Agus Rahardjo, Pernah Diminta Hentikan Penyidikan Korupsi e-KTP

Loading

Oleh: Petrus Selestinus

PENGUNGKAPAN fakta oleh Agus Rahardjo, Ketua KPK periode 2015-2019, dalam acara Rossi di Kompas TV, bahwa dirinya pernah dipanggil Presiden Joko Widodo di Istana dan diminta “hentikan” penyidikan korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto, ketika kasusnya sudah masuk dalam tahap Penyidikan, membuktikan bahwa intervensi kekuasaan itu nyata adanya.

Permintaan hentikan penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP oleh Presiden Jokowi sebagaimana testimoni Agus Rahardjo dalam wawancara Rossi di Kompas TV, merupakan fakta hukum yang tak terbantahkan, meski diragukan kebenarannya karena tempusnya sudah lama, namun testimoni Agus Rahardjo itu dibenarkan oleh mantan Pimpinan KPK lainnya.

Dengan demikian bantahan pihak Istana bahwa pernyataan Agus Rahardjo itu tidak benar, tidak ada pertemuan Presiden Jokowi dengan Agus Rahardjo di istana dan bahwa kasus e-KTP berjalan terus hingga Setya Novanto divonis bersalah, adalah penjelasan yang membuktikan sebaliknya bahwa Jokowi gagal mengintervensi Agus Rahardjo dkk. di KPK ketika itu.

Agus Punya Bukti Kuat

Pernyataan Agus Rahardjo yang lugas di Kompas TV, sudah dikalkulasi dengan matang dan dipastikan Agus Rahardjo punya bukti kuat akan permintaan Presiden Jokowi agar Agus Rahardjo menghadap Presiden dan bukti-bukti lain yang dimiliki Agus Rahardjo, karena itu KPK bisa membuka penyelidikan baru ke arah “obstruction of justice” dengan menghadapkan Jokowi sebagai Terduga.

Fakta-fakta di mana kasus e-KTP dan Setya Novanto, kemudian berjalan terus, bukan karena Presiden Jokowi yang hebat karena tidak mengintervensi KPK atau tidak adanya obstruction of justice, akan tetapi yang hebat adalah KPK di era Agus Rahardjo, Cs. karena memiliki karakter kepemimpinan yang kuat yang mampu menolak intervensi dari manapun juga, termasuk dari Presiden Jokowi.

Oleh karena itu, Pimpinan KPK era Firli Bahuri dkk. harus merespons informasi tentang adanya permintaan dari Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus dugaan korupsi e-KTP pada waktu itu, mutlak dilakukan karena kasus obstruction of justice masuk dalam kualifikasi delik formil.

Perlunya Presiden Jokowi dipanggil KPK, agar budaya hukum memperlakukan setiap orang sama di hadapan hukum (equality before the law), dapat diterapkan sebagai bagian dari budaya hukum kita untuk memperkuat visi negara hukum Indoenesia, yang selama ini tidak jelas antara ada dan tiada. (Penulis adalah  Koordinator TPDI & Perekat Nusantara).

CATEGORIES
TAGS