Jangan Mudah Terpengaruh Retorika Politik

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

PERKEMBANGAN kehidupan berpolitik di dalam negeri sangat dinamis sejak reformasi tahun 1998. Saking dinamisnya, negeri ini menjadi hingar-bingar. Di Senayan, di jalanan, di lingkungan birokrasi, di warung kopi, dan di mana saja, hampir semuanya menjadi aktor politik.

Celakanya, karena saking senang “berpolitik” menjadi lupa kerja cari rezki yang halal. Mudah-mudahan itu hanya ilusi, dan jika ada benarnya, semoga tidak kebablasan, karena dikhawatirkan kalau terus terjadi, maka lama-kelamaan yang banyak terjadi itu kerja politik atau menjadi pekerja politik.

Rezeki yang halal dan haram dua-duanya diambil. Oleh sebab itu, sebagai warga negara biasa yang tidak gemar berpolitik, seperti ilusi di atas, jangan ikut-ikutan dan tidak usah bingung dan galau melihat fenomena kehidupan berpolitik di dalam negeri setelah satu dasawarsa lebih mengenyam kehidupan politik yang demokratis.

Yang bisa membawa bangsa ini maju dan berkembang menjadi bangsa yang besar dan kuat bukan dengan cara berpolitik seperti yang kita saksikan sendiri selama ini. Berpolitik hanya sekadar berkuasa dan cari duit untuk bisa berkuasa lagi. Biarlah yang seperti itu dinikmati oleh mereka yang menyukainya. Lama-lama juga layu dan kemudian mati sendiri. Atau malah bisa jadi layu sebelum berkembang. Belum sempat berkuasa sudah menjadi penghuni hotel prodeo. Emangnya enak.

Pasti banyak pelajaran berharga yang dapat kita petik selama satu dasawarsa berpolitik secara demokratis. Pendidikan mengajarkan kepada kita bahwa yang baik kita ambil dan didaya gunakan. Yang tidak baik kita tinggalkan. Kalau masih bisa diperbaiki, ya kita poles lagi, yang tidak bisa diapa-apain lagi, ya harus kita buang dan kita kubur ramai-ramai, supaya tidak menjadi virus yang merusak karakter dan budi pekerti.

Prosesnya biarkan saja mengalir seperti air mengalir, nature-nya memang seperti itu. Setelah dewasa dan sadar dan kembali siuman mudah-mudahan mereka dapat kembali ke jalan yang benar dengan syarat kita tidak menjadi pendukung setianya dan menjadi tukang kompornya. Kalau kita bisa melepaskan diri dan tidak ikut-ikutan, mereka akan kecele. Atau ibarat lokomotif yang tidak bisa lagi menarik gerbong.

Kesantunan Berpolitik

Membangun negeri ini supaya gemah ripah tidak hanya menggunakan kendaraan politik saja sebagai satu-satunya wahana. Meskipun kita menyadari bahwa berpolitik itu tidak bisa dinafikan. Dalam konteks Indonesia, kitalah, para anggota masyarakat madani, yang justru memberikan pendidikan politik kepada elite politik yang lagi mabuk laut, mabuk udara dan mabuk darat. Kita didik mereka tentang kesantunan berpolitik, kita didik mereka cara bergaul di dunia internasional agar kalau studi banding tidak tabrak lari.

Sebagai masyarakat madani yang berilmu, mari kita sama-sama saling memuliakan, saling bekerja sama, dan bahu-membahu membangun negeri ini di berbagai bidang kehidupan, tanpa harus menunggu keputusan politik dari para penguasa, meskipun itu penting.

Mengapa harus demikian, karena hal yang semacam itu adalah bagian dari proses pendidikan politik dari masyarakat madani kepada elite politik. Bottom up sifatnya. Apa mungkin. Jawabannya, mungkin saja. Ini kan bukan perlawanan politik atau mosi tidak percaya atau mau melengserkan rezim, tapi inilah pendidikan politik yang bermartabat dan beradab demi kebaikan bersama.

Ekonomi tumbuh bukan karena keputusan politik, tapi karena gerakan masyarakat madani yang kreatif dan inovatif dengan semangat kewirausahawanan yang tinggi. Pendidikan maju juga bukan karena keputusan politik, tapi karena masyarakat madani dengan swadaya dan swadana berhasil memajukan dunia pendidikan. Hal yang seperti itu tidak perlu menunggu keputusan politik lebih dahulu baru mereka bergerak. Semoga catatan kecil ini bermanfaat bagi membangun masa depan Indonesia yang lebih gemilang di segala bidang.

Berpolitik penting, tapi kalau menyesatkan tidak salah kalau tidak kita ikuti. Percalah, retorika politik yang sesat dan menyesatkan akan segera layu dan kemudian mati.Yang patut kita ikuti adalah yang mencerahkan, yang bisa menjadi lokomotif perubahan agar bangsa ini digdaya, bermartabat, dan beradab. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS