Ketahanan Ekonomi Nasional

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

APA definisi ketahanan ekonomi nasional? Apakah di antara kita pernah membaca dalam satu naskah undang-undang makna ketahanan ekonomi nasional? Yang sering kita dengar adalah debat tentang doktrin ekonomi, yaitu antara liberalisme dan bukan liberalisme.

Kemudian, perdebatan itu mengerucut bahwa yang lebih benar adalah kembali ke sistem ekonomi Pancasila atau dalam bahasa konstitusi, membangun sistem perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial sebagai pilar untuk membangun ketahanan ekonomi nasional.

Bangsa ini secara politis tampaknya harus bermusyawarah dan bermufakat tentang konsep ketahanan ekonomi nasional ini. Pilar utamanya adalah sistem ekonomi Pancasila atau sistem ekonomi konstitusi. Rasanya, hal yang demikian tidak bisa dinafikan lagi, karena kita sebagai bangsa sudah mengakui secara politis bahwa dalam membangun ketahanan ekonomi nasional pilar utama adalah Pancasila dan UUD 1945.

Masalahnya, substansi atau butir-butir amanat ini belum pernah kita tuntaskan, yang nantinya oleh siapa pun dengan sangat mudah dimengerti, baik pada tataran konsep maupun implementasinya. Sebagai pihak yang sangat awam, barangkali apakah sistem ekonomi Pancasila ini bisa kita sebut sebagai sistem ekonomi pasar sosial, seperti yang diterapkan oleh Jerman, di mana sistem ekonomi liberal tersebut untuk tahapan tertentu dibebani dengan tugas menyejahterakan rakyat.

Para ahli menyebut sistem ekonomi pasar sosial memiliki postur dan wajah sosialistik dan humanistik. Konsep ini sejatinya selaras dengan konsep atau doktrin yang dianut dalam UUD 1945, yaitu sistem perekonomian dan kesejahteraan sosial yang dituangkan dalam Pasal 33 dan 34. Kehendak politiknya semestinya sudah cukup clear, hanya saja penerjemahannya tidak clear. Negara ini dalam membangun ketahanan ekonomi nasional boleh dibilang telah menempuh jalan yang salah, yakni “menyimpang” dari pilar utamanya, yakni Pancasila dan UUD 1945.

Hal yang paling mendasar adalah berarti republik ini perlu merekonstruksi kembali kebijakan ekonominya dan sekaligus mengoreksi kembali hukum-hukum ekonomi. Apa yang dilakukan oleh pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi tanggal 23 Agustus 2013 adalah penting, tapi tidak fundamental. Padahal, yang mau diatasi adalah masalah yang fundamental, yaitu rapuhnya ketahanan ekonomi nasional. Ancaman dan hambatannya juga bersifat serius dan fundamental.

Ekonomi Terbuka

Di fora internasional, Indonesia benar-benar dengan gagah berani membuka baju untuk hidup dalam lingkungan sistem ekonomi yang terbuka dan liberal, padahal pilarnya tidak berbicara seperti itu. Ingat pada tahun 2004, pemerintah pernah menerbitkan PP Nomor 20/2004 yang meliberalisasi penanaman modal asing, padahal nyata-nyata PP itu bertentangan dengan semangat konstitusi. Opini ini mengatakan, semangat PP tersebut bonek (bondo nekad) untuk menyerahkan aset bangsa kepada asing. Krisis 1998 dimaknai sebagai kiamat bagi Indonesia, sehingga dengan gagah berani mengundang asing masuk untuk memperbaiki kinerja ekonomi nasional, seakan-akan bangsa ini sudah tidak punya energi lagi untuk membangun ekonomi nasionalnya.

Sekarang pun negara ini memiliki UU tentang penanaman modal yang kalau tak salah sudah di-yudicial review oleh MK.Tapi, rasanya pemerintah dan DPR juga belum melakukan tindakan korektif, seperti halnya dengan undang-undang tentang migas. Pemerintah telah meratifikasi berbagai traktat internasional mengenai ekonomi seperti GATT, GATS, TRIMs, dan TRIPs sebagai konsekuensi logis dari keanggotaan Indonesia di WTO.

Bahkan, sebelumnya Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi seperti Patent Cooperation Treaty yang semuanya itu dimaksudkan untuk meliberalkan sistem ekonomi dan menjadikan negara sebagai bagian dari pasar bebas global.

Sekarang, berpulang pada kita sebagai bangsa dan negara yang berdaulat untuk bersikap, apakah kita akan terus berjalan di atas sistem ekonomi yang liberal atau kita perlu melakukan koreksi menyeluruh hukum ekonomi untuk membangun ketahanan ekonomi nasional yang lebih sesuai dengan budaya bangsa dan selaras dengan semangat Pancasila dan UUD 1945.

Para penyelenggara negara dari pusat sampai daerah harus memahami dan mengerti tentang konstelasi pembangunan ekonomi di negeri ini. Tidak bisa bersikap nderek wingking apa kata komandan. Semua harus berpikir keras dan sambil berintrospeksi, jangan-jangan kita ini sudah terlalu jauh melangkah, tetapi langkahnya ternyata keliru. ***

CATEGORIES

COMMENTS