Value Of City

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

OTONOMI daerah yang telah terjadi satu dasawarsa lebih sudahkan menghasilkan value of city sehingga kota itu betul-betul telah memberikan harapan hidup baru bagi masyarakatnya dan memberikan banyak ruang untuk pengembangan kreatifitasnya? Itu pertanyaan yang harus dijawab.

Value of city bisa kita ukur dalam berbagai macam kriteria, bisa ekonomi dan kesejahteraan sosial, bisa juga ditambah dengan ukuran yang lain, misalnya aspek lingkungan hidup. Green (hijau), Space (tempat ) dan Peace (ketenangan, kedamaian). GSP adalah sebuah pendekatan pembangunan berkelanjutan yang perlu dikembangkan oleh sekitar 500 kabupaten/kota di Indonesia.

GSP sebuah pendekatan pembangunan yang bisa berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Hidup di negara tropis sebaiknya pendekatan pembangunannya memperhatikan betul variable GSP. Singapura sebuah negara kota yang dibangun oleh mantan perdana menteri Lee Kuan Yeew dikembangkan dengan pendekatan itu.

Konsep pemikirannya sangat sederhana, kurang lebih kalau seluruh singapura isinya tembok-tembok beton, maka penduduknya pasti gampang stres dalam hidupnya. Dan betul Singapura harus kita akui sebagai negara kota di Asia Tenggara yang berhasil membangun negerinya dengan pendekatan GSP. Putra jaya di Malaysia juga demikian.

Negeri jiran ini akhirnya juga menyadari akan pentingnya kehidupan kota yang seperti itu. Mumpung mantan PM Lee masih hidup, ada baiknya beliau diundang ke Indonsia sebagai guest lecturer bagi sekian ratus kepala daerah kabupaten/kota tentang bagaimana membangun kota yang idial.

Kota yang hijau, tempat yang tertata dan membuat tenang dan kedamaian serta bersih bagi para penghuninya dan tamu yang datang berkunjung. Jika semua kota bisa melakukannya, maka pola pembangunan perkotaan yang seperti itu akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru dan dapat memberikan harapan hidup bagi masyarakatnya.

Dunia masa depan adalah dunia yang mendambakan keseimbangan baru dalam kehidupan yang tidak lagi semata mata mengandalkan hal-hal yang bersifat kebendaan, tapi sudah mulai rindu terhadap pola hidup yang menyehatkan dan kembali ke alam.

Open sky policy dan kemajuan teknologi informasi akan memudahkan akses kemana saja manusia akan bergerak mencari susasana yang lebih menyenangkan bagi kehidupannnya. Kelas menengah baru dengan segala perubahan gaya hidup yang terbentuk akan mencari kota-kota tujuan wisata yang bisa membuat hatinya damai dan tentram.

Siapa yang betah hidup dikota besar seperti Jakarta yang pengap penuh tembok beton dan miskin jalur hijau yang menyejukkan. Ke sebelah utara paling ketemu ancol, pulau seribu yang sudah mulai tercemar. Ke selatan Jakarta paling ketemu puncak pas yang juga sudah penuh sesak dengan bangunan yang tak tertata.

Bandung menjadi kota tujuan meskipun mencapai kota tersebut disaat liburan sangat melelahkan karena macet. Padahal kotanya sudah sangat semrawut, kotor dan mulai pengap. Tidak memenuhi syarat GPS. Nama besar sebagai Paris Van Java tidak pantas lagi disandangnya. Tapi apa boleh buat tidak ada pilihan lain. Pasca otonomi daerah, kota-kota hanya berlomba-lomba membangun ruko, jualan izin lahan untuk pembangunan property, izin pengelolaan tambang. Itu saja yang menonjol, hanya sibuk melayani para pemburu rente.

Sadar atau tidak sama saja para kepala daerah sedang membawa kotanya kearah jurang kehancuran dan kepunahan sebuah kota. value of city nyaris tidak ada. Kita tidak tahu berapa uang yang berputar disetiap kota ditiap kabupaten/kota. Yang kita tahu sekarang ini hanya informasi sekian kepala daerah menjadi penghuni rumah prodeo karena korupsi.

Membangun Value Of City harus menjadi obsesi sekaligus visi dan misi setiap kepala daerah kab/kota karena masyarakat tidak ingin ketemu dengan susasana yang sama seperti di Jakarta, Bandung dan kota-kota besar di negeri ini. Kita punya Ranah Minang yang elok dan menawan, kita punya Raja Ampat di Papua.

Kita punya Parapat di Sumatera Utara dan masih banyak lagi yang elok dan menawan. Value of city-nya pasti sudah ada, tapi masih bisa disulap menjadi lebih baik, lebih berkualitas dan lebih menarik. Masyarakat pasti mau kalau dilibatkan untuk membuat value of city lebih meningkat sejak perancangan, pelakasanaan dan pengendaliannya.

Semangat otonomi daerah dengan desentralisasinya memang seperti itu konsep dasarnya. Bukan soal bagi-bagi kekuasaan. Terpilih menjadi anggota DPRD dan Kepala Daerah dituntut komitmennya untuk membangun daerahnya dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan agar masyarakatnya betah dan hidup sehat. Rukun dan damai.

Mereka bersama masyarakat membangun Value Of City dengan cara yang baik dan benar yang hasilnya akan membawa kemajuan bagi kota yang bersangkutan tanpa harus merusak dan mengorbankan lingkungan hidup.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS