Kalau Defisit Mulai Terjadi

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

SECARA sederhana, defist terjadi karena faktor in nilainya lebih besar dari out. Sebaliknya kalau faktor nilai outnya lebih besar dari pada nilai in, maka yang terjadi adalah surplus. Atau kalau dalam sistem akuntasi, baki debetnya lebih kecil nilainya dari pada yang tercatat di baki kredit, hutang lebih besar dari piutang, begitu seterusnya.

Rumah tangga negara atau rumah tangga perusahaan dalam sistem pengelolaan kegiatan yang dijalankannya selalu berusaha agar ekonomi negaranya tidak menghasilkan defisit, tapi surplus. Surplus dalam neraca pembayaran, surplus dalam neraca modal dan surplus dalam neraca perdagangan barang dan surplus dalam neraca jasa.

Kalau yang terjadi sebaliknya pasti defisit yang terjadi. Dalam konteks pengelolaan rumah tangga ekonomi negara, maka tugas para penyelenggara negara, khususnya pemerintah dan parlemen sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya masing-masing misi utamanya adalah menciptakan nilai surplus ekonomi yang sebesar besarnya agar kegiatan pembangunan yang dijalankan dapat terbiayai dan tidak bergantung pada pihak luar/asing.

Jika yang terjadi defisit, maka kalau hal ini dijadikan parameter kinerja penyelenggara negara, maka yang bersangkutan bisa dianggap tidak berhasil. Jadi mengukur Key Performance Indicator (KPI) para penyelenggara negara sebenarnya mudah saja, yaitu kalau mampu menghasilkan surplus ekonomi dianggap berhasil dan kalau hanya menghasilkan defisit ekonomi, maka dianggap gagal.

Di perusahaan kan juga begitu, kalau berhasil menghasilkan profit maka direksi dinilai berkinerja baik, tapi kalau rugi melulu, maka dreksi dinilai gagal. Hari ini di media dikabarkan bahwa menurut release yang dikeluarkan Bank Indonesia pada kwartal 1-2012 neraca pembayaran mengalami defisit USD 1milyar.

Kalau mau dikomentari, maka kondisi yang seperti itu menandakan bahwa kondisi perekonomian lampu kuningnya sudah bisa menyala. Warning agar kita bersiaga. Sinyal bahwa kita harus bekerja lebih keras lagi agar defisit bisa dicegah dan tidak terjadi karena defisit dilihat dari sudut pandang apapun adalah merugikan bagi bangsa dan negara.

Menyikapi permasalahan terjadinya kecenderungan defisit ekonomi, kita tak usah berbantah dan saling melemparkan kesalahan, mudah-mudahan tidak saling mengutuk. Yang paling baik adalah mencari jalan keluar bersama agar defisit ekonomi tidak terjadi. Yang pasti problemnya ada di dalam negeri.

High cost economy problem birokrasi kita sendiri. Cost of fund yang tinggi juga problem perbankan nasional sendiri yang belum beroperasi secara efisien. Logistic cost juga persoalan nasional. Peraturan perundangan tumpang tindih, tidak jelas, multi tafsir dan sebagainya adalah buah karya dari legislator juga.

Masih panjang kalau terus mau dijembreng problem yang menghantui kehidupan ekonomi bangsa ini. Shoping list problematik ekonomi bangsa ini tentunya bukan untuk dipajang dalam etalase sampai berdebu tebal.

Daftar panjang problem ekonomi tersebut adalah untuk di selesaikan dan karena itu, negara dengan segenap instrumennya menyelesaikan setahap demi setahap problem-problem ekonomi bangsa ini bukan melalui forum debat publik dan rapat-rapat.

Semangatnya adalah holopis kuntul baris, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Memegang kekuasaan dan kewenangan tentu bukan dimaksudkan untuk menghasilkan defisit, tapi justru menghasilkan surplus yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Bukan surplus untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Mudah-mudahan empati kita sebagai bangsa dan lebih khusus para elite bangsa yang memperoleh amanah memimpin negeri masih ada dan tidak mati. Sadar dan harus berbuat sesuatu secara bersama-sama untuk berkarya dan berprestasi agar kinerja ekonomi nasional tidak terus merosot. Kalau sampai terjadi mati rasa, repot kita semua.

Apalagi menjadi bersifat masa bodoh, emangnya gue pikirin (EGP), tambah repot lagi kita dibuatnya. Lagi-lagi memang harus mulai dikembangkan pikiran-pikiran baru yang mungkin dianggap aneh dan lucu oleh para ahli ekonomi agar bangsa ini dapat mengahsilkan surplus.

Kalau ahli ekonomi selalu mengatakan bahwa kita ini perlu meningkatkan efisiensi dan produktifitas agar kegiatan ekonomi dapat menghasilkan pertumbuhan yang tinggi. Sekarang kalau boleh, yang menjadi target bukan lagi berapa persen ekonomi harus tumbuh setiap tahun, tapi bisa diubah menjadi berapa persen surplus neraca pembayaran harus tercipta setiap tahun, yang pertumbuhannya diukur dari sumbangan surplus neraca modal, neraca perdagangan, neraca jasa.

Ini yg dijadikan target semua penyelanggara negara, kepala pemerintahan, kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota). Kalau faktor surplus yang menjadi kreteria, hampir pasti pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan berkualitas, bandingkan kalau pertumbuhan ekonomi yang dijadikan target, belum tentu seluruh faktor pembentuknya semuanya surplus.

Kesimpulanny a adalah berarti menjadi tugas kita bersama adalah menjaga, mengelola bagaimana caranya agar ekonomi bangsa ini tidak melulu menghasilkan defisit tapi surplus ekonomi, bukan pertumbuhan ekonomi.

Resultante dari surplus ekonomi pasti akan mengahsilkan pertumbuhan ekonomi. Jadi kerja kita bersama kedepan adalah menghasilkan surplus investasi, surplus perdangan barang dan jasa serta mengarahkan belanja konsumsi rumah tangga dan belanja negara yang akan menghasilkan dan memperkuat struktur surplus neraca pembayaran nasional. ***

CATEGORIES

COMMENTS