Apalah Gunanya Pasal 33 UUD 1945

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

SISTEM ekonomi Indonesia sudah sangat liberal dan semua orang tahu. Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1998 adalah awal IMF ngerjain negeri kita untuk meliberalisasi sistem ekonominya. Sistem ini terus berlanjut hingga sekarang.

Pihak-pihak yang anti sistem ekonomi liberal hanya bisa berteriak di luar pagar sementara yang pro sistem ekonomi liberal berada di dalam pagar yang sekaligus menjadi pengendali kebijakan ekonomi.

Pertanyaannya adalah, apa yang bisa dilakukan ketika sebagian besar aset milik bangsa sudah dimiliki asing. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, mau diapakan lagi. Atau mungkinkah pengambil kebijakan ekonomi dapat “digugat” karena patut diduga bahwa langkah yang ditempuh adalah bertentangan dengan semangat konstitusi, khususnya pasal 33 UUD 1945.

Menjawab pertanyaan tersebut tidak bisa dilakukan dengan serta merta. Perlu kajian yang mendalam agar diantara kita bisa ikut memahami konstruksi yang tepat dan lebih obyektif ketika bangsa ini harus menata kembali sistem ekonominya supaya lebih selaras dengan semangat konstitusi.

Bangun sistem ekonominya seperti apa ketika bersinggungan dengan tema bahwa sistem ekonomi disusun sebagai usaha bersama berdasar azas kekeluargaan. Dalam hubungan ini harus bisa disepakati apa peran asing ketika berurusan dengan semangat yang seperti itu.

Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dan dikuasai negara, juga harus disepakati apa peran asing dalam tatanan kehidupan ekonomi dan bisnis yang semangat konstitusinya mengamanatkan seperti itu. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat agar bisa disatu bahasakan pemahamannya.

Peran modal asing akan diberikan seperti apa juga, harus ditegaskan dalam rumusan kerangka kebijakannya. Azas demokrasi ekonomi yang mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, juga harus disatu bahasakan pemahamannya ketika konteksnya bersinggungan dengan masuknya peran asing dalam penyelenggaraaan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Kalau tidak dipetakan dengan pendekatan yang seperti itu, maka debat kita mengenai sistem ekonomi nasional tidak pernah akan berhenti. Dan orang boleh bilang, apalah artinya ada pasal 33 UUD 1945 jika sistem ekonominya tetap liberal dan makin lama makin liberal akibat bangsa ini tidak pernah mau masuk secara mendalam membangun sistem ekonominya yang berdasarkan mufakat bersama selaras dengan konstitusi.

Agar pertanyaan “apalah gunanya ada pasal 33 UUD 1945” tidak terus menggantung, maka pemerintah bersama dengan MPR, DPR dan DPD wajib mengupayakan agar bangsa dan negara ini dapat meneguhkan sikapnya berdasarkan musyawarah mufakat membuat rumusan kebijakan nasional tentang sistem ekonomi nasional yang selaras dengan semangat pasal 33 UUD 1945.

Di dalamnya sekaligus ditegaskan peran asing yang bisa dimainkan dalam rangka pembangunan ekonomi nasional ke depan. Selama ini titik krusial terletak pada pemahaman tentang pengertian dikuasai oleh negara dan tentang kepemilikan yang terjadi selama ini berbeda-beda penafsirannya karena masing-masing merumuskan sendiri di dalam peraturan perundangan yang berlaku, khususnya di bidang ekonomi.

Agar rohnya pasal 33 UUD 1945 membumi, maka sangat diharapkan kepada MPR,DPR,DPD bersama-sama pemerintah menyusun kebijakan sistem ekonomi nasional untuk jangka panjang, yang di dalamnya sudah ada penegasan peran asing jika melakukan investasi di Indonesia untuk menjadi acuan para pemangku kepentingan. ***

CATEGORIES

COMMENTS