global.

Kebijakan ekonomi sebaiknya dirancang bersama dengan mengembangkan model kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan kita, dimana akhirnya para pemangku kepentingan bisa merasakan manfaatnya secara optimal.

Pembuatan kebijakan yang tidak transparan dan akuntabel pasti akan dicurigai sebagai bentuk isolasi yang di dalamnya diduga ada interest group yang ikut bermain.

Contoh seperti dalam kebijakan harga gas di dalam negeri yang diduga tidak transparan,sehingga “digugat” dan pihak yang merasa dirugikan minta ditinjau ulang. Di bidang budaya, Indonesia juga menghadapi ancaman, dimana terdapat kecenderungan budaya luar lebih berkuasa dari budaya lokal dan nasional sehingga jati diri, nasionalisme bangsa Indonesia tergerus oleh budaya asing. Akibatnya progam P3DN di berbagai bidang tidak berjalan.

Budaya pragmatisme melanda Indonesia yang menjangkiti para elit politik, pengelola kebijakan public dan masyarakat kita sendiri.

Berkaitan dengan itu, untuk menuju Indonesia yang lebih disegani, perlu ada konsensus nasional yang bisa merumuskan tatanan Indonesia baru semacam New Deal untuk menempatkan posisi Indonesia sebagai negara adi daya baru yang bebas aktif secara politik, ekonomi dan budaya.

Semangat berdikari seperti dikatakan Bung Karno bukan berarti mengurung diri dan memutuskan hubungan dengan bangsa-bangsa lain. Prinsip berdikari yang disampaikan Bung Karno hakekatnya menghendaki perkembangan hubungan dengan dunia luar atas dasar persamaan dan saling menghormati serta saling menguntungkan.

Prinsip berdikari ini agar Indonesia bisa memenuhi kebutuhan rakyat. Akhirnya langgam pragmatisme yang kini hidup subur di tengah masyarakat harus sege ra diakhiri agar pembangunan Indonesia di berbagai bidang dilandasi oleh nilai idiologis yang jelas sesuai konsensus nasional.

Kalau landasannya hanya idiologi pragmatisme, Indonesia hanya akan menjadi “komoditas” yang menjadi mainan para invesible hand dan para pemodal. Akibatnya, lautan menjadi dangkal dan daratannya makin dalam karena sumber daya alamnya terkuras habis oleh pemodal.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS