Jangan Lupa Indonesia Bangsa yang Besar dan Kaya

Loading

galeri-indonesia-kaya

Oleh: Fauzi Aziz

MEMORI kita tidak salah jika dengan semangat nasionalisme mengatakan Indonesia adalah bangsa yang besar dan kaya. Kita patut bersyukur menjadi bangsa Indonesia karena besar dan kaya. Benarkah demikian? Jawabnya benar. Tidakkah jawaban ini narsis ? Tidak, tidak narsis. Kita yakin bangsa ini adalah bangsa besar dan kaya. Puluhan juta orang akan dientaskan dari pengangguran dan kemiskinan.

Kita tentu harus siap menghadapi tantangan besar yang dihadapi oleh ekonomi negara ini. Mengejar target pertumbuhan ekonomi antara 5-7% dalam tahun-tahun mendatang adalah angka yang harus dicapai meskipun dengan susah payah. Angka 7% adalah kunci. Kishore Mahbubani mengatakan kini adalah abad Asia, dimana Indonesia ada di barisan ini.

Mempertahankan pertumbuhan dalam beberapa dekade, penduduk Asia masih mampu mencapai perbaikan 10.000% dalam mutu kehidupan dalam satu generasi. Tiongkok dan India diharapkan mengambil peran kepemimpinan lebih besar di tingkat global untuk membantu mengarahkan tantangan-tantangan yang muncul.

Sebagai bangsa besar dan kaya, Indonesia harus menyiasati tantangan-tantangan baru yang nyata di dalam perjalanan ke depan, baik di bidang politik, ekonomi dan budaya. Sekali lagi tidak mudah karena banyak pikiran yang muncul ketika kita bicara bagaimana menyiasatinya. John Maynard Keynes sampai memberikan catatan kritis yang menyebutkan bahwa “letak kesulitan tidak pada bagaimana menyambut ide-ide baru, tetapi bagaimana kita keluar dari ide-ide lama yang bercabang-cabang dan kian membesar menyergap ke dalam sudut-sudut kesadaran kita”.

Kita harus jujur bahwa Indonesia juga menghadapi situasi itu. Banyak yang ingin bertahan pada kondisi “status quo”, ada pula yang tetap ingin bercokol di zona nyaman. Padahal zaman sudah berubah. Paradigma lama sudah banyak harus diganti dengan paradigma baru. Tetapi tidak boleh mengabaikan azas keadilan dan kesetaraan.Indonesia harus menjadi resposible stakeholders dalam sistem internasional.

Karena itu,bangsa ini harus tampil dalam sosoknya yang baru, yakni Indonesia yang kompeten dan berpengaruh, bukan di bawah pengaruh. Mari kita berpaling ke dalam negeri agar ketika hidup dalam sistem internasional tidak silau, padahal di dalam negeri, Indonesia sudah mampu menghebatkan diri.

Menurut ADB tahun 2010, di Indonesia terdapat 46% dari jumlah penduduk yang berhasil naik kelas menjadi kelas menengah. Kenaikan ini adalah ketiga terbesar di dunia setelah Tiongkok, meningkat  817 jiwa dan India 274 juta jiwa. Pertumbuhan terbesar jumlah konsumen kelas menengah dunia ada di Asia.

Lebih dari,1,2 miliar pendatang baru kelas menengah tersebut adalah potensi yang menjadi motor perubahan dan pertumbuhan baru di Asia. Pada tahun 2030, konsumen kelas menengah Asia ini diperkirakan akan membelanjakan uangnya mencapai US$ 32 triliun atau 43% konsumsi dunia.

Peluang ini adalah captive market yang harus diraih. Manakala para produsen dan pemerintah sebagai regulator dan fasilitator gagal memanfaatkan potensi tersebut, maka mereka pasti akan segera berpaling ke luar negeri. Ada tantangan, ada pula ancaman. Dan ancaman paling besar adalah ketika kita tidak berhasil keluar dari ide-ide lama yang bercabang-cabang dan kian membesar menyergap ke dalam sudut-sudut kesadaran kita.

Deregulasi saja tidak cukup, karena yang diperlukan adalah reformasi yakni melakukan penyesuaian struktural agar sistem ekonomi bekerja makin efisien dan produktif. Melaksanakan industrialisasi adalah pilihan kebijakan yang tepat agar Indonesia tidak menjadi lumbung impor yang menguras cadangan devisa.

Time framenyapun sudah tepat, yakni 2015-2035 sebagai tahun agregasi pertumbuhan industri yang diproyeksikan bisa tumbuh rata-rata 10% lebih pada tahun 2030/2035. Meskipun angka tersebut masih di bawah capaian yang terjadi  tahun 60-an hingga tahun 80-an yang bisa tumbuh rata-rata 12%per tahun..(penulis adalah pemerhati masalah ekonomi dan industri).

 

CATEGORIES
TAGS