Cerita Bagi-bagi Duit E-KTP di DPR

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Jaksa dari KPK akan membacakan surat dakwaan terkait kasus e-KTP. Kabarnya, jaksa akan mengungkap mengenai cerita bagi-bagi duit di ruang kerja anggota DPR.

Berdasarkan penelusuran, Rabu (8/3/2017), kisah bagi-bagi duit itu terjadi pada kurun waktu September-Oktober 2010. Seorang pengusaha yang mengendalikan perusahaan pemenang tender e-KTP, mendatangi gedung DPR di Senayan dan membagi-bagikan sejumlah uang.

Ada sejumlah nama anggota DPR yang kebagian duit tersebut. Kebanyakan di antaranya adalah anggota Komisi II DPR yang merupakan mitra dari Kemendagri, pelaksana proyek e-KTP. Bagi-bagi dilakukan untuk memuluskan lobi anggaran.

Kemudian setelah ada kepastian mengenai tersedianya anggaran untuk proyek pengadaan dan penetapan e-KTP, pengusaha yang sama kembali mendatangi gedung DPR. Kali ini dia menyambangi ruangan salah satu Ketua Fraksi. Di situ, pengusaha itu disebut membagi-bagikan uang.

Bagi-bagi uang tahap dua ini lebih ‘ramai’. Pimpinan Banggar dan pimpinan komisi disebut ikut kecipratan.

KPK belum mau mengungkap mengenai detail kasus e-KTP ini. Mereka menyatakan kasus tersebut akan diungkap seluruhnya di persidangan.

“Ya nanti Anda baca saja,” ucap Ketua KPK Agus Rahardjo mengenai isi dakwaan dan detail kasus tersebut, Jumat (3/3).

Saat ditanya apakah banyak anggota DPR yang juga disebutkan, Agus tidak membantah atau membenarkannya. Namun Agus memberikan isyarat bila kasus itu semoga tidak berdampak pada konstelasi politik negeri. Itu disebabkan karena banyaknya nama yang akan disebut.

“Anda dengarkan kemudian Anda akan melihat ya mudah-mudahan tidak ada guncangan politik yang besar, karena namanya yang disebutkan banyak sekali. Iya (beberapa di antaranya nama tokoh besar),” kata Agus tanpa merinci lebih detail.

Ketua DPR Setya Novanto yang pernah diperiksa KPK terkait kasus e-KTP ini, memastikan dirinya tidak terlibat. Pada 2010, Novanto merupakan Ketua Fraksi Golkar di DPR.

“Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Untuk itu, proses peradilan harus dipandang sebagai proses yang bukan saja ditujukan bagi penuntasan kasus, tetapi juga menjadi penting bagi siapapun untuk memberikan klarifikasi dan keterangan-keterangan yang dibutuhkan demi mendukung penuntasan kasus tersebut,” kata Novanto.

“Bahwa bunyi surat dakwaan yg menyebut-nyebut nama saya bersama-sama terdakwa dan orang lain adalah sama sekali tidak benar dan semua pihak agar mengikuti proses persidangan dan melihat fakta persidangan dengan menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah. Biarlah para Hakim, JPU dan PH melakukan tugasnya secara independen dan imparsial,” sambung Novanto. (red)

CATEGORIES
TAGS