Arah dan Kecenderungan Penelitian

Loading

Oleh: S.M.Doloksaribu

S.M.Doloksaribu

S.M.Doloksaribu

KEINGINTAHUAN yang kuat dan terus-menerus tentang sesuatu, mendorong seseorang untuk bertanya dan bertanya. Bertanya secara sistematis dan menjawab dengan cara yang sistematis pula, membawa seseorang ke dunia penelitian.

Di sekitar tanya-jawab itulah kemudian berkembang metodologi berdasarkan pengembangan gagasan (ideas developing) dan pemahaman eksperimental (empirical knowledge). Baik penelitian dasar (basic research) maupun penelitian terapan (applied research) seharusnya dilakukan untuk pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat.

Globalisasi yang berkembang dalam paro terakhir milenium yang lalu, dikendalikan oleh pikiran, kekuasaan dan kapital, memiliki kecenderungan untuk memenangkan yang kuat dan kaya dan memarjinalisasi yang lemah dan miskin. Kecenderungan seperti itulah yang menghasilkan komposisi 20-80 yaitu kurang dari 20% penduduk dunia menguasai lebih dari 80% asset ekonomi dunia.

Situasi itu menimbulkan masalah pada lebih dari 80% penduduk dunia yang tergolong miskin dan sangat miskin. Bagaimana kehidupan di muka bumi ini selanjutnya tergantung kepada bagaimana dunia melalui sistem PBB (UN System) merespons dan mengatasinya.

Dalam rangka itu, Pembangunan Terlanjutkan (Sustainable Development) sekarang menjadi pusat pemikiran, perhatian dan pergulatan dunia. Agenda 21, MDGs dan kemitraan global, utara-selatan dan selatan-selatan. Semua aspek pemikiran tentang kehidupan atau peradaban sekarang ini mengacu dan berkutat di sekitar keterlanjutan (sustainability) itu.

Itulah tema dunia sejak tahun 1987 yang sudah dievaluasi tahun 2012 dalam KTT (Summit) Rio+20 di Rio de Janeiro. Dokumen terakhir tentang kelanjutan dari dialog Utara Selatan itu adalah Masa Depan yang Kita Inginkan untuk Semua (The Future We Want for All). Begitu penting tema keterlanjutan yang menurut para penggagasnya dapat mengatasi masalah yang kita hadapi sekarang tanpa menimbulkan masalah baru bagi mereka yang belum lahir.

Dengan demikian, segera mengemuka persoalan jumlah penduduk dunia diperhadapkan dengan daya dukung alam. Sekarang ini, karena berbagai kemudahan teknologi komunikasi dan transportasi, Planit Bumi kita ini sudah menjadi satu dunia. Tidak banyak hal lagi yang bisa kita kategorikan sebagai hal yang terpisah dari campurtangan dan kehidupan global. Perdagangan, pendidikan, cara hidup dsb.

Bumi kita memang sedang mengarah ke satu kesatuan Kampung Bumi (Earth Village) menggantikan keadaan lama seperti kota pulau (Island city) dengan sifat dan karakter baru peradaban yang sering tidak kita pahami. Bobot dan mutu persoalan yang timbul dari perkembangan yang kita hadapi itu pun menjadi sangat berbeda dengan persoalan-persoalan lokal atau nasional yang kita hadapi sebelumnya.

Harga produk pertanian kita sekarang ini sangat tergantung pada persoalan perdagangan global yang terjadi. Setiap produk harus dihargai di samping biaya produksi dan keuntungan yang diperlukan juga ditentukan oleh bagaimana produk yang sama diproduksi dan diperdagangkan oleh bangsa-bangsa lain.

Krisis ekonomi Eropa sekarang, misalnya kalau tidak dapat diatasi akan menghisap Asia, Afrika dan Amerika Latin ke dalam pusaran krisis ekonomi global. Jika hal itu terjadi, kita atau bagian terbesar dari penduduk bumi dapat menjadi korban yang tidak awas, passif. Faktanya kita ini berada dalam sistem ekonomi, lingkungan dan peradaban yang tidak kita sadari, sudah sedemikian rupa mengikat bahkan menjerat kita.

Pemanasan global dan perubahan iklim adalah dampak dari kisah sukses revolusi industri beberapa abad yang lalu yang memberi kesejahteraan semu untuk kurun waktu lama, akan menjadi pusat perhatian dan masalah utama umat manusia ke depan ini. ***

(penulis Ketua Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Pengembangan Bisnis (LPPMPB) Universitas Kristen Indonesia, Jakarta)

CATEGORIES

COMMENTS