Gara-gara Sapi, Ketimbang Marah, Lebih Baik Minta Maaf

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

KENAPA harus pakai marah kalau sesuatu yang dinilai lamban seperti yang terjadi dalam kasus penanganan izin impor daging. Apakah kalau marah semua urusan menjadi beres. Tidak juga, karena yang diperlukan sejatinya bukan soal lambat atau cepat dalam soal pengurusan izin impor daging.

Yang masyarakat belum bisa percaya sampai hari ini, adalah apa sebenarnya yang terjadi dengan soal sapi dan daging sapi ini, kok sampai harganya bisa “dipermainkan” meroket menjadi Rp 100 ribu lebih per kg-nya. Kalaupun harus dilakukan dengan marah, mestinya kemarahannya itu ditujukan untuk mempertanyakan mengapa produksi sapi dan daging lokal tidak berkembang. Padahal dari tahun ke tahun dana APBN/APBD sudah cukup besar dialokasikan untuk pengembangan budidaya ternak sapi, seperti di NTB yang mengembangkan progam “Pijar”singkatan dari sapi, jagung dan rumput laut.

Publik justru mempertanyakan keberhasilan progam itu dan sejenisnya di daerah lain. Kalau yang diributin soal impor, publik tidak heran karena begitu dengar keran impor mau dibuka, maka pasti ramai karena yang mau ikut berburu banyak. Yang patut dimarahi jangan urusan izinnya yang lambat, tapi marahilah mereka yang mau ikut berburu di kebon binatang,yang tujuan utamanya bukan mau menggrojok pasokan daging sapi di pasar agar harganya turun, tetapi hanya ingin mendapatkan rente dari transaksi impor.

Kalau harga turun sampai ke level awal, mana mau para pemburu rente ikutan nimbrung dagang sapi. Mereka hanya mau ikut kalau harga sedang baik dan pemerintah mengatakan akan segera membuka keran impor. Sabar pak, tidak perlu marah. Kalaupun daging sapi harus sekarang diimpor, posisinya kurang menguntungkan juga karena kurs rupiah terhadap dolar AS sangat mahal, per hari Senin 15 Juli 2013 sudah menembus Rp 10 ribu lebih.

Daging sapinya mau dijual berapa per kg-nya di pasar. Siapa yang mau jual daging sapi Rp 75 ribu/kg kalaupun seluruh kuota impor yang diizinkan masuk dan digerojokkan ke pasar sampai habis. Pemerintah tak akan bisa menjamin posisi harga yang terbentuk akan bisa mencapai sekilogram daging sekitar 75 ribu rupiah, karena perdagangan daging sapi di dalam negeri oleh sebagian pemerhati mengatakan bersifat oligopoli.

Merekalah yang patut dijewer dan dimarahi oleh pemerintah karena yang membuat harga daging sapi meroket karena ulah mereka. Kalau bapaknya hanya bisa marah maka kemarahan itu juga akan bisa datang dari para calon pemegang izin impor kepada pihak instansi yang melayani. Jadi dua kali kena marah aparatur di bawah ketika proses perizinan impor daging dikatakan lamban.

Mereka mungkin bersikap hati-hati agar jangan sampai melanggar aturan. Mereka juga punya tanggungjawab moral dan menjaga marwah para sekondannya agar keputusan apapun yang diambil tidak membuat susah kalau sampai menabrak aturan. Jadi barangkali tidak lamban tetapi hanya hati-hati supaya izin yang diterbitkan tidak cacat hukum.

Ojo kesusu bapake dan jangan marah ah di bulan puasa, nanti batal puasanya. Kalau gampang marah nanti cepat tua kata orang bijak. Daripada marah lebih baik minta maaf kepada rakyat kalau sampai hari gini pemerintah tak kuasa mengendalikan harga daging sapi dan harga bahan pangan pada umumnya.

Kalau marah masalahnya malah tidak akan selesai dan anak-anak malah akan bilang bapak lebai. Jadi lebih baik minta maaf dari pada marah-marah karena harga daging impor meroket naik tajam. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS