Pabrik Sepatu Bata Tutup, Dampak dari Peralihan Lini Bisnis Menjadi Retail

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – PT Sepatu Bata Tbk menutup pabriknya di Purwakarta karena langkah perusahaan fokus pada lini bisnis retail. Keputusan tersebut menyebabkan lini manufaktur perusahaan sepatu legendaris itu tidak lagi efektif untuk diteruskan.

Hal itu dikatakan Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan di Jakarta, Selasa (7/5).

“Itulah salah satu faktor yang menyebabkan perusahaan itu tutup,” kata Adie memberi komentara sekitar tutupnya pabrik sepatu Bata yang berada di Purwakarta, Jawa Barat.

Dengan lini bisnis itu, kini hanya tersisa 206 orang karyawan dan produksi yang hanya mencapai 30% dari kapasitas yang ada, sehingga tidak efektif untuk diteruskan.

Hal ini menurut dia terlihat dari data penurunan produksi di pabrik tersebut, yang pada tahun 2018 sebanyak 3,5 juta pasang, menurun menjadi 1,15 juta pasang di tahun 2023.

Penurunan jumlah karyawan juga terjadi, dari sebanyak 693 orang di tahun 2018 menjadi 206 orang di tahun 2023. Dampaknya, PT. Sepatu Bata Tbk mengalami peningkatan kerugian setiap tahun, terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas atau kewajiban yang terus meningkat.

Dijelaskan, penjualan Bata melalui toko-toko yang dimilikinya mempunyai kecenderungan meningkat dalam dua tahun terakhir. Beberapa merek lisensinya seperti North Star, Power, Marie Claire, Bubblegummers dan Weinbrenner memiliki market share dan preferensi yang cukup baik di mata konsumen.

Untuk memenuhi suplai produknya, salah satu langkah yang dilakukan oleh PT. Sepatu Bata Tbk adalah melakukan sourcing produksi dari dalam negeri.

Untuk itu kedepan, dalam rangka memenuhi suplai produknya, Kemenperin mengharapkan langkah yang dilakukan oleh PT. Sepatu Bata Tbk adalah melakukan sourcing produksi dari dalam negeri.

Dengan kebijakan tersebut dari perusahaan, meskipun terjadi penutupan pabrik, jumlah sepatu produksi dalam negeri yang dipasarkan oleh PT. Sepatu Bata Tbk secara agregat tetap sama. Selain itu, pekerja yang awalnya terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa dialihkan ke pabrik maklunnya.

Pengembangan bisnis retail dan langkah penguatan atau efisiensi dengan berfokus pada pengembangan merek serta desain merupakan salah satu bagian dari upaya penyerapan produksi sepatu industri dalam negeri.

“Seperti halnya merek-merek besar sepatu global yang berfokus pada pengembangan produk dan merek, kami juga mengharapkan PT. Sepatu Bata Tbk dapat melakukan hal yang sama. Dalam hal ini, Kemenperin akan membantu supaya perusahaan ini dapat bekerja sama dengan pabrik lokal yang berkualitas.” ujar Adie.

Lindungi PT Sepatu Bata

Di sisi lain, dengan pemberlakuan Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk barang konsumsi alas kaki melalui Permendag 36/2023 jo. Permendag 3/2024 Nomor 3 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Kemenperin akan mengendalikan impor barang sejenis yang diproduksi oleh mitra PT Sepatu Bata Tbk.

Hal ini diharapkan akan melindungi pasar sepatu Bata dari serbuan barang impor dan penjualannya akan terus tumbuh. Pemerintah juga terus mendorong PT Sepatu Bata Tbk untuk meningkatkan ekspor dari hasil produksi dalam negeri sebagai bagian dari rantai pasok global merek sepatu Bata bersama afiliasinya di luar negeri.

Adie menegaskan, kebijakan lartas yang diterapkan oleh Pemerintah seharusnya dianggap sebagai angin segar bagi industri dalam negeri untuk terus meningkatkan produksinya. Terbukti, kinerja industri kulit dan alas kaki pada triwulan I – 2024 mengalami peningkatan, ditunjukkan oleh pertubuhan sebesar 5,9% (YoY), peningkatan ekspor sebesar 0,95% (YoY), dan penurunan impor hingga 1,38% (YoY). “Hal ini menunjukkan impor yang mengalami penurunan, disubstitusi oleh industri dalam negeri ditandai dengan konsumsi dan nilai tambah yang mengalami peningkatan dengan kenaikan PDB,” katanya.(sabar)

CATEGORIES
TAGS