Gembira dan Kecewa

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

SEPERTI biasa yang dilakukan para penjahat kelas kakap saat berhadapan dengan penegak hukum, Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum juga mengatakan ‘’tidak tahu’’ untuk menjawab semua pertanyaan aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terkait dengan kasus korupsi megaproyek Hambalang.

Tidak ada yang aneh memang jawaban Anas. Jangankan calon tersangka, terdakwa yang sudah inkrah-pun melakukan tindak pidana kejahatan selalu dan selalu membantah seluruh putusan hakim. Bahkan sering kita dengar ocehan dari seorang terpidana, apakah itu dipenjara karena terbukti melakukan korupsi, pembunuhan, penipuan dan sebagainya, selalu menyebtu dirinya dikorbankan.

Intinya, belum pernah seorang tersangka atau terdakwa ataupun terpidana dengan lugas, legowo, lapang dada dan jujur mengakui perbuatannya. Semuanya pasti membantah dan yang paling gampang mengucapkan bantahan dengan kata ‘’tidak tau’’ atau ‘’tidak ingat’’.

Jadi tidak heran jika seseorang yang diduga melakukan tindak pidana kejahatan berusaha sekeras mungkin menolak segala bentuk tuduhan.

Karena itu, dalam kaitan menegakkan keadilan, pada sebuah persidangan, dibutuhkan seorang pendekar hukum yang handal, jujur, bersih, berani dan tidak bisa dipengaruhi oleh siapapun. Tujuannya agar tercipta keadilan yang seadil-adilnya.

OK, di satu pihak kita gembira karena setelah menunggu cukup lama, masyarakat akhirnya menyaksikan KPK mempertontonkan keberaniannya mengambil langkah maju dalam kasus yang diduga melibatkan para elite Partai Demokrat, partai berkuasa.

Rabu pekan silam, Anas Urbaningrum diperiksa sebagai saksi, kurang lebih tujuh jam 30 menit dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan fasilitas olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Kita gembira mendengar langkah KPK dan kita katakan KPK berani memanggil ketua partai yang sedang berkuasa. Tapi kegembiraan itu tampaknya berhenti sampai di situ.

Pasalnya, seusai pemeriksaan, tidak terdengar satu kata-pun perkembangan dari kasus yang sangat menghebohkan itu. Proses hukum kasus yang sangat kasatmata dalam persepsi publik itu berjalan lambat dan teramat lamban, bagaikan siput.

Harapan publik, hari itu juga KPK sudah harus menetapkan tersangka baru. Nyatanya, KPK langsung menelan seluruh bantahan Anas. Sebenarnya, dugaan keterlibatan Anas dalam proyek Hambalang sesungguhnya sangat transparan.

Buktinya, berkali-kali Muhammad Nazaruddin, bekas Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, menyebut Anas berperan meloloskan proyek senilai Rp1,1 triliun itu.Tanpa tedeng aling-aling, Nazarudin juga menyebut Anas menerima komisi Rp50 miliar melalui perusahaan Duta Sari Citralaras sebagai subkontraktor PT Adhi Karya dalam proyek Hambalang.

Uang itu, kata Nazaruddin, mengalir ke Kongres Demokrat di Bandung pada 2010 untuk memenangkan Anas sebagai ketua umum. Tidak hanya Nazaruddin, sejumlah petinggi Demokrat di daerah juga sudah mengakui hal yang sama lengkap dengan bukti HP BB dan mata uang asing dolar AS.

Petunjuk keterlibatan Anas lainnya juga diungkapkan anggota DPR dari Partai Demokrat Ignatius Mulyono. Dalam pemeriksaan di KPK, Ignatius mengaku disuruh Anas membereskan sertifikat tanah Hambalang ke Badan Pertanahan Nasional.

Untuk mengumpulkan data-data, KPK juga sudah memeriksa lebih dari 70 orang saksi, termasuk istri Anas Urbaningrum, Athiyyah Laila. Namun, KPK terlihat sangat tidak produktif, karena hingga usai memeriksa Anas, belum satu pun tersangka ditetapkan dalam kasus dugaan korupsi itu.

Beda dengan kasus rakyat kecil tersangka pencuri sepotong kayu, langsung ditangkap dan ditahan kemudian diproses, selanjutnya dijebloskan ke dalam penjara. Tapi kalau petinggi ? Entar dulu.

OK, serendah itukah kredibilitas KPK. Langkahnya berhenti hanya karena jawaban tidak tahu. Apakah professionalisme KPK menjadi tumpul setelah berhadapan dengan pihak penguasa? Kita tunggu langkah berikut. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS