KPK Mulai Memiskinkan Koruptor

Loading

Oleh: Marto Tobing

Ilustrasi

Ilustrasi

UPAYA paksa dengan cara pembuktian terbalik sebagai keharusan bagi para koruptor untuk mengungkapkan asal muasal harta kekayaan yang dimiliki, nyatanya hanya sebatas wacana.

Kendalanya karena “Asas Pembuktian Terbalik” itu belum dilegimitasikan sebagai perangkat undang-undang sehingga penegak hukum tidak memiliki daya paksa kendati para koruptor itu telah menumpuk harta kekayaan yang haram.

Peradaban primitif sebagai watak bebal diangkuhkan, sehingga mereka siap menerima hukuman badan. Bahkan ditambah hukuman denda seberapa besar pun nilai rupiahnya tidak akan ngaruh ketika disubsiderkan dengan hukuman 6 bulan kurungan.

Mungkin lebih baik jalani masa kehidupan 6 bulan lagi di penjara ketimbang harus mengucurkan miliaran rupiah sebagai hukuman pengganti denda dimaksud. Termasuk tak perduli ditambah hukuman membayar gati rugi keuangan negara seberapa besar pun itu, yang penting harta kekayaan yang sudah “dimuseumkan” sang koruptor itu tetap aman tak tersentuh perangkat hukum.

Sebut saja misalnya koruptor Angelina Sondakh, Muhammad Nazaruddin, Wa Ode Nurhayati, Miranda Goeltom dan puluhan para koruptor di semua level lainnya, harta kekayaan hasil jarahan, sama sekali tak terjangkau juru sita. Divonis hukuman badan dibarengi kemurahan pemberian remisi, maka efek jera pun tetap saja sebagai isapan jempol seiring vonis para hakim Tipikor yang selama ini masih “bermurah hati”.

Berbahagialah perasaan para koruptor itu karena harta kekayaan “gelap” yang mereka kuasasi hanya bisa dirampas oleh negara atas pembuktian kejahatan pencucian uang (money loundry). Selama ini Jaksa KPK mengajukan tuntutan hukum hanya mengacu pada pembuktian berdasarkan undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sehingga tidak punya hak mengusut harta kekayaan diluar vonis hakim.

Kebuntuan ini hanya bisa diterobos jika penyidik KPK menyeret terdakwa dengan perdayakan undang-undang pencucian uang tentu saja utamanya tetap undang-undang Tipikor. Sebab upaya paksa “Pembuktian Terbalik” bagi para koruptor adalah hal yang mustahil dilembagakan oleh lembaga legislatif dan eksekutif menjadi perangkat undang-undang, ketika orang-orang di Senayan sana bersama orang-orang di Kementerian lembaga Kepresidenan itu masih saja diakrabi mentalitas bayang-bayang perilaku korupsinya.

Maka sangat tepat ketika penyidik KPK mulai membidik harta kekayaan haram para koruptor dengan undang-undang pamungkas tentang kejahatan pencucian uang. Penerapan pidana pencucian uang itu menjadi momok bagi koruptor ketika penyidik KPK mulai mengerat taring-nya melumat harta kekayaan Irjen (Pol) Djoko Susilo (DS).

Irjen DS selain dituduh korupsi pengadaan Simulator SIM, mantan Korlantas Mabes Polri ini oleh KPK juga diseret melakukan pidana pencucian uang. Untuk menyelamatkan keuangan negara yang diselewengkan itu, KPK mulai memburu harta kekayaan yang dijadikan sebagai asset pribadi. Paham bahwa pemiskinan adalah hal yang sangat menakutkan bagi para koruptor, KPK memaknai penerapan undang-undang kejahatan pencucian uang ini sangat dahsyat berdampak efek jera.

Bisa dibayangkan betapa menakutkan ketika 10 rumah mewah Jenderal DS ini oleh KPK disita. Di antaranya tanah dan rumah mewah seharga miliaran rupiah di Jalan Perintis Kemerdekaan No.70 RT 01/RW 05 Sondakan Lawengan Solo milik DS disita oleh KPK, Kamis (14/2). Petugas KPK memasang sebuah papan besar yang mengumumkan rumah itu disita terkait pidana pencucian uang oleh tersangka DS. Rumah kuno di atas lahan seluas 5.000 meter persegi itu sudah direnovasi, dikelilingi pagar tembok setinggi 4 meter.

Rumah yang usianya diperkirakan lebih dari seabad itu dulunya milik salah satu pengusaha batik diwariskan kepada anak-anaknya. Baru beberapa tahun lalu rumah itu akhirnya berpindah tangan kemudian direnovasi. Rumah yang luasnya lebih dari 3.000 meter persegi itu kesehariannya hanya ditunggui oleh keluarga pembantu. Semula warga mengira rumah itu adalah milik Candra Tjahyadi tertulis di pintu gerbang rumah. Warga baru sadar rumah itu milik DS setelah ramai di media massa.

Sehari sebelumnya Rabu (13/2) KPK juga menyita sebuah rumah di Jalan Sam Ratulangi No.16 Manahan, Solo. Rumah seluas 800 meter persegi ini disita juga terkait kejahatan oencucian uang atas nama DS.

Selanjutnya, Selasa (19/2) KPK juga menyita rumah dan bangunan milik DS terletak di Perumahan Pesona Mungil RT 01 RW 09 Blok E No. 1 Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Jabar.

Menurut warga setempat rumah tersebut tidak pernah ditempati DS selaku pemilik. Rumah ini dibeli pada tahun 2002 dan sering digunakan untuk syuting film. Pada papan pengumuman KPK yang ditempelkan di rumah itu tertulis: “Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan No.Sprin Sita-No. 13/01/2013 tanggal 31 Januari 2013, tanah dan bangunan ini telah disita dalam perkara tindak pidana pencucian uang atas nama tersangka DS.

Aset berikutnya, KPK menyita rumah DS di Jalan Elang Mas Blok C3 No.16 Perumahan Tanjung Mas Raya Jagakarsa Jaksel. Menurut warga rumah tersebut bertahun-tehun tetap dalam keadaan kosong. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS