Masyarakat Desa Perlu Terpimpin

Loading

Oleh : Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

DESA-desa di Indonesia sebagian besar yang tersebar dari Sabang sampai Papua adalah desa-desa yang subur. Dikatakan subur karena apa saja yang hidup di atasnya dapat tumbuh berbagai jenis tanaman yang tentu berguna bagi sumber penghidupan. Jadi ada potensi untuk bisa menjadi mata pencaharian dan sekaligus dapat berfungsi sebagai sumber penciptaan nilai tambah masyarakatnya.

Hakekat demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi yang diselenggarakan oleh rakyat dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Dengan demikian berarti rakyat di pedesaan dan juga di perkotaan, yang kaya atau yang miskin, yang pandai maupun yang bodoh pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara dan juga untuk melakukan kegiatan ekonomi secara memadai.

Tanah, ladang, sawah, kebon, pekarang yang ada di sekitarnya pada dasarnya milik mereka dan mereka berhak untuk mengelolanya sebagai sumber penghidupan. Agar dapat membantu kehidupan ekonomi mereka menjadi lebih baik, maka masyarakat pedesaan hidupnya perlu terpimpin.

Maksudnya terpimpin adalah bukan hanya semata-mata teroganisir saja tetapi juga perlu dibekali sebuah pengetahuan tentang hidup berekonomi yang sehat agar apa yang hidup disekitarnya menjadi lebih bermakna bagi penciptaan nilai tambah bagi diri dan keluarganya bahkan masyarakatnya.

Terpimpin bukan oleh Kepala Desa dan Bupati saja tetapi juga oleh sosok pejuang yang punya concern terhadap isu kesetaraan hidup berekonomi, keadilan dan kesejahteraan untuk semua. Terpimpin tidak berarti hanya datang ke desa saat pemilukada, kemudian masyarakat diracuni dengan janji-janji kosong.

Terpimpin bukan pula sang kepala desa atau sang bupati hanya bertindak sebagai broker tanah yang kemudian mereka merayu rakyat yang punya lahan di desa itu untuk menjualnya kepada orang kaya yang sekedar ingin menguasai lahan di desa tersebut, tanpa ada kejelasan tentang peruntukannya. Akibat situasi yang seperti ini, maka rakyat berubah statusnya dari semula pemilik kebon, sawah, ladang menjadi hanya sebagai penjaga kebon. Dari sini awal bencana kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan dimulai.

Semula mereka sebagai pemilik aset produktif berubah hanya memjadi penjaga aset yang menyebabkan masa depan kehidupan manusia yang berhak hidup layak sirna dan punah. Sementara bak fatamorgana kehidupan kota yang hiruk-pikuk menjadi harapan baru bagi mereka untuk mengadu nasib. Fenomena semacam ini bukan hal baru dan sudah banyak dibahas oleh hampir semua kalangan.

Bentuk solusi yang ditawarkannyapun beragam, tapi pada intinya sama, yaitu bagaimana membuat kehidupan ekonomi pedesaan menjadi lebih baik dan lebih sejahtera. Yang tidak pernah nampakkan hasilnya dari semua proses penyelenggaraan progam pembangunan pedesaan. Bagaimana membuatnya agar bisa berhasil dan lebih mendatangkan manfaat bagi masyarkat pedesaan dan apa makna masyarakat pedesaan perlu terpimpim dalam mengelola kehidupannya.

Pertama, lahan, kebon, sawah ladang, pekarangan milik rakyat desa yg sudah turun temurun diberikan status pengakuan hak atas tanahnya secara otomatis oleh BPN dan secara RTWR lahan tersebut dinyatakan sebagai cagar usaha milik rakyat yang harus dilindungi. diusahakan dan dikelola oleh rakyat di desa itu sendiri.

Kedua, masyarakat di desa tersebut kemudian berhak mendapatkan akses untuk mendapatkan progam capacity building secara by design oleh tenaga ahli (yang lahir dan besar di desa tersebut) untuk merancang, melaksanakan dan mengendalikan jalannya progam tersebut dengan melibatkan anggota masyarakat secara langsung. Dukungan anggaran pemerintah sebaiknya langsung di desentralisasikan kepada kelompok kerja tim pendamping.

Penyedia anggaran cukup membuat sistem dan mekanisme pertanggungjawabannya saja. Ketiga, durasi waktu yang diperlukan tidak bisa sebentar, paling lama 3 tahun dan minimal 1 tahun efektif karena pelaksanaan progam capacity building ini sekaligus seperti penerapan progam inkubasi. Pemda dan aparat desa bertindak sebagai penyedia infrastruktur pisik untuk membuka akses agar kegiatan ekonomi mereka dapat terhubung secara efisien dengan pusat-pusat produksi dan distribusi.

Keempat, proses semacam ini mendidik masyarakat desa menjadi masyarakat yang produktif dan bukan hanya sekedar sebagai masyarakat yang konsumtif. Menjadikan masyarakat desa terbiasa hidup menjadi tidak bergantung pada orang lain. Lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah. Pola inti plasma dibangun atas dasar keseteraan artinya masyarakat desa sebagai pemilik aset produktif dapat bermitra dengan perusahaan inti yang posisinya masing-masing adalah sebagai shareholders.

Kalau formatnya seperti yang sekarang berlaku, pasti yang terjadi adalah eksploitasi oleh yang kuat terhadap yang lemah dan pasti merugikan yang lemah. Kalau mereka misalnya tergabung dalam kelompok usaha koperasi dan ini lebih baik harus dikembangkan, dari presprektif ekonomi agraria, yang kaya akan sumber hayati dan nabati sejatinya adalah masyarakat pedesaan bukan masyarakat perkotaan atau bahkan para pemodal.

Dari prespektif demokrasi ekonomi, mereka berhak sejahtera dan makmur hidupnya bukan malah menjadi masyarakat yang papa dan marginal karena kekuatan ekonomi kapital yang cenderung eksploitatif dan eksploratif atas aset produktif yang telah mereka kuasai dan miliki secara turun temurun dari nenek moyangnya.

Semoga semuanya sadar dan kemudian berniat akan melakukan sesuatu yang lebih bermakna bagi kehidupan ekonomi pedesaan yang lebih produktif, sejahtera, adil dan makmur. Semoga kemiskinan dan pengangguran akan sirna.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS