Buruh Dijadikan Budak, Disekap dan Disiksa, Gaji Tidak Dibayar

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

ilustrasi

TANGERANG, (TubasMedia.Com) – Sungguh menyedihkan. Nasib 25 orang buruh perusahaan yang memproduksi alat dapur di Tangrerang, Banten, disiksa. Selama empat hingga enam bulan bekerja tidak dibayar, makan hanya nasi, tempe dan terong, tidak mandi dan tidak sikat gigi. Penderitaan itu dirasakan Andi bersama buruh lainya. Andi tidak tahan, dan kabur bersama Junaidi. Tindakan Andi dan Junaidi itu membongkar praktik–pengisapan manusia oleh manusia–perbudakan tenaga kerja.

Begitu ke luar dari jerat penderitaan Andi langsung pulang ke kampungnya di Lampung. Di rumahnya Andi tidak menceriterakan nasibnya kepada kedua orang tuanya. “Saya takut mereka tidak percaya” katanya di Mapolres Tangerang, Tigaraksa, pekan lalu.

Keberanian Andi muncul setelah kawannya, Junaidi datang ke rumahnya dan mengatakan dirinya telah melapor ke polisi. Andi diantar keluarga melapor ke Polres Lampung pada 28 April 2013. Keluarga juga mengadukan kasus tak manusiawi itu ke Komnas HAM dan Kontras. Laporan itu kemudian diteruskan ke Polda Lampung yang berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dan ditindaklanjuti Polres Tangerang.

“Saya sadar hak saya sebagai buruh tidak dibayar, tapi jangankan lari kami dalam tekanan disiksa, gaji tidak dibayar, makan hanya tempe dan terong, tiga bulan hampir tidak mandi dan sikat gigi,” kata Andi di depan Kapolres Tangerang, Kombes Bambang Priyo Andogo. Andi juga menunjukan koreng di kedua kakinya. Koreng yang telah mengering itu merupakan dampak dari tetesan cairan aluminium panas bahan panci yang dituangkan di kakinya. “Kalau kami bekerja lamban, upahnya ya siksaan,” ujar Andi.

Perusahaan yang memproduksi alat-alat dapur dari aluminimum itu memperkerjakan 25 orang buruh, empat di antaranya anak-anak di bawah umur dan ditampung dalam ruangan yang sempit dan pengap. Tempat penampungan buruh menyatu dengan pabrik panci tersebut. Bangunannya permanen dan dindingnya hampir jebol. “Jiwa kami terancam, dikurung dalam ruangan pengap, lembab, tidur di lantai beralas tikar,” kata Andi.

Wajah Andi dan ke-24 kawannya tampak hitam, dekil dengan baju compang-camping dan robek. Kaki mereka ada yang nyeker dan ada pula yang pakai sandal jepit. Bahkan ada yang tali sandalnya sudah putus dan disambung rafia. Rambut mereka berwarna merah dengan mata coklat dan kulit sekujur tubuhnya kasar akibat jamur berupa panu dan kurap yang menempel. Mereka bekerja sudah empat hingga enam bulan di pabrik panci milik Yuki Irawan itu.

Kapolres Bambang Priyo Andogo mengatakan dengan kondisi disekap di penampungan tak manusiawi, para buruh mengalami tekanan hebat dan cenderung ke arah mal nutrisi. Mereka ada yang mengaku sesak dadanya, polisi melakukan visum dan cek kesehatan terhadap buruh yang dijadikan budak itu.

Terlibat

Kontras melalui Yati Anggraeni menegaskan akan mendampingi korban mendapatkan haknya sebagai buruh. “Mereka perlu pemulihan psikisnya. Mereka kemarin seperti orang bingung, tanpa semangat dan tidak tersenyum. Hari ini diantara mereka ada yang sudah bisa tertawa,” kata Yati. Para buruh itu kemudian menerima pakaian layak pakai sumbangan masyarakat yang simpati melalui Kontras. Mereka juga diberi makanan bergizi dan disuruh mandi.

Polres juga menyediakan tukang cukur untuk mencukur rambut para buruh itu. Kepolisian Resor Kota Tangerang menggerebek sebuah pabrik pembuatan alumunium balok dan kuali di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang. Pabrik yang diduga illegal ini dilaporkan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia seperti menyiksa dan menyekap karyawannya, mempekerjakan karyawan di bawah umur, dan karyawan tidak diberi upah “Pabrik ini sudah beroperasi 1,5 tahun, tapi memperlakukan karyawannya tidak manusiawi,” ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kota Tangerang Shinto. Usaha yang dimiliki oleh JK, 40 tahun itu digerebek polisi pada Jumat petang, 3 Mei 2013.

Di lokasi, polisi menemukan beberapa fakta soal usaha industri rumahan tersebut, yaitu tempat usaha industri tidak memiliki izin industri dari Pemkab Tangerang, tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup seluas 8 meter x 6 meter tanpa ranjang tempat tidur, hanya alas tikar, kondisi pengab, lembab, gelap, serta kamar mandi yang kondisinya kotor dan jorok karena tidak terawat.

Saat penggerebekan, polisi juga menemukan enam orang buruh yang sedang disekap dengan kondisi ruangan dikunci dari luar. Kondisi para buruh tersebut sangat memprihatinkan. Pakaian yang dikenakan kumal, compang-camping karena berbulan-bulan tidak ganti.

“Kondisi tubuh buruh juga tidak terawat. Rambut cokelat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit (kurap dan gatal-gatal), terlihat tidak sehat,” kata Shinto. Para buruh tersebut mengaku diperlakukan tidak manusiwi. Hak-hak terkait kesehatan dan hak untuk berkomunikasi diabaikan oleh pemilik usaha tersebut. Polisi juga menemukan empat orang buruh yang masih berusia di bawah 17 tahun dengan status masih anak-anak.

Rahmat Hidayat (18), salah seorang buruh yang menjadi korban, mengatakan bahwa dalam pabrik di Kampung Bayur Opak, RT 03 RW 06, Lebak Wangi, Sepatan Timur, Tangerang, Banten, tersebut terdapat empat mandor dan satu orang bos. Meski menang dalam segi jumlah, Rahmat mengaku bahwa para buruh tak berani melawan. “Soalnya ada anggota Brimob-nya, semuanya pada takut. Akhirnya kita terpaksa diam saja,” ujarnya di halaman Polres Kota Tangerang, Sabtu pekan lalu.

Menurut Rahmat, oknum Brimob berinisial Njm dan Ags tersebut sempat memberikan ancaman terhadap para buruh. Oknum yang disebut Brimob itu pernah melepaskan satu kali tembakan dari sepucuk senjata apinya ke arah tanah, persis di samping kaki kanan salah seorang buruh . Buruh pun terkejut.

Rahmat menuturkan, intimidasi yang dilakukan kedua oknum aparat tersebut dilakukan karena ada beberapa buruh yang kabur dari pabriknya. Pelarian buruh itu membuat geram kedua oknum Brimob yang diketahui merupakan orang bayaran oleh pemilik pabrik itu.”Sudahlah, jangan neko-neko, kerja saja yang benar,’ gitu dia marahnya,” ujar Rahmat meniru perkataan oknum aparat kepolisian tersebut.

Arifudin (21), seorang buruh lainnya, menyebutkan kedua oknum Brimob tersebut tidak tinggal di pabrik itu. Namun, keduanya kerap berkunjung ke pabrik itu. Bahkan, oknum Brimob yang datang mengenakan seragam lengkap dengan senjata api itu kerap mengobrol santai dengan sang pemilik pabrik, YI (41). “Semua juga tahu kalau polisinya itu orang bayarannya si bos. Orang kita diancam-ancam, kalau kabur mau ditembak kakinya,” ujar Arifudin.

Polisi telah menetapkan lima tersangka, termasuk pemilik pabrik panci, Yuki Irawan. Kelima tersangka dikenakan pasal berlapis dan diancam hukuman delapan tahun penjara. Kini kelima tersangka sekaligus barang bukti dan para korban masih diperiksa intensif di Polresta Tangerang. Kelima tersangka diancam Pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan orang lain dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara. (sis)

CATEGORIES
TAGS